31 Desember 2024
19:08 WIB
Soal Deforestasi Sawit, Serikat Petani Kelapa Sawit Tanggapi Prabowo
Dewan SPKS Mansuetus Darto beri sejumlah tanggapan dari pernyataan Prabowo yang menilai penambahan lahan sawit tak perlu khawatirkan deforestasi.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Fin Harini
Foto udara kendaraan melintas di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di Pangkalan Ban teng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (7/11/2022). Sumber: AntaraFoto/Makna Zaezar
JAKARTA - Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto menegaskan, pernyataan Presiden Prabowo yang menyebut Indonesia tak perlu khawatir dengan deforestasi untuk menambah lahan penanaman kelapa sawit, justru bertolak belakang dengan inisiatif pemerintah yang ingin sawit nasional berkelanjutan.
Menurut Mansuetus, selama ini pemerintah telah getol mendorong sawit nasional agar lebih kompetitif, salah satunya dengan pendekatan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Dalam pendekatan tersebut, juga diatur soal standar anti deforestasi.
"Pernyataan tersebut sama halnya menghendaki untuk bubarkan ISPO dan bubarkan rencana aksi nasional sawit dan nasional dashboard yang dibuat pemerintah untuk perbaikan tata kelola sawit," ucap Mansuetus dalam keterangan tertulis, Selasa (31/12).
Baca Juga: Indonesia Dan Malaysia Kerja Sama Dengan Uni Eropa Buat Panduan Deforestasi Bagi Petani Kecil
Tak hanya itu, Mansuetus juga menyoroti rencana Presiden Prabowo yang ingin mengejar pendapatan pajak melalui sawit ilegal mencapai Rp300 triliun. Adanya pernyataan penambahan lahan sawit tanpa khawatirkan deforestasi, tentu berpotensi mendorong meningkatnya sawit ilegal. Ia pun mengingatkan agar pemerintah kembali fokus menarik pajak Rp300 triliun tersebut.
Selanjutnya, Mansuetus juga menilai jika dari perspektif pasar, maka pernyataan Prabowo akan membuat sawit nasional tidak memiliki daya saing lagi ke depannya dengan sawit dari negara-negara lainnya.
Sementara pelaku sawit nasional saat ini tengah berkejar dengan waktu pelaksanaan EUDR yang tertunda setahun. Karena, aturan deforestasi Eropa akan berlaku pada Januari 2026 mendatang. Adapun saat ini baik petani maupun pengusaha sawit tengah memperbaiki dan membenahi rantai pasok dengan traceability atau ketertelusuran.
"Semestinya Pak Prabowo fokus pada peningkatan produktivitas sawit melalui percepatan peremajaan sawit yang dinilai sedikit lambat pada masa Jokowi. Jika ini dilakukan maka akan berkontribusi pada peningkatan produktivitas 20% sawit nasional hingga 2029 (masa jabatan akhir presiden) tanpa harus melakukan deforestasi lagi," imbuh dia.
Selain itu Mansuetus menuturkan agar pemerintah meninjau ulang rencana pengaturan sanksi hukum bagi sawit ilegal yang berpotensi menambah pendapatan negara Rp300 triliun.
Baca Juga: Miris, Riset INDEF Tunjukkan Banyak Petani Sawit RI Tak Tahu EUDR
Sebelumnya, dilansir dari Antara, saat memberikan pengarahan pada Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Kementerian PPN/Bappenas Jakarta, Senin (30/12), Presiden membantah kelapa sawit telah menyebabkan deforestasi atau penggundulan hutan.
Presiden Prabowo pun menyinggung soal tuduhan deforestasi akibat perkebunan kelapa sawit dari Uni Eropa yang ditujukan kepada Indonesia. Uni Eropa mengeluarkan kebijakan yang menolak produk kelapa sawit Indonesia karena dianggap menimbulkan deforestasi.
"Bahkan mereka bingung waktu mereka mau ngomong-ngomong membatasi, kita tidak boleh (ekspor). Eropa kan mau membatasi, bingung sendiri. Oh terima kasih kita enggak jual ke Anda. Terima kasih, saya bilang," kata Prabowo.