17 Agustus 2024
17:54 WIB
Asumsi Kurs 2025 Dipatok Rp16.100, Pengamat: Sangat Rasional
Ketika realisasinya rupiah berada di bawah asumsi kurs Rp16.100, pengamat meyakini pemerintah bisa mendapat keuntungan dari selisih kurs, dan tidak terjadi defisit anggaran.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Pegawai menunjukan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di Dolarindo Money Changer, Jakarta Selatan, Senin (14/9/2022). ValidnewsID/Fikhri Fathoni
JAKARTA - Pada masa pemerintahan Presiden Terpilih, Prabowo Subianto tahun depan, nilai tukar rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2025 ditargetkan sebesar Rp16.100 per dolar Amerika Serikat.
Asumsi nilai tukar itu lebih tinggi dibandingkan target 2024 senilai Rp15.000 per dolar AS. Analis Pasar Uang sekaligus Direktur Utama PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai, asumsi kurs Rp16.100 per dolar AS adalah besaran yang rasional sebagai bekal perekonomian tahun depan.
"Sangat rasional sekali (asumsi Rp16.100 per dolar AS) dalam kondisi saat ini. Jangan kita membuat asumsi di Rp15.500 per dolar AS, itu sangat berbahaya," ujarnya saat dihubungi Validnews, Jumat (16/8).
Ia menerangkan, penetapan asumsi nilai tukar yang lebih rendah atau sama dengan tahun ini berbahaya lantaran bakal menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri, jika tahun depan kurs melambung tapi target asumsinya rendah.
Jika demikian, Ibrahim menuturkan, akan terjadi pembengkakan utang. Karena pemerintah berekspektasi rupiah hanya di angka Rp15.000 per dolar AS, tapi kenyataannya rupiah melemah, misalnya, hingga tembus Rp16.500 per dolar AS. Selisihnya saja sudah mencapai Rp1.500.
"Kalau seandainya kondisi nanti harganya di atas itu (Rp15.000 per dolar AS), berarti pemerintah harus kembali mencari utang-utang segar," katanya.
Baca Juga: GAPMMI: Pelemahan Rupiah Berpotensi Kerek Harga Bahan Baku Impor
Oleh karena itu, Ibrahim menilai patokan asumsi kurs yang lebih tinggi tahun depan justru lebih bagus. Salah satu sisi positifnya, ketika tahun 2025 rupiah menguat dan berada di bawah asumsi ekonomi makro senilai Rp16.100, maka pemerintah bisa meraup untung dari selisih kurs tersebut.
"Tahun 2025, pemerintah mengasumsikan nilai tukar lebih besar dibandingkan sebelumnya. Seandainya nanti rupiah di bawah Rp15.000, itu akan ada keuntungan tersendiri bagi pemerintahan yang akan datang, Prabowo Subianto," tutur Ibrahim.
Dia meyakini, jika realisasi nilai tukar lebih rendah dari asumsi kurs tahun depan, maka kondisi tersebut dapat memacu produk domestik bruto (PDB). Itu karena postur anggaran dalam APBN 2025 dipatok menggunakan kurs Rp16.100.
"Karena pemerintah sudah memberikan tenggang untuk head-nya itu lebih tinggi. Ini lebih bagus, lebih baik dibandingkan sebelumnya," kata Ibrahim.
Menurutnya, pemerintah bukannya pesimis sampai menaikkan target nilai tukar rupiah menjadi Rp16.100 per dolar AS tahun depan. Justru ia menilai, pemerintah sudah mempertimbangkan beberapa faktor saat menyusun asumsi ekonomi makro termasuk kurs.
Di antaranya, masih berlangsungnya gejolak geopolitik, seperti di Timur Tengah, perang Rusia dan Ukraina, pemilihan presiden di Amerika Serikat, dan potensi perang dagang. Konflik yang belum ada ujungnya ini dikhawatirkan bakal berdampak ke perekonomian global.
Namun di satu sisi, Ibrahim juga melihat ada kemungkinan perekonomian global akan membaik dan terjadi penurunan suku bunga Fed Fund Rate. Ia mengatakan, sederet asumsi dan peristiwa tersebut lah yang membuat pemerintah mengerek target asumsi kurs rupiah 2025.
"Nah asumsi-asumsi ini akhirnya muncullah patokan untuk rupiah itu di Rp16.100 per dolar AS. Jadi jangan menganggap di level ini 'oh pemerintah ada ketakutan rupiah ini akan mengalami pelemahan', bukan, ini menjaga momentum," terang Analis Pasar Uang itu.
Jika Realisasi di Bawah Asumsi
Ibrahim menambahkan, pada 2025 pemerintahan baru juga bertugas melanjutkan program yang belum diselesaikan di masa Presiden Jokowi. Di antaranya, pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) dan infrastruktur lainnya.
Dia menilai program tersebut bakal membuat anggaran belanja negara bengkak. Akibatnya, pemerintah perlu menarik utang. Oleh karena itu, dia mewanti-wanti memang pemerintah harus menjaga asumsi kursnya terlebih dahulu.
Baca Juga: Menkeu: Rupiah Lemah Potensial Lebarkan Belanja Subsidi 2024
"Dari sisi kurs, ini salah satu strategi pemerintah ke depan, karena pemerintah ini melanjutkan program-program pemerintah yang belum terselesaikan, terutama infrastruktur yang membuat anggaran belanja negara itu membengkak," ucap Ibrahim.
Analis Pasar Uang itu kembali menekankan, kalau kurs rupiah tahun depan berada di bawah asumsi Rp16.100, berarti akan menjadi keuntungan bagi pemerintah. Selain itu, tidak akan terjadi defisit.
Dari kacamata politik anggaran, Ibrahim pun menyampaikan, APBN tahun fiskal 2025 juga masih bisa dilakukan penyesuaian dan diubah, kemudian perubahannya disusun dalam APBN Perubahan (APBN-P).
"Harus bisa menjaga-jaga dari kursnya dulu. Kalau kursnya nanti di bawah Rp16.100 berarti ini keuntungan tersendiri bagi pemerintah, dan karena yang namanya APBN, nanti akan ada APBN Perubahan," tutupnya.