06 Juni 2024
21:00 WIB
Jatuh Tempo Utang Di 2025 Sentuh Rp800 T, Begini Alasan Sri Mulyani
Sedikit cekcok dengan Komisi XI DPR RI soal jatuh tempo utang pemerintah pusat di 2025, Sri Mulyani mengeklaim risiko kecil asalkan kondisi fiskal dan politik Indonesia baik.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menghadiri Rapat Kerja bersama dengan Badan Anggaran DPR RI, di Jakarta, Selasa (04/06). Dok. Kemenkeu
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan duduk perkara terkait besarnya pembayaran utang yang bakal jatuh tempo pada 2025. Sebab angka utangnya jumbo, yakni menyentuh Rp800 triliun.
Sri Mulyani sendiri tidak ambil pusing soal besaran utang tersebut. Menurutnya, meski utang jatuh tempo tahun depan tergolong tinggi, asalkan persepsi terhadap fiskal dan politik negara dianggap aman oleh investor, maka risiko pembayarannya kecil.
"Jatuh temponya utang di 2025, 2026, 2027 yang kelihatan tinggi tidak menjadi masalah selama persepsi terhadap APBN, kebijakan fiskal, ekonomi dan tentu politik tetap sama," ujarnya dalam Raker dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (6/6).
Sri Mulyani menerangkan ada 2 sumber utang Indonesia, yaitu surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Pada 2025, jatuh tempo utang pemerintah pusat mencapai Rp800 triliun. Itu terdiri dari SBN senilai Rp705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp94,83 triliun.
"Kalau ada pokok yang jatuh tempo, risiko yang dihadapi oleh suatu negara bukan pada magnitude-nya, tapi pada kemampuan negara tersebut melakukan revolving pada biaya yang dianggap fair itu menjadi salah satu bentuk risiko," ucapnya.
"Jadi kalau negara ini tetap kredibel, APBN baik, kondisi ekonominya baik, politik stabil, maka revolving (perputarannya) itu sudah hampir dipastikan risikonya sangat kecil; karena market beranggapan negara ini akan tetap sama," imbuh Bendahara Negara.
Baca Juga: ADB Yakin Makan Siang Gratis Perlebar Defisit Fiskal Indonesia
Kemudian, ia juga menuturkan walau utang akan jatuh tempo di 2025, para pemegang SBN tidak serta merta langsung menarik uangnya, sebab para investor masih membutuhkan instrumen investasi.
Kecuali, sambung Sri Mulyani, para investor menjadi panik karena melihat kondisi negara sudah tidak aman, sehingga mereka memilih untuk tidak berinvestasi. Oleh karena itu, Menkeu menilai penting stabilitas, kredibilitas, dan sustainability fiskal negara.
"Persepsi mereka terhadap APBN terhadap pengelolaan utang menentukan kemampuan kita untuk terus melakukan pengelolaan revolving risk, currency risk dan maturity risk secara relatif smooth," katanya.
Selain itu, Menkeu beralasan tingginya jatuh tempo utang tersebut juga berasal dari kondisi pandemi Covid-19 pada 2020 lalu. Waktu itu, Indonesia membutuhkan hampir Rp1.000 triliun untuk belanja tambahan.
Dia menjelaskan, belanja saat pandemi itu pun dilakukan saat penerimaan negara anjlok 19% lantaran perekonomian berhenti. Menurutnya, hal itu yang membuat jatuh tempo utang pemerintah menjadi melejit di 2025 nanti.
"Kalau tahun 2020 maksimal jatuh tempo dari pandemi kita di 7 tahun, dan memang ini sekarang konsentrasi di 3 tahun terakhir 2025, 2026, 2027, sebagian di delapan tahun inilah yang mungkin menimbulkan persepsi 'kok banyak sekali utangnya' ya itulah biaya pandemi," terang Sri Mulyani.
Dalam Raker, Komisi XI DPR RI sempat melontarkan teguran kepada Menkeu Sri Mulyani ketika melihat utang pemerintah yang bakal jatuh tempo di 2025 angkanya mencapai Rp800 triliun. Begitu pula tahun-tahun setelahnya.
Baca Juga: Naik Rp26,01 T, ULN Februari 2024 Di Level Rp6.623,53 T
Wakil Ketua Komisi XI, Dolfie Othniel Frederic Palit khawatir tumpukan utang itu akan menjadi beban untuk pemerintahan setelahnya. Adapun jika ditotalkan, utang pemerintah dalam 5 tahun ke depan sekitar Rp3.000 triliun.
"Tadi mendengar penjelasan Bu Menkeu, profil jatuh tempo (utang) kalau kita hitung, 2025 ada Rp800 triliun, 2026 ada Rp800 triliun, di 2027 senilai Rp802 triliun, dan 2029 Rp662 triliun. Jadi kalau dihitung 5 tahun ke depan, yang jatuh tempo itu Rp3.783 triliun," katanya.
"Artinya ya kalau istilah kata beban APBN 2025," tambahnya.
Namun Sri Mulyani menyanggah pernyataan Dolfie tersebut. Menkeu mengatakan persoalan jatuh tempo surat utang negara bukan beban, melainkan pinjaman yang menjadi beban.
Kemudian, menurut Sri Mulyani belum saatnya cekcok terkait utang SBN. Sebab, postur APBN 2025 beserta defisit anggarannya masih akan dibahas dalam beberapa waktu ke depan, supaya tahu menerapkan strategi berikutnya, termasuk pembayaran utang.
"Kalau Pak Dolfie menyampaikan beban, itu adalah yang pinjaman, pinjaman luar negeri, pinjaman multilateral, karena kalau jatuh tempo harus kita bayar. Itu yang disebut beban. Kalau yang market itu (SBN), selama APBN baik, persepsi tentang Indonesia baik, itu bukan persoalan," tutup Menkeu.
Profil Jatuh Tempo Utang Pemerintah Pusat
Berdasarkan data yang dipaparkan Sri Mulyani di hadapan Komisi XI DPR RI, jatuh tempo utang pemerintah pada 2024 ini mencapai Rp434,3 triliun. Itu terdiri dari SBN senilai Rp371,8 triliun dan pinjaman Rp62,5 triliun.
Kemudian pada 2025, jatuh tempo utang pemerintah mencapai Rp800 triliun. Itu terdiri dari SBN senilai Rp705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp94,83 triliun. Pada 2026 totalnya Rp803,19 triliun, mencakup SBN Rp703 triliun dan pinjaman Rp100,19 triliun.
Kemudian, pada 2027 total jatuh tempo utang pemerintah mencapai Rp802,61 triliun, yakni SBN Rp695,5 triliun dan pinjaman Rp107,11 triliun.
Pada 2028, totalnya Rp719,8 triliun, itu mencakup SBN 615,2 triliun dan pinjaman Rp104,6 triliun. Pada 2029, totalnya Rp622,3 triliun, mencakup SBN Rp526,1 triliun dan pinjaman Rp96,2 triliun.