18 Agustus 2025
17:05 WIB
Strategi Pemerintah 2026 Kuatkan Hilirisasi Untuk Topang Investasi
Program hilirisasi menjadi penopang realisasi investasi. BKPM mencatat kontribusi kenaikan realisasi investasi berasal dari sektor industri logam dasar yang menjadi pilar hilirisasi.
Penulis: Ahmad Farhan Faris
Pekerja berjalan di lokasi proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Fase 1 PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) yang telah diresmikan Presiden Joko Widodo di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (24/9/2024). Antara Foto/Jessica Wuysang
JAKARTA - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menekankan program hilirisasi nasional masih menjadi motor penggerak penting selama lima tahun ke depan. Meskipun, pemerintah mencatat berbagai tantangan yang dihadapi dalam upaya mendorong investasi dan hilirisasi nasional pada tahun 2026.
Berdasarkan buku Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, pemerintah melalui Kementerian Investasi Hilirisasi/BKPM menyampaikan realisasi investasi menunjukkan tren pertumbuhan yang sangat positif dalam lima tahun terakhir. Yakni, naik signifikan dari Rp826,3 triliun pada tahun 2020, menjadi Rp1.714,2 triliun pada tahun 2024, dengan pertumbuhan tahunan mencapai 20,82% di tahun terakhir.
“Kontribusi terbesar berasal dari sektor industri logam dasar yang menjadi pilar utama hilirisasi nasional,” begitu penjelasan dari buku Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026 dikutip pada Senin (18/8).
Baca Juga: Kementerian Investasi Tegaskan Hilirisasi Mengarah Ke Industri Hijau
Capaian investasi ini turut mendorong penciptaan lapangan kerja yang signifikan. Tercatat, penyerapan tenaga kerja meningkat tajam dari 1,15 juta orang pada tahun 2020 menjadi lebih dari 2,45 juta orang pada tahun 2024, sebagai dampak langsung dari peningkatan realisasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Selanjutnya, distribusi investasi juga menunjukkan arah pembangunan yang semakin merata. Selama periode ini, investasi di luar Jawa mencapai 51,9% atau sebesar Rp3.148,2 triliun, sedikit lebih tinggi dibandingkan Jawa yang mencatat 48,1% atau Rp2.919,4 triliun.
“Ini menandakan bahwa strategi percepatan pembangunan wilayah telah menunjukkan hasil nyata,” lanjutnya.
Selain itu, program hilirisasi juga telah menjadi motor penggerak penting dengan nilai realisasi sebesar Rp783,2 triliun atau 12,91% dari total investasi lima tahun terakhir. Investasi di sektor hilir ini didorong oleh sektor-sektor strategis seperti minyak dan gas bumi, mineral, perkebunan, kehutanan hingga kelautan.
Kebijakan Hadapi Tantangan
Pada tahun 2026, dalam upaya mendorong investasi dan hilirisasi nasional, Indonesia masih menghadapi tantangan signifikan baik dari sisi eksternal maupun internal. Tantangan eksternal dipengaruhi oleh berbagai risiko global seperti perang dagang berlatar belakang geopolitik, perlambatan ekonomi global, dan ketegangan di beberapa wilayah dunia.
Di sisi lain, penurunan arus keluar masuk investasi asing langsung (FDI), volatilitas harga komoditas, serta kompetisi global dalam mengamankan rantai pasok dan menarik investasi juga memberikan tekanan tersendiri terhadap stabilitas dan daya saing investasi Indonesia.
Sementara itu, tantangan internal terkait dengan efisiensi struktural masih menjadi perhatian. Indonesia mencatat nilai incremental capital output ratio (ICOR) sekitar 6-6,3 pada tahun 2023, menunjukkan efisiensi penggunaan modal belum optimal jika dibandingkan negara lain dengan ICOR lebih rendah.
Selain itu, hasil survei Business Ready (B-Ready) 2024, menunjukkan Indonesia meraih skor agregat 63 dari 100, dan berada pada peringkat ke-20 dari 50 negara yang disurvei. Hal ini mengindikasikan bahwa masih diperlukan perbaikan iklim investasi dan reformasi struktural guna meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.
Dalam rangka mendukung pencapaian visi besar Indonesia Emas 2045, khususnya melalui Asta Cita ke-5, yaitu melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, pemerintah menyusun strategi jangka menengah yang komprehensif dan prograsif, antara lain perluasan dan penguatan hilirisasi yang merupakan tulang punggung industrialisasi, terutama di sektor minyak dan gas bumi, mineral, perkebunan, kehutanan, perikanan dan kelautan.
Baca Juga: Kemenperin Perkuat Peran Pusat Manufaktur Untuk Percepat Hilirisasi Industri
Kemudian penyempurnaan sistem perizinan berusaha melalui online single submission (OSS) agar semakin efisien, terintegrasi dan ramah investor; penguatan layanan contact center sebagai saluran komunikasi dua arah antara pemerintah dan pelaku usaha; pengembangan kawasan pertumbuhan ekonomi berbasis potensi daerah dan keunggulan komparatif; perluasan promosi investasi berbasis wilayah dan peningkatan peran kantor perwakilan luar negeri guna menarik lebih banyak PMA berkualitas.
Selanjutnya, deregulasi yakni menyederhanakan dan menghapus regulasi yang menghambat investasi, terutama di sektor strategis; bottlenecking yang merupakan strategi dan tindakan konkret untuk mengurai hambatan atau bottle necks yang menghambat proses investasi, baik di tahap perencanaan, perizinan, pelaksanaan hingga pasca-investasi; serta penyusunan dan penyebarluasan peta peluang investasi yang informatif dan berbasis data sektoral dan spasial.
Di samping itu, kebijakan percepatan investasi dan perdagangan global saat ini telah memandatkan bahwa Danantara menjadi driver pendorong investasi produktif dengan terus memperkuat peran Indonesia dalam global value chain. Kebijakan ini juga didukung dengan peningkatan peran kementerian/lembaga strategis untuk mendorong penguatan kebijakan tersebut.