23 September 2024
19:37 WIB
Setoran Pajak Hingga Agustus 2024 Terkumpul Rp1.196 T
Penerimaan pajak periode Januari-Agustus 2024 telah terkumpul Rp1.196,54 triliun atau mencapai 60,16% dari target. Secara tahunan, setoran pajak masih kontraksi 4%.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan jajaran Dirjen Kementerian Keuangan sebelum paparan APBN Kita di Jakarta, Senin (23/9/2024). ValidNewsID/Khairul Kahfi
JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono melaporkan penerimaan pajak nasional sepanjang Januari sampai Agustus 2024 terealisasi Rp1.196,54 triliun. Jumlah itu mencapai 60,16% dari target yang dipatok senilai Rp1.989 triliun.
Meski demikian, realisasi penerimaan pajak RI terpantau masih anjlok 4% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Thomas menilai, kinerja penerimaan tersebut masih lebih baik karena mampu menjaga momentum pertumbuhan dalam tahun ini.
"Penerimaan pajak sampai Agustus 2024 telah terkumpul sebesar Rp1.196,54 triliun atau 60,16% dari target APBN," ujarnya dalam APBN Kita, Senin (23/9).
Wamenkeu II pun memaparkan, ada 4 komponen penerimaan pajak. Dari keempat komponen tersebut, ada dua komponen penerimaan yang anjlok yaitu PPh non migas dan PPh migas. Sementara dua lainnya, yakni PPN dan PPnBM serta PBB dan pajak lainnya masih tumbuh positif.
Baca Juga: Banggar Minta Pemerintah Baru Kerahkan Best Effort Penuhi Penerimaan Pajak Rp2.490 T
Pertama, setoran pajak yang berasal dari PPh non migas terkumpul Rp665,52 triliun atau kontraksi sebesar 2,46%. Penerimaan tersebut kontraksi akibat pelemahan harga komoditas tahun lalu yang menyebabkan profitabilitas 2023 menurun dan berdampak pada setoran pajak.
Kedua, PPN dan PPnBM terkumpul Rp470,81 triliun atau tumbuh sebesar 7,36%. Wamenkeu II menerangkan, kinerja penerimaan PPN dan PPnBM positif sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang terjaga, mengingat itu merupakan jenis pajak konsumsi.
Ketiga, setoran PBB dan Pajak Lainnya terkumpul Rp15,76 triliun atau tumbuh sebesar 34,18%. Penerimaan ini tumbuh ditopang penerimaan PBB dari sektor pertambangan.
Keempat, PPh migas terkumpul Rp44,45 triliun atau mengalami kontraksi sebesar 10,23%. Wakil Menkeu Sri Mulyani menerangkan, penerimaan ini anjlok karena terjadi penurunan lifting minyak bumi.
Kemenkeu mencatat realisasi lifting minyak per Agustus 2024 sebanyak 569.600 barel per hari. Sementara itu, target lifting minyak yang dipatok dalam APBN Tahun Anggaran 2024 sebanyak 635.000 barel per hari.
Didominasi Setoran PPN DN dan Industri Manufaktur
Selanjutnya, Thomas memaparkan penerimaan pajak Januari-Agustus 2024 berdasarkan aktivitas dan kinerja kegiatan usaha. Secara keseluruhan, ada 8 jenis setoran pajak. Dari jumlah itu, ada 2 yang mengalami kontraksi secara neto, yaitu PPh Badan sebesar 32,1% dan PPN Dalam Negeri (DN) sebesar 4,9%.
"PPh Badan mengalami kontraksi yang disebabkan penurunan kinerja perusahaan pada 2023, akibat penurunan harga komoditas sehingga pembayaran PPh Badan tahunan dan masanya berkurang, serta peningkatan restitusi," terangnya.
Namun, kedua jenis pajak tersebut kontribusinya mendominasi setoran nasional. Adapun penerimaan PPN DN terkumpul senilai Rp275,69 triliun atau 23% dari penerimaan pajak nasional. Kemudian disusul PPh Badan terkumpul Rp212,7 triliun (17,8%).
Berikutnya, setoran PPh Pasal 21 terkumpul Rp176,14 triliun (14,7%), lalu PPh 22 Impor terkumpul Rp50,99 triliun (4,3%), PPh Orang Pribadi terkumpul Rp11,44 triliun (1,0%).
Ada juga penerimaan dari PPh Pasal 26 tercapai Rp61,46 triliun (5,1%), lalu PPh Final sebesar Rp87,99 triliun (7,4%), serta PPN Impor dengan setoran Rp176,33 triliun (14,7%).
Baca Juga: PR Menkeu Baru Berat, PP Kesehatan Hilangkan Rp160 T Penerimaan Negara
Selanjutnya, Thomas menyampaikan, penerimaan pajak berdasarkan 8 sektor usaha atau industri sepanjang Januari-Agustus 2024.
Kemenkeu mencatat dari 8 sektor usaha, ada 2 yang pertumbuhan netonya anjlok. Itu terdiri dari setoran pajak industri pengolahan dan pertambangan, yang masing-masing terkontraksi sebesar 12,2% dan 50,5%.
Meski demikian, industri pengolahan menjadi kontributor penerimaan pajak nasional terbesar dengan porsi 25,4% dan setoran senilai Rp287,9 triliun. Kemudian disusul pajak dari industri perdagangan dengan porsi 25,3% dan setoran senilai Rp287,5 triliun.
Sementara sisanya, pajak dari sektor jasa keuangan dan asuransi 14,2% atau terkumpul Rp160,82 triliun, sektor pertambangan 5,8% atau terkumpul Rp65,9 triliun, transportasi dan pergudangan 4,8% atau terkumpul Rp54,19 triliun.
Kemudian, pajak dari sektor usaha konstruksi dan real estat 4,7% atau terkumpul Rp53,85 triliun, sektor usaha informasi dan komunikasi 3,7% atau terkumpul Rp41,45 triliun, serta pajak dari jasa perusahaan 3,7% atau Rp41,26 triliun.
"Dari sisi penerimaan sektoral, mayoritas sektor utama terutama yang terkait dengan komoditas mampu mencatatkan kinerja positif," klaim Thomas.