c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

21 Maret 2024

11:37 WIB

Toyota Harapkan Pemerintah Siapkan Mitigasi Dampak Kenaikan PPN 12%

Penerapan PPN 12% akan berdampak signifikan bagi industri komponen karena akan memengaruhi rantai pasok.

Editor: Fin Harini

Toyota Harapkan Pemerintah Siapkan Mitigasi Dampak Kenaikan PPN 12%
Toyota Harapkan Pemerintah Siapkan Mitigasi Dampak Kenaikan PPN 12%
Seorang mahasiswa membentangkan poster saat berunjukrasa di DPRD Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (13/4/2022). (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/aww)

JAKARTA - Wakil Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengatakan, pemerintah harus menyiapkan mitigasi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% agar tetap melindungi industri dalam negeri.

Menurut dia, kenaikan PPN 12% akan memberikan dampak yang signifikan bagi industri komponen karena akan memengaruhi rantai pasok.

"PPN 12% berdampak ke rantai pasok industri," katanya di Jakarta, Rabu (20/3), dikutip dari Antara.

Bob mengatakan, agar kebijakan ini tetap memberikan dampak positif bagi keberlangsungan industri, pihaknya mengharapkan pemerintah menetapkan kebijakan pengenaan PPN itu menjadi final atau di akhir.

"Mitigasi pemerintah yang mengusahakan, yang tadinya berjenjang, ya final aja. Karena sekarang jadinya berlipat," katanya.

Baca Juga: Dirjen Pajak Masih Kaji Rencana Kenaikan Tarif PPN 12%

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya telah memastikan PPN bakal naik menjadi 12% pada 2025.

Dia mengatakan, aturan untuk kenaikan PPN akan dibahas lebih lanjut dan dilaksanakan oleh pemerintahan selanjutnya.

Kenaikan PPN 12% merupakan salah satu rencana penyesuaian pajak pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dalam UU HPP disebutkan bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10% diubah menjadi 11% yang sudah berlaku pada 1 April 2022 lalu, dan kembali dinaikkan 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.

Dalam pasal 7 ayat 3, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan yang paling tinggi 15%. Namun, kata Airlangga, penyesuaian peraturan itu tergantung dari kebijakan pemerintah selanjutnya.

Tertinggi di ASEAN
Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, jika tarif PPN resmi naik menjadi 12%, maka Indonesia akan menyamai Filipina sebagai negara dengan PPN tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

"Artinya kalau (PPN) kita jadi di 12%, akan jadi yang tertinggi. Apalagi kalau menggunakan skema single tarif ya, ini yang tentu akan memberatkan konsumen yang 95% pendapatannya digunakan untuk membeli kebutuhan pokok," kata Ahmad dalam Diskusi Publik Indef 'PPN Naik, Beban Rakyat Naik' yang digelar virtual, di Jakarta, Rabu (20/3).

Saat ini, negara Asia Tenggara yang mempunyai PPN tertinggi yakni Filipina sebesar 12%. Sedangkan negara lainnya seperti Kamboja sebesar 10%, Laos 10%, Vietnam dengan skema two tier system sebesar 10% dan 5%.

Kemudian Malaysia yang menggunakan sistem pajak barang dan jasa (good and service tax/GST) sebesar 6%.

Baca Juga: Masyarakat Dinilai Bakal Ogah Belanja Imbas PPN Naik Jadi 12%

Ekonom Center of Macroeconomics & Finance Indef Abdul Manap Pulungan menilai rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Memang ketika diambil kenaikan tarif itu (PPN 12%) nanti dampaknya akan terasa terhadap perekonomian, jadi jangan sampai kenaikan PPN ini akan menekan pertumbuhan ekonomi," kata Abdul dalam kesempatan yang sama.

Abdul memberikan catatan bahwa pada 2023 saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mengalami perlambatan menjadi 5,03% dibandingkan 2022 yang tercatat 5,31%.

Dia menilai kenaikan PPN akan berimbas pada kecenderungan masyarakat untuk lebih berhemat mengingat harga barang dan jasa yang turut naik. Hal itu dikhawatirkan semakin menekan indikator konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penyumbang produk domestik bruto (PDB) utama.

Pada 2023, tingkat konsumsi rumah tangga telah mengalami perlambatan menjadi 4,82% dibandingkan 2022 yang tercatat 4,9%.

Komponen non makanan diprediksi menjadi komponen konsumsi yang paling terdampak adanya kenaikan PPN 12% nanti, yaitu kelompok transportasi dan komunikasi, serta restoran dan hotel.

"Ini khawatirnya ketika PPN itu naik, orang-orang cenderung menahan plesiran, yang pada akhirnya menyebabkan sektor-sektor konsumsi yang bukan kebutuhan pokok itu menurun," ujar Abdul.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar