17 Mei 2025
09:36 WIB
Toyota Dorong Bioetanol Tingkatkan Pendapatan Per Kapita RI
Toyota mendorong pengembangan energi ramah lingkungan bioetanol. Langkah ini strategis menaikkan daya beli sekaligus meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat.
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi pembuatan bioetanol dari tanaman tebu di Brasil. Shutterstock/Alf Ribeiro
BUKITTINGGI - Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mendorong pengembangan energi ramah lingkungan bioetanol. Toyota menilai langkah ini strategis untuk menaikkan daya beli sekaligus meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat.
Wakil Presiden Direktur TMMIN Bob Azam menjelaskan, pengembangan bioetanol di Indonesia sangat memungkinkan untuk dipacu, mengingat bahan baku untuk memproduksi bahan bakar tersebut berlimpah, seperti jagung, tebu, dan juga kelapa sawit.
"Salah satu ekonomi yang kita harus dorong adalah ekonomi energi yang bersumber daripada kekuatan alam kita," kata Bob Azam melansir Antara, Jakarta, Jumat (16/5).
Baca Juga: Menhut Cari Lahan 2 Juta Hektare Untuk Bioetanol
Guna mewujudkan hal tersebut, dia mengatakan, perlu adanya peran yang kuat dari para petani komoditas bahan baku penghasil bioetanol. Berkaca pada tahun 2002-2012, Indonesia berhasil menaikkan pendapatan per kapita hingga tiga kali lipat, yakni dari angka US$1.200 atau Rp19,7 juta (kurs Rp16.426) menjadi sekitar US$4.000 atau Rp69 juta.
Kenaikan per kapita itu didasari peran masif dari 5 juta petani yang bergantung pada komoditas sawit di masa itu.
Selain memperkuat peran petani dalam pengembangan bioetanol, dia melanjutkan, pemerintah juga bisa meningkatkan peran negara-negara berkembang lewat Kerja Sama Selatan-Selatan (KSS), dengan Brasil dan India.
Hal tersebut dikarenakan, kedua negara itu memiliki kesamaan dari jumlah penduduk, daya beli, kapital, serta kesamaan dalam kebutuhan energi dan transportasi.
Bob menyampaikan, saat ini pengembangan energi bioetanol di Brasil lebih maju, padahal negara ini sempat belajar mengembangkan bioetanol di Indonesia pada tahun 1970-an.
"Akhirnya, mereka (Brasil) sekarang jadi produsen bioetanol terbesar di dunia, jadi andalan mereka," ucapnya.
Baca Juga: Bagaimana Kendaraan Bioetanol Bisa Tekan Emisi CO2
Sebelumnya, Pertamina (Persero) mengembangkan tiga bahan baku, yakni sorgum, nipah, serta tandan buah kosong kelapa sawit (palm oil empty fruit bunch) menjadi bioetanol, sehingga mengakselerasi terwujudnya transisi energi.
Pengembangan sorgum menjadi bahan baku bioetanol bisa dilakukan, mengingat tanaman tersebut cukup banyak tersebar di Indonesia.
Penggunaan bioetanol dari sorgum, turut bisa dijadikan sebagai program substitusi impor gandum, yang rata-rata mencapai 9,6 juta per tahun. Sekaligus mendorong peningkatan produksi dan diversifikasi produk pangan dari sorgum.
Selanjutnya, untuk pengembangan bahan baku bioetanol menggunakan nipah, dilakukan dengan cara memanfaatkan getah pohon mangrove. Hingga kini, Indonesia telah memiliki 48 jenis mangrove.
Sebelumnya, Pengamat Energi UGM Tumiran mendesak pemerintah untuk segera menyusun peta jalan (roadmap) bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) yang lebih jelas dan terstruktur. Terlebih, saat ini bioetanol sudah ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).
Menurut mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) tersebut, peta jalan pengembangan bioetanol harus jelas dan terstruktur dari sisi produksi. Mulai dari, target produksi berapa banyak, pemetaan bahan baku, pelaku usaha, sampai ke tingkat harga.
Dia menekankan, ketiadaan peta jalan bioetanol nasional bisa berdampak terhadap keseimbangan antara produksi dan penyerapan bioetanol itu sendiri.