07 November 2024
21:00 WIB
Analis: Waspada Kebijakan Proteksionisme Dagang Trump
Analis meminta pemerintah mewaspadai kebijakan proteksionisme dagang AS di bawah Donald Trump.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Sejumlah truk melintas saat proses bongkar muat peti kemas berlangsung di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (13/2/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Donald Trump dari partai Republik berhasil menang dalam Pilpres Amerika Serikat (AS) 2024 sebagai Presiden ke-47. Trump meraih 294 suara elektoral mengalahkan Kamala Harris yang mendapatkan 223 suara. Lantas, bagaimana dampak kemenangan Trump terhadap investasi di Indonesia?
Menanggapi hal tersebut, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa kemenangan Trump membuat pasar (market) bersiap menghadapi dampak kebijakan politik, kebijakan ekonomi, maupun juga kebijakan di bidang lainnya.
Khusus untuk kebijakan ekonomi, Trump dikenal pro-Amerika, proteksionis, dan kerap memancing konflik dagang dengan negara-negara lain, khususnya Tiongkok.
"Kebijakan ekonomi dari Trump ini kan memang sangat nasionalis, maksudnya lebih ke proyek Amerika. Bisa jadi Trump akan menerapkan kebijakan proteksionisme. Sehingga efeknya apa? Efeknya ini terjadi konflik atau perang dagang dengan negara-negara lain, tapi khususnya Tiongkok," ungkap Nafan.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, tujuan dari Trump ini adalah melakukan containment policy terhadap kemajuan pengaruh dari negara-negara yang menjadi calon negara adidaya, terutama Tiongkok.
Untuk itu, kemenangan Trump bisa memicu ketidakpastian karena Trump diproyeksikan akan melanjutkan kebijakan America First yang pernah diterapkan pada masa kepresidenan sebelumnya.
Bahkan, Nafan memprediksi, Trump juga akan menerapkan kenaikan tarif impor barang Tiongkok hingga 60% untuk semua kategori produk.
"Pastinya ini akan membuat perekonomian Tiongkok bisa diproyeksikan semakin melambat," imbuh dia.
Padahal, saat ini, Tiongkok adalah salah satu pemain utama dalam rantai pasokan global. Sehingga, dikhawatirkan penurunan ekonomi Tiongkok akan memicu efek domino pada negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Untuk itu, Nafan juga mengingatkan agar Indonesia harus mengurangi ketergantungan pada Tiongkok.
"Tadi Indonesia sudah bergabung ke OECD. Ini Indonesia juga bergabung ke BRICS. Tujuannya untuk memaksimalkan kebijakan politik luar negeri bebas aktifnya, demi mewujudkan kepentingan nasional Indonesia, khususnya dalam bidang kedaulatan ekonomi," terang dia
Nafan mengatakan, kekhawatiran tidak hanya terkait kebijakan perdagangan, tetapi kemungkinan kenaikan inflasi di AS. Jika inflasi naik tajam, maka Federal Reserve (The Fed) akan mengambil langkah meningkatkan suku bunga.
Di sisi lain, ia menuturkan, untuk mewujudkan kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai level 8%, maka harus menciptakan pertumbuhan ekonomi baru yang terdiri dari beberapa hal.
"Pertama, melalui green economy. Kedua, melalui blue economy. Ketiga, melalui pengembangan infrastruktur, khususnya di kawasan IKN karena tujuannya untuk menumbuhkan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi baru," ujarnya.
Kemudian, lanjut dia, juga melalui inovasi di bidang teknologi. Faktor berikutnya adalah melalui hilirisasi atau down streaming. Terakhir, melalui inklusi keuangan.
"Jadi ini sektor-sektor yang akan mendapatkan benefit adalah financial, cyclicals, non cycylicals, energy, basic, industrials, infrastructures, property, berkaitan dengan transportation, healthcare, banyak sekali sektor yang memang bisa berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi 8%. Semua sektor kalau menurut saya, karena berjalan secara paralel," katanya.
Untuk saat ini, Nafan merekomendasikan beberapa saham yang dapat dicermati investor, yakni BBCA, BBNI, BBRI, BMRI, dan BNGA.
Dampak Pada IHSG
Masih dalam kesempatan yang sama, Nafan menambahkan, dampak kemenangan Trump juga sudah dapat dirasakan dari penurunan yang terjadi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
"Saat Oktober terjadi kenaikan baik itu US Treasury Yields maupun juga US Dollar Index, karena para pelaku pasar memfaktorkan atau berspekulasi terkait dengan potensi kemenangan Trump, dan ini sudah terjadi. Ini tentunya juga membuat IHSG pada waktu itu kan posisi higher high-nya kan di 7.911, ternyata mengalami rally penurunan karena market global memfaktorkan terkait dengan potensi kemenangan Donald Trump," jelas dia.
Menurutnya, selama IHSG masih tertahan baik pada MA200 maupun down channel support di kisaran 7.300-an, maka harapan untuk rebound ke 61%, resistance pada 7.448 bisa terbuka lebar.
Sedangkan jika IHSG jebol di bawah 7.300, maka diproyeksikan bisa ke 38,2% support pada level 7.162.
Sementara itu, berdasarkan pantauan Validnews, pada perdagangan hari ini, Kamis (7/11), IHSG dari awal dibuka sudah berada di zona merah. Hingga pada pukul 09.15 WIB, IHSG melemah sebesar 50,93 poin atau 0,69% menjadi ke level 7.332,93.
Menjelang penutupan perdagangan sesi II, atau pada pukul 15.51 WIB, IHSG melemah sebesar 124,74 atau 1,69% menjadi 7.259,12.
Secara terpisah, kepada Validnews, Kamis (7/11), Direktur PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk Reza Priyambada mengatakan bahwa dampak dari Pilpres di AS nantinya, harus melihat kondisi pasar di negeri Paman Sam tersebut dahulu.
"Misal, kondisi di bursa saham AS menguat, namun pergerakan dolar AS juga naik, maka ini nantinya bisa berimbas pada melemahnya Rupiah," jelas Reza.
Dengan melemahnya Rupiah, maka akan direspons negatif di bursa saham, sehingga aksi jual pun dapat kembali terjadi.
Reza menyebut, sektor saham yang dimungkinkan terimbas positif dari kemenangan Trump, antara lain infrastruktur, media, dan property.