08 November 2024
17:04 WIB
Trump Beri Sentimen Kuat, Menkeu: Nilai Tukar Rupiah Terdampak
Nilai tukar rupiah secara year to date (ytd) melemah 2,68%, merespon dinamika global. Sedangkan, Dolar AS kembali menguat secara ytd.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Petugas menunjukan uang pecahan dolar AS dan rupiah di Bank BSI, Jakarta, Selasa (3/9/2024). Antara Foto/Muhammad Adimaja
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, terpilihnya kembali Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) memberikan sentimen yang cukup kuat. Salah satunya mempengaruhi nilai tukar rupiah yang bergerak melemah.
Padahal, pergerakan nilai tukar rupiah sempat mengalami penguatan yang cukup signifikan sampai Oktober 2024 lalu. Bahkan, nilai tukar rupiah mampu mencapai level Rp15.200 per dolar AS.
Tapi kemudian, terjadi sentimen global yang dikaitkan dengan berapa besar Fed Fund Rate akan dipotong atau diturunkan lagi. Teranyar, adanya dampak dari kemenangan Trump sebagai Presiden AS ke-47.
Tercatat, nilai tukar rupiah secara year to date (ytd) melemah 2,68%, merespon dinamika global. Sedangkan, Dolar AS kembali menguat secara ytd.
Baca Juga: Trump Jadi Presiden Lagi, Dunia Usaha RI Khawatir Kenaikan Suku Bunga
"Sekarang dengan terpilihnya Presiden Trump, dolar indeks mengalami penguatan, sehingga nilai tukar rupiah kita cenderung mengalami tekanan. Namun over all, nilai tukar rupiah kita mengalami koreksi 2,68%," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita Edisi November 2024 yang dipantau secara daring, Jumat (8/11).
Meskipun terkoreksi, Sri Mulyani menyebut, nilai tukar rupiah relatif masih cukup baik jika dibandingkan dengan nilai tukar negara-negara lainnya, baik negara G-7 dan G-20.
"Indonesia relatif masih cukup baik dari sisi nilai tukar kita, terdepresiasi 2,68% dibandingkan seperti Kanada bahkan depresiasinya 4,46% dan Filipina di 5,69% untuk peso-nya, Korea di 6,79%," imbuhnya.
Selain nilai tukar, Menkeu juga menyampaikan sentimen politik terutama berupa terpilihnya Presiden Trump, dan outlook atau proyeksi terhadap budget Federal memberikan dampak yang berbeda terhadap UST. Yield UST 10 tahun dalam tren meningkat dan berada di level 4,4%,
Sementara, yield Surat Berharga Negara Indonesia (SBN), yakni Yield Indo 10 tahun, saat ini cenderung sideways, terpengaruh tingginya ketidakpastian di pasar global.
Yield SBN 10 tahun sedikit mengalami peningkatan pada minggu terakhir menjadi sebesar 6,76%. Sebelumnya, sampai dengan Oktober 2024, Yield Indo 10 tahun sempat mengalami penurunan yang cukup baik.
Meski demikian, Sri Mulyani menilai, spread antara Indo 10 tahun local currency bond dengan UST 10 tahun dolar denominated masih cukup rendah.
Baca Juga: Analis: Waspada Kebijakan Proteksionisme Dagang Trump
Di sisi lain, SBN mengalami capital inflow atau masuknya dana dari luar untuk pembelian SBN. Tercatat, sepanjang Oktober 2024, pasar SBN mengalami inflow sebesar Rp14,98 triliun.
Namun, pada November 2024, atau tepatnya hingga November 2024, karena adanya sentimen pemilihan dari AS terjadi outflow sebesar Rp4,12 triliun.
"Secara ytd, SBN kita menghadapi atau menerima inflow sebesar Rp39,40 triliun. Dan ini yang menyebabkan Yield dari Indo 10 tahun masih relatif kita terjaga," ungkapnya.
Ke depan, Sri Mulyani mengatakan bahwa pihaknya akan terus memantau kondisi perekonomian Indonesia.
"Kita berharap nanti akan tetap terjaga hingga akhir tahun dengan posisi yang positif," pungkas Menkeu.