c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

11 Oktober 2023

15:53 WIB

Transisi Energi Butuh Pendanaan Yang Kuat, BUMDes Bisa Dilibatkan

Pendanaan transisi energi tak hanya dari perbankan, tetapi juga lembaga keuangan lain seperti BUMDes maupun koperasi untuk proyek pembangkit tenaga surya di daerah terpencil

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

Transisi Energi Butuh Pendanaan Yang Kuat, BUMDes Bisa Dilibatkan
Transisi Energi Butuh Pendanaan Yang Kuat, BUMDes Bisa Dilibatkan
Panel PLTS terpasang di sisi utara Pulau Sabira di Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, mampu memenuhi 50% konsumsi listrik harian masyarakat tersebut. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.

JAKARTA - Pemerintah terus melancarkan kampanye transisi menuju energi yang lebih bersih guna mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Namun demikian, proses transisi energi butuh dukungan pendanaan yang mumpuni. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yudo Dwinanda Priaadi.

Saat ditemui di sela acara UOB Gateway To ASEAN Conference 2023, Yudo menyebutkan pendanaan merupakan hal krusial dalam proses transisi energi, utamanya pendanaan dari pihak perbankan.

"Kita perlu pendanaan umumnya dari perbankan ya. Biasanya, mereka melakukan business to business (B2B), tapi kita bicara juga sama OJK apabila diperlukan," imbuh Yudo di Jakarta, Rabu (11/10).

Meski begitu, dia juga tak menutup peluang adanya pendanaan transisi energi dari lembaga keuangan di luar perbankan, seperti koperasi maupun BUMDes.

Baca Juga: Respons Perubahan Iklim, Pemerintah Dorong Penggunaan EBT Secara Masif

Pembangunan infrastruktur energi seperti pembangkit tenaga surya di daerah terpencil, misalnya, bisa diserahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk menyalurkan pembiayaan.

"Ada juga bank-bank yang fokus pada koperasi, tanya saja pada Kementerian Koperasi dan UKM. Kalau dari kami hanya menangani sektor energinya saja," kata dia.

Sebagai informasi, riset The PRAKARSA bertajuk Melacak Kemajuan Sektor Perbankan dalam Pembiayaan Transisi Energi Indonesia untuk Mempercepat Net Zero Emission menunjukkan bahwa pembiayaan perbankan di Indonesia untuk pengembangan energi terbarukan masih relatif rendah hingga tahun 2022 lalu.

Bahkan, pembiayaan perbankan masih condong ke perusahaan energi fosil. Misalnya pada 2019, pembiayaan perbankan untuk energi fosil mencapai US$6.867 juta, tahun 2020 US$3.373 juta, tahun 2021 US$2.148 juta, dan tahun lalu US$816 juta.

Namun demikian, porsi pembiayaan perbankan untuk pengembangan EBT relatif membaik sejak 2021 hingga 2022. Pada 2021, pembiayaan untuk EBT mencapai 23% dan 2022 sebesar 12%. Sementara tahun 2019, porsi pembiayaan perbankan untuk EBT baru di angka 5% dan tahun 2020 hanya 2%.

Skema Pembiayaan
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif juga menyinggung soal peran pembiayaan terhadap proses transisi energi. Bukan hanya di Indonesia, Menteri Arifin bahkan mendorong skema pendanaan transisi energi harus menjangkau wilayah yang lebih luas, yakni di Asia Tenggara.

Karena itu, dia mendorong negara-negara yang terhimpun di ASEAN agar sesegera mungkin memiliki skema pendanaan transisi energi karena kebutuhan investasi yang sangat besar.

Dalam diskusi ASEAN Chairmanship 2023 Side Event secara daring, Arifin menyebut harus ada keberlanjutan dana guna mencapai target bauran EBT di ASEAN. Menurutnya, ada beragam skenario pendanaan yang bisa diterapkan, salah satunya ialah blended finance.

Baca Juga: Perencanaan Energi Pegang Peran Krusial Wujudkan NZE 2060

"Bentuknya bermacam, seperti hibah, pinjaman lunak dengan persyaratan yang menguntungkan, serta investasi bersama," ucap Menteri Arifin beberapa waktu lalu.

Skema lain yang dapat diterapkan ialah Public-Private Partnership atau kolaborasi antara pemerintah dan swasta, hingga pemanfaatan international funding seperti dana perubahan iklim untuk pengembangan potensi sumber daya energi bersih.

Menurut dia, pentingnya skema pendanaan untuk transisi energi tak lepas dari perhitungan International Renewable Energy Agency (IRENA), di mana kebutuhan dana agar bauran EBT di ASEAN mencapai 100% tahun 2050 sebesar US$29,4 triliun.

"Investasi sebesar itu diperuntukkan untuk pengembangan pembangkit listrik EBT, penyediaan jaringan transmisi listrik, biofuel, pengembangan ekosistem kendaraan listrik," tandas Arifin Tasrif.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar