15 April 2025
13:36 WIB
Sistem Kuota Impor Dihapus, Bapanas Pastikan Petani-Peternak Tetap Dilindungi
Bapanas memastikan perlindungan terhadap petani dan peternak di dalam negeri menyusul rencana penghapusan sistem kuota impor. Impor akan berfokus pada komoditas pangan yang tidak mencukupi.
Editor: Khairul Kahfi
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi. Antara/Harianto
JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi memastikan perlindungan terhadap petani dan peternak di dalam negeri tetap dilakukan, menyusul rencana Presiden Prabowo Subianto menghapus sistem kuota impor.
Selain memastikan perlindungan terhadap petani dalam negeri, Arief menjelaskan, impor yang akan dilakukan nantinya berfokus pada komoditas pangan yang tidak mencukupi.
"Komoditas yang diimpor pun hanya yang kurang atau insufficient. Misalnya, produksi dalam negeri daging itu kan tidak bisa mencukupi seluruh kebutuhan kita," kata Arief melansir Antara, Jakarta, Selasa (15/4).
Baca Juga: Kemendag Bersama K/L Terkait Siap Bahas Penghapusan Kuota Impor
Menurutnya, permintaan Presiden Prabowo Subianto mengenai kuota impor dimaksudkan untuk memperluas kesempatan pengusaha importir.
"Bapak Presiden maksudnya supaya dipermudah, dibuka seluas-luasnya (akses importir ke perizinan impor), jangan hanya 1-2 perusahaan saja. Angkanya kan sudah ada di neraca komoditas, itu yang dibuka. Jangan ditafsirkan bahwa semuanya dibuka untuk impor. Tidak begitu," ujarnya.
Data Proyeksi Neraca Pangan yang diolah Bapanas, komoditas daging ruminansia seperti daging sapi dan kerbau menunjukkan, masih ada selisih defisit antara ketersediaan stok terhadap kebutuhan konsumsi.
Disebutkan stok daging di awal 2025 mencapai 65,6 ribu ton. Selanjutnya, dari angka tersebut ditambahkan proyeksi produksi sapi/kerbau dalam negeri setahun sekitar 410,3 ribu ton dan hasil pemotongan sapi/kerbau bakalan di 141,3 ribu ton. Sehingga total ketersediaan berada di angka 617,3 ribu ton.
Sementara proyeksi kebutuhan konsumsi daging untuk setahun secara nasional di angka 766,9 ribu ton.
Selain daging ruminansia, Proyeksi Neraca Pangan juga menunjukkan komoditas kedelai dan bawang putih juga memerlukan pengadaan dari luar negeri.
Baca Juga: Wamentan Jelaskan Maksud Prabowo Minta Hapus Kuota Impor
Hal itu, karena total ketersediaan stok kedelai yang berasal dari stok awal tahun dan perkiraan produksi setahun hanya berkisar 392 ribu ton, sedangkan kebutuhan konsumsi setahun berada di angka hingga 2,6 juta ton.
Sementara, total ketersediaan stok bawang putih mencapai 110 ribu ton, yang merupakan akumulasi dari stok awal tahun 87 ribu ton dan perkiraan produksi setahun yang hanya sebanyak 23 ribu ton. Sementara estimasi kebutuhan konsumsi bawang putih selama setahun di 2025 bisa mencapai 622 ribu ton.
Tetap Utamakan Produksi Domestik
Kendati begitu, menurut Arief, pemerintah tetap mengutamakan produksi pangan dalam negeri. Dia juga menyampaikan penyusunan neraca komoditas pun diusung dengan semangat melindungi petani dan peternak Indonesia.
"Produksi dalam negeri itu selalu menjadi yang utama, nomor satu itu. Adapun kalau belum cukup atau insufficient, nah itu baru dipikirkan pengadaan dari luar negeri. Jadi pengadaan dari luar negeri itu adalah alternatif terakhir," terang Arief.
Menurutnya, presiden mempertimbangkan pentingnya menjaga keseimbangan perdagangan dengan menyesuaikan impor sesuai kebutuhan, sambil terus mendorong peningkatan produksi dalam negeri untuk memperkuat ketahanan dan kemandirian ekonomi nasional.
Baca Juga: Ekonom: Relaksasi Impor Harus Dilakukan Secara Hati-Hati
"Bapak Presiden juga mempertimbangkan perlu adanya trade balance. Jadi, kalau kita ekspor ke suatu negara, kita juga perlu menyeimbangkan impor kita dari sana sesuai kebutuhan kita. Tapi kita juga harus sambil meningkatkan produksi dalam negeri," beber Arief.
Proyeksi neraca komoditas yang disusun pemerintah memuat angka-angka kredibel yang tetap bertujuan melindungi kepentingan produsen pangan dalam negeri. Pengadaan luar negeri, lanjutnya, senantiasa akan diupayakan tidak memberi dampak disruptif.
"Jadi sekali lagi, bukan impornya dibuka sebanyak-banyaknya masuk ke sini. Kita ada neracanya, yang maksudnya lebih ke melindungi para petani dan peternak. Ini kita susun bersama-sama dengan kementerian lembaga dan semua stakeholder pangan," bebernya.