15 Juli 2025
10:45 WIB
Utang Luar Negeri Tumbuh Melambat, Ekonom: Pemerintah Lebih Hati-hati
Utang luar negeri yang melambat dinilai mencerminkan kebijakan pemerintah yang lebih hati-hati dan disiplin dalam mengelola utang.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Ilustrasi hutang luar negeri. Shutterstock/Bigc Studio
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) melaporkan, perlambatan pertumbuhan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2025 menjadi sebesar US$435,6 miliar, atau tumbuh sebesar 6,8% secara tahunan (year on year/yoy). Capaian ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada April 2025 sebesar 8,2% (yoy).
Penurunan laju pertumbuhan ini terutama dipengaruhi oleh perlambatan pada ULN sektor publik, khususnya pemerintah, serta adanya kontraksi pada ULN sektor swasta.
Secara rinci, ULN pemerintah pada Mei 2025 tumbuh 9,6% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya yang mencapai 10,4% (yoy).
Pelambatan ini terutama disebabkan oleh pembayaran ULN yang telah jatuh tempo, seperti SBN internasional (global bonds dan samurai bonds) serta pinjaman bilateral dan multilateral.
Baca Juga: Utang Luar Negeri RI Tumbuh Melambat Pada Mei Jadi US$435,6 M
Menanggapi hal tersebut, Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menilai pertumbuhan ULN Indonesia yang melambat mencerminkan kebijakan pemerintah yang lebih hati-hati.
"Kondisi ini mencerminkan kebijakan pemerintah yang lebih hati-hati dan disiplin dalam mengelola utang, sekaligus upaya pemerintah dalam menjaga posisi utang tetap terkendali di tengah tantangan global seperti konflik geopolitik, volatilitas pasar keuangan internasional, serta pelemahan ekonomi global yang berdampak pada kondisi fiskal dalam negeri," ujar Josua kepada Validnews, Selasa (15/7).
Lebih jauh, dia menjelaskan, ULN sektor swasta mengalami kontraksi sebesar 0,8% (yoy) pada Mei 2025, berbalik arah dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 1,2% (yoy).
Kontraksi pada ULN swasta ini terutama terjadi pada perusahaan bukan lembaga keuangan, yang mencatat kontraksi pertumbuhan sebesar 1,4% (yoy).
"Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan swasta cenderung menahan diri dalam mengambil utang luar negeri, terutama mengingat ketidakpastian global serta tren suku bunga global yang masih tinggi yang mempengaruhi biaya pendanaan," imbuhnya.
Selain itu, lanjut Josua, penurunan utang juga tercermin dari strategi pemerintah yang mulai mengadopsi pendekatan pembiayaan yang lebih berhati-hati.
Baca Juga: Cadangan Devisa RI Juni 2025 Meningkat Tipis Di US$152,6 M
Hal ini meliputi strategi pembiayaan utang secara front-loaded pada awal tahun, sehingga dapat memitigasi risiko ketidakpastian eksternal serta membantu pengelolaan utang secara lebih terencana dan optimal.
Dalam konteks APBN, kata Josua, pemerintah juga berhasil menjaga defisit fiskal dalam batas aman, dengan posisi semester I/2025 sebesar 0,84% terhadap PDB, jauh di bawah batas maksimal yang diizinkan sebesar 3%.
"Hal ini mencerminkan kemampuan pemerintah dalam mengendalikan kebutuhan pembiayaan melalui utang luar negeri," pungkasnya.