10 Juni 2024
18:27 WIB
Tak Panik, Akan Kemenkeu Cari Cara Bayar Utang Jatuh Tempo Rp800 T
Kemenkeu juga telah membentuk tim dengan BI, selaku pemilik SBN, menyangkut cara pembayaran utang SBN sebesar Rp100 triliun.
Penulis: Khairul Kahfi
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu Deni Ridwan usai Media Briefing Penerbitan SBR seri SBR013T2 dan SBR013T4, Jakarta, Senin (10/6). Validnews/Khairul Kahfi
JAKARTA - Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kementerian Keuangan Deni Ridwan menyampaikan, pemerintah tidak panik dengan utang jatuh tempo via SBN sebesar Rp800 triliun di tahun depan. Hal ini tecermin dari kondisi ekonomi nasional dan pasar keuangan domestik yang masih cukup kondusif.
"Enggak (panik) juga sih, ibu (Menkeu) menyampaikan kemarin selama pasar keuangan baik, confident dari masyarakat dari investor bagus, itu (utang negara) sesuatu yang bisa kita manage," katanya usai Media Briefing Penerbitan SBR seri SBR013T2 dan SBR013T4, Jakarta, Senin (10/6).
Deni menginformasikan, pemerintah sudah terbiasa membayarkan rata-rata utang jatuh tempo sebanyak Rp600-700 triliun setiap tahunnya. Adapun utang yang jatuh tempo Rp800 triliun di tahun depan merupakan utang yang diterbitkan untuk mengantisipasi pandemi covid-19.
Baca Juga: Jatuh Tempo Utang Di 2025 Sentuh Rp800 T, Begini Alasan Sri Mulyani
Di antara utang yang jatuh tempo tahun depan tersebut, ada sebanyak Rp100 triliun SBN yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Untuk itu, pemerintah segera membentuk tim dengan BI untuk mendiskusikan penanganan atas utang jatuh tempo tersebut.
“Supaya nanti mendapatkan solusi yang terbaik. Di satu sisi juga untuk menjaga stabilitas sistem fiskal kita,” ujarnya.
Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan, utang jatuh tempo yang tergolong tinggi di 2025 tidak akan jadi masalah berarti. hal yang sama juga berlaku pada utang jatuh tempo di 2026 maupun 2027.
Optimisme tersebut bisa terjadi, asalkan risiko pembayaran utang yang mesti ditanggung investor cenderung kecil. Yang disebabkan persepsi pemberi utang atau investor akan fiskal dan politik suatu negara berada dalam kondisi aman.
"Kalau ada pokok (utang) yang jatuh tempo, risiko yang dihadapi oleh suatu negara bukan pada magnitude-nya, tapi pada kemampuan negara tersebut melakukan revolving pada biaya yang dianggap fair. Itu menjadi salah satu bentuk risiko," ucap Menkeu, Kamis (6/6).
Baca Juga: ADB Yakin Makan Siang Gratis Perlebar Defisit Fiskal Indonesia
Walau utang akan jatuh tempo di 2025, tuturnya, para pemegang SBN tidak serta-merta bisa langsung menarik uangnya. Sebab, para investor masih membutuhkan instrumen investasi.
Kecuali, sambungnya, para investor menjadi panik karena melihat kondisi negara sudah tidak aman, sehingga mereka memilih untuk tidak berinvestasi. Oleh karena itu, Menkeu menilai Pentin stabilitas, kredibilitas, dan sustainability fiskal negara.
"Persepsi mereka terhadap APBN terhadap pengelolaan utang menentukan kemampuan kita untuk terus melakukan pengelolaan revolving risk, currency risk dan maturity risk secara relatif smooth," katanya.