c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

23 Oktober 2024

18:27 WIB

Miris, Riset INDEF Tunjukkan Banyak Petani Sawit RI Tak Tahu EUDR

Ekonom menyebut masih banyak petani sawit kecil di Indonesia belum mengetahui kebijakan EUDR. Sebanyak 94% petani sawit yang menjadi responden tidak pernah mendengar tentang kebijakan EUDR.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<p>Miris, Riset INDEF Tunjukkan Banyak Petani Sawit RI Tak Tahu EUDR</p>
<p>Miris, Riset INDEF Tunjukkan Banyak Petani Sawit RI Tak Tahu EUDR</p>

Petugas sedang melakukan pemeriksaan rutin dan berkala terhadap komoditas cangkang kelapa sawit di kapal untuk memastikan memenuhi syarat diekspor menuju Jepang. Antara/HO-Barantan Banjarmasin

JAKARTA - Ekonom Senior INDEF Fadhil Hasan menyampaikan, mayoritas petani sawit di dalam negeri belum mengetahui soal kebijakan Peraturan Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation/EUDR). Padahal, jika kebijakan tersebut nantinya berlaku akan sangat berdampak pada pekerjaan petani sawit.

Adapun hal tersebut diketahui lewat hasil riset yang dilakukan oleh pihaknya terhadap petani kelapa sawit. Survei menyasar sebanyak 500 orang responden yang berasal dari tiga lokasi penghasil sawit terbanyak, yaitu Kabupaten Siak di Provinsi Riau, Kabupaten Mesuji di Provinsi Lampung, dan Kabupaten Ketapang di Provinsi Kalimantan Barat. 

Survei tersebut menunjukkan, sebanyak 94% petani yang menjadi responden tidak pernah mendengar tentang kebijakan EUDR. Dengan temuan ini, Fadhil menilai, adanya kesenjangan signifikan pada pengetahuan dan kesadaran di kalangan petani kecil, terutama soal kebijakan.

"(Sebanyak) 94% responden tidak pernah dengar aturan EUDR ini, padahal aturan ini akan sangat berdampak pada mereka," ucap Fadhil dalam diskusi publik INDEF 'Waktu Tambahan Untuk EUDR' yang dipantau daring, Jakarta, Rabu (23/10).

Dengan kenyataan ini juga, Fadhil mengimbau agar pemerintah lebih masif lagi untuk mengrdukasi dan menjangkau petani agar mengetahui perihal ketentuan EUDR. Dia pun berharap, petani sawit kecil di tanah air juga dapat memahami aturan, persyaratan, dan potensi dampak EUDR terhadap penghidupan mereka.

Berkaitan dengan masih minimnya pengetahuan petani sawit kecil, temuan survei ini juga mengungkapkan sekitar 76% responden masih menjual Tandan Buah Segar (TBS) ke agen atau pengepul, bukan ke pabrik.

Baca Juga: Indonesia Dan Malaysia Kerja Sama Dengan Uni Eropa Buat Panduan Deforestasi Bagi Petani Kecil

"Petani kecil mungkin memiliki kendali terbatas atas ketertelusuran (traceability) dan transparansi produk mereka. Sementara EUDR mensyaratkan pelacakan rantai pasok yang jelas untuk memastikan sumber bebas deforestasi dan ketergantungan pada perantara dapat mempersulit pemenuhan persyaratan ini," tegasnya. 

Temuan survei sama juga menunjukkan, bahwa partisipasi sertifikasi perkebunan keberlanjutan para petani yang masih rendah. Sebanyak 74,49% petani mengaku tidak tersertifikasi skala global seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) maupun sertifikasi skala nasional berupa Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).


Tercatat, petani yang memiliki sertifikasi ISPO hanya sekitar 9,08%, sementara RSPO hanya 16,44%. Hal ini diakui Fadhil bisa menjadi hambatan besar petani sawit Indonesia untuk memenuhi kepatuhan dalam persyaratan EUDR.


Lebih lanjut, Fadhil menginfomasikan, terdapat empat dokumen yang harus petani penuhi terkait kesiapan teknis untuk mematuhi EUDR ketika diterapkan nanti.

Pertama soal dokumen geolokasi, yang Fadhil sayangkan karena nyatanya masih sedikit dimiliki oleh petani. Survei menemukan sebanyak 69% responden petani sawit belum mengetahui dokumen geolokasi.

Kedua, dokumen sertifikasi tanah yang persentasenya tergolong tinggi mencapai 83%, alias mayoritas petani memiliki sertifikasi tanah. Namun begitu, Fadhil garisbawahi, masih ada kesenjangan signifikan di aspek lain, seperti pengetahuan geolokasi, kepemilikan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), dan kepemilikan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) Perkebunan yang kesemuanya masih rendah.

Baca Juga: EUDR Ditunda, Indonesia Diminta Tetap Bersiap

Ketiga, dokumen mengenai SPPL yang responden petani sawit akui kepemilikannya baru mencapai 41%. Keempat, dokumen STDB yang baru hanya dimiliki oleh 33% responden petani sawit.

Khusus mengenai kepemilikan dokumen STDB, Ketua Tim Kerja Pemasaran Internasional Ditjenbun Kementan Muhammad Fauzan Ridha menyampaikan, hingga 22 Oktober 2024, baru ada 3,14% dari total pekebun sawit di Indonesia yang berpartisipasi di E-STDB.

Jumlah tersebut setara dengan luar area 451,4 ribu ha, dengan total pekebun sebanyak 79.243 orang. Secara rinci,  dalam kurun waktu yang sama, partisipasi E-STDB di tahap pendataan sebanyak 24.575 orang, verifikasi 10.522 orang, penerbitan 1.887 orang, dan terbit 42.259 orang.

Voting Penundaan EUDR
Selanjutnya, Fadhil menginformasikan, hari ini anggota parlemen Eropa sedang melaksanakan voting terkait prosedur penundaan EUDR.

"Jadi belum ada vote terkait apakah mereka setuju (ditunda) atau tidak. Baru voteterkait apakah mereka setuju dengan prosedur mendesak terkait penundaan EUDR," ucap Fadhil. 

Nantinya, akan ada dua voting yang dilakukan oleh anggota parlemen Eropa. Pertama, voting yang dikakukan hari ini. Kedua, voting akan dilaksanakan pada November atau Desember mendatang perihal setuju atau tidaknya penundaan EUDR.


"Tapi nampaknya mereka akan setuju, karena koalisi terbesar parlemen Eropa adalah, saya kira sudah menyetujui adanya penundaan EUDR," ucap Fadhil.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar