c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

27 Agustus 2024

15:18 WIB

Soal Kritik Rupiah Di RAPBN 2025, Sri Mulyani: Ketidakpastian Masih Tinggi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi menjadi pertimbangan pemerintah dalam menentukan target-target dalam RAPBN 2025 termasuk kurs rupiah.

<p id="isPasted">Soal Kritik Rupiah Di RAPBN 2025, Sri Mulyani: Ketidakpastian Masih Tinggi</p>
<p id="isPasted">Soal Kritik Rupiah Di RAPBN 2025, Sri Mulyani: Ketidakpastian Masih Tinggi</p>

Petugas menunjukkan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Antara Foto/Muhammad Adimaja

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi menjadi pertimbangan pemerintah dalam menentukan target-target dalam RAPBN 2025 termasuk kurs rupiah.

Sri Mulyani menyebutkan hal itu menanggapi kritik Anggota DPR soal target nilai tukar rupiah di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025,

“Risiko ketidakpastian yang sangat tinggi ini perlu kita waspadai dan cermati,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-4 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 di Jakarta, Selasa (27/8) seperti dilansir Antara.

Nilai tukar rupiah pada RAPBN 2025 ditargetkan sebesar Rp16.100 terhadap dolar Amerika Serikat (AS), lebih tinggi dari target yang ditetapkan pada Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) yang berada pada rentang Rp15.300-Rp15.900.

Anggota DPR, dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-2 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025, menilai target itu tidak sesuai dengan upaya Pemerintah untuk memperkuat nilai tukar rupiah dan tren pelonggaran kebijakan moneter pada 2025.

Baca Juga: Asumsi Kurs 2025 Dipatok Rp16.100, Pengamat: Sangat Rasional

Menanggapi itu, Sri Mulyani menjelaskan rupiah memang mengalami penguatan dalam dua minggu terakhir setelah menerima tekanan yang cukup berat pada tiga bulan sebelumnya.

Kondisi ini menunjukkan adanya faktor global yang mempengaruhi nilai tukar mata uang, terutama dari sisi negara maju.

“Kondisi AS dengan defisit APBN mereka yang sangat besar akan mendorong penerbitan surat berharga yang cukup besar, dan ini berpotensi menahan imbal hasil (yield) US Treasury yang akan berimbas kepada banyak surat berhaga negara berkembang, termasuk Indonesia,” jelas dia.

Suku bunga AS atau Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan akan dipangkas tiga kali pada tahun ini dengan total penurunan 100 basis poin (bps), lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya sebesar 75 bps.

Dengan proyeksi itu, Sri Mulyani optimistis surat berharga Indonesia memiliki daya tarik yang lebih baik dari negara berkembang lainnya.

Untuk diketahui, target suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun dalam RAPBN 2025 ditetapkan sebesar 7,1%.

“Surat berharga Indonesia di antara emerging market memiliki daya tarik yang cukup besar karena fondasi fiskal yang terjaga baik,” ujar Menkeu.

Penguatan rupiah belakangan ini disebut turut ditopang oleh kinerja perekonomian domestik, salah satunya proyeksi neraca pembayaran. 

“Oleh karena itu, ekspor dan defisit transaksi berjalan menjadi sangat penting, dan ini bergantung pada produktivitas dan tingkat kompetisi perekonomian kita,” tambah dia.

Di sisi lain, landasan ekonomi makro Indonesia juga diyakini memberikan kredibilitas yang baik, terutama dari sisi fiskal. Imbasnya, Indonesia mampu menarik arus modal kembali pada saat terjadi ketidakpastian.

“Untuk itu, kita mengapresiasi untuk bisa membahas mengenai nilai tukar dan yield SBN, terutama pada situasi yang sangat dinamis, baik dari sisi global maupun dalam negeri,” tuturnya. 

Masih Rasional
Analis Pasar Uang sekaligus Direktur Utama PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai, asumsi kurs Rp16.100 per dolar AS adalah besaran yang rasional sebagai bekal perekonomian tahun depan.

"Sangat rasional sekali (asumsi Rp16.100 per dolar AS) dalam kondisi saat ini. Jangan kita membuat asumsi di Rp15.500 per dolar AS, itu sangat berbahaya," ujarnya saat dihubungi Validnews, Jumat (16/8).

Dia menerangkan, penetapan asumsi nilai tukar yang lebih rendah atau sama dengan tahun ini berbahaya lantaran bakal menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri, jika tahun depan kurs melambung tapi target asumsinya rendah.

Baca Juga: GAPMMI: Pelemahan Rupiah Berpotensi Kerek Harga Bahan Baku Impor

Jika demikian, Ibrahim menuturkan, akan terjadi pembengkakan utang. Karena pemerintah berekspektasi rupiah hanya di angka Rp15.000 per dolar AS, tapi kenyataannya rupiah melemah, misalnya, hingga tembus Rp16.500 per dolar AS. Selisihnya saja sudah mencapai Rp1.500.

"Kalau seandainya kondisi nanti harganya di atas itu (Rp15.000 per dolar AS), berarti pemerintah harus kembali mencari utang-utang segar," katanya.

Oleh karena itu, Ibrahim menilai patokan asumsi kurs yang lebih tinggi tahun depan justru lebih bagus. Salah satu sisi positifnya, ketika tahun 2025 rupiah menguat dan berada di bawah asumsi ekonomi makro senilai Rp16.100, maka pemerintah bisa meraup untung dari selisih kurs tersebut.

"Tahun 2025, pemerintah mengasumsikan nilai tukar lebih besar dibandingkan sebelumnya. Seandainya nanti rupiah di bawah Rp15.000, itu akan ada keuntungan tersendiri bagi pemerintahan yang akan datang, Prabowo Subianto," tutur Ibrahim.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar