c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

19 September 2024

20:04 WIB

Banggar Minta Pemerintah Baru Kerahkan Best Effort Penuhi Penerimaan Pajak Rp2.490 T

Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mendorong pemerintah baru untuk nantinya bisa mengerahkan usaha terbaik (best effort) dalam memenuhi target penerimaan perpajakan tahun depan.

Penulis: Khairul Kahfi

<p>Banggar Minta Pemerintah Baru Kerahkan <em>Best Effort</em> Penuhi Penerimaan Pajak Rp2.490 T</p>
<p>Banggar Minta Pemerintah Baru Kerahkan <em>Best Effort</em> Penuhi Penerimaan Pajak Rp2.490 T</p>

Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah usai menghadiri Rapat Paripurna soal Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU APBN TA 2025, Jakarta, Kamis (19/9). Validnews/Khairul Kahfi

JAKARTA - Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mendorong pemerintah baru untuk nantinya bisa mengerahkan usaha terbaik (best effort) dalam memenuhi target penerimaan perpajakan tahun depan. DPR sudah sepakat menargetkan penerimaan perpajakan dalam APBN 2025 sebesar Rp2.490,91 triliun, yang terdiri dari pajak Rp2.189,3 triliun dan bea-cukai Rp301,6 triliun.

Adapun target perpajakan itu terlepas dari finalisasi kebijakan PPN tahun depan naik menjadi 12% atau tetap 11% seperti saat ini. Sebagai pengingat, UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengamanatkan PPN naik menjadi 12% pada 1 Januari 2025, dari yang sebelumnya sebesar 10% menjadi 11% di 2022.

“Asumsinya (penerimaan perpajakan), bukan pakai 11 atau 12% (PPN saja). (Terpenting, perlu) ada best effort yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini penerimaan perpajakan yang Rp2.490,91 triliun,” katanya usai menghadiri Rapat Paripurna soal Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU APBN TA 2025, Jakarta, Kamis (19/9).

Dirinya pun menyebutkan pemerintah bisa tidak serta-merta menjalankan untuk segera mengubah PPN dari 11% menjadi 12% di awal tahun depan, kendati sudah masuk amanat UU HPP. 

Dirinya pun mendukung pemerintah baru mematangkan kebijakan ini masak-masak sebelum diteken, terlebih daya beli masyarakat domestik yang disinyalir sedang tertekan.

Baca Juga: DPR Sahkan RUU APBN 2025 Menjadi Undang-Undang

“(Jangan buru-buru PPN 12%), tapi mari kita hitung juga kemampuan daya beli masyarakat tahun depan seperti apa, kemudian pada saat yang sama dampaknya terhadap pendapatan tenaga kerja kita. Itu harus di hitung semua,” tegasnya.

Dirinya pun meminta semua pihak untuk tidak berspekulasi lebih jauh mengenai kebijakan fiskal baru nanti. Said juga menyarankan untuk pembahasan PPN 12% dibahas setelah pemerintah baru memulai perjalanannya nanti.

“Menurut perkiraan saya, alangkah baiknya dan alangkah eloknya, naik dan tidak naiknya itu (PPN) dibahas nanti di kuartal I/2025 yang akan datang,” jelasnya.

Menurutnya, naik atau tetapnya kebijakan PPN saat ini tidak akan terlalu berpengaruh pada target pajak tahun depan. Info saja, pemerintah dan Banggar DPR cenderung menyetujui besaran target perpajakan yang diusung pada RAPBN yang kemudian disetujui menjadi UU APBN 2025.

“Ya itu effort, best effort yang harus dilakukan oleh pemerintah dengan target (perpajakan) Rp2.490,91 triliun, itu saja. Bahwa di tengah jalan nanti pemerintahan baru berpikir itu perlu dinaikkan atau tidak 1%, dari 11 ke 12%, itu sudah menjadi kebijakan pemerintahan baru yang akan datang,” terangnya. 

Mengutip buku RAPBN 2025 dan Nota Keuangan, memperhatikan proyeksi kinerja ekonomi nasional yang membaik, keberlanjutan reformasi perpajakan, tantangan, dan potensi, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan pada 2025 diperkirakan sebesar Rp2.490.911,6 miliar.

Baca Juga: Ratas Soal RAPBN 2025, Jokowi Minta Akomodasi Program Presiden Terpilih

Spesifik, penerimaan pajak lima tahun terakhir mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain dinamika perekonomian global dan domestik, perkembangan harga komoditas utama, dan kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah. Namun demikian, kinerja penerimaan pajak menunjukkan tren peningkatan terutama sejak pemulihan ekonomi dari dampak pandemi covid-19. 

Pada 2020, penerimaan pajak terkontraksi 19,6%. Hal tersebut dikarenakan kontraksi sebagian besar jenis pajak utama seperti PPh Badan, PPN Dalam Negeri, dan pajak-pajak dalam rangka impor akibat perlambatan ekonomi yang signifikan, penurunan harga komoditas, serta pemberian insentif perpajakan dalam rangka penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional. 

Selanjutnya di 2021, penerimaan pajak mampu tumbuh sebesar 19,3% sejalan dengan berbagai upaya penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional yang mendorong perekonomian. 

Capaian positif itu berlanjut hingga 2022, dengan pertumbuhan signifikan mencapai 34,3%. Dipengaruhi berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional, implementasi kebijakan UU HPP, antara lain PPS dan penyesuaian tarif PPN, serta tren peningkatan harga komoditas utama yang salah satunya dipengaruhi oleh kondisi geopolitik dunia. 

Pada 2023, penerimaan pajak mampu tumbuh 8,8% yang dipengaruhi oleh terjaganya kondisi ekonomi domestik dan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Selain menggalakkan reformasi perpajakan, pengawasan yang komprehensif dan terarah juga dilakukan sepanjang tahun 2023. 

Hal tersebut dilakukan melalui pengawasan pasca-PPS, pengawasan berbasis risiko, pembentukan Komite Kepatuhan, perluasan basis data dan kemudahan akses informasi perpajakan, serta penerapan pajak untuk ekonomi digital.

Pada 2024, penerimaan pajak diproyeksikan tetap tumbuh positif seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi. Meskipun menghadapi beberapa tantangan seperti penurunan PPh Badan akibat turunnya profitabilitas perusahaan di tahun sebelumnya, sebagai dampak moderasi harga komoditas pada 2023 dan peningkatan restitusi. 

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, penerimaan pajak pada 2025 diperkirakan mencapai Rp2.189.307,2 miliar. Target penerimaan pajak tersebut mempertimbangkan proyeksi kinerja ekonomi dan keberlanjutan reformasi pajak. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar