c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

23 September 2024

18:43 WIB

PR Menkeu Baru Berat, PP Kesehatan Hilangkan Rp160 T Penerimaan Negara

PP Kesehatan dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan yang merestriksi soal bisnis rokok dan industri tembakau berpotensi membuat penerimaan negara raib dan terjadi PHK.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">PR Menkeu Baru Berat, PP Kesehatan Hilangkan Rp160 T Penerimaan Negara</p>
<p id="isPasted">PR Menkeu Baru Berat, PP Kesehatan Hilangkan Rp160 T Penerimaan Negara</p>

Diskusi Publik Industri Tembakau Suram, Penerimaan Negara Muram, di Jakarta, Senin (23/9). ValidNewsID/ Aurora KM Simanjuntak

JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 dan aturan turunannya, Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), yang merestriksi soal rokok masih menuai kontroversi sampai sekarang, terutama bagi para pelaku usaha dan industri dalam negeri.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melihat, dampak penerapan PP Kesehatan terhadap perekonomian RI ada dua. Penerimaan negara berpotensi hilang senilai Rp160,6 triliun dan bakal terjadi PHK terhadap 2,29 juta orang.

Karena dampak tersebut, Ekonom Senior Indef Tauhid Ahmad menilai, tugas Menteri Keuangan (Menkeu) berikutnya, di zaman pemerintahan Prabowo, akan lebih berat nantinya. Apalagi jika ingin mengerek tax ratio atau rasio perpajakan lebih dari 10%.

"Betapa beratnya PR Menteri Keuangan yang baru ingin menaikkan rasio pajak kalau sudah harus kehilangan Rp160,6 triliun," ujarnya dalam Diskusi Publik Industri Tembakau Suram, Penerimaan Negara Muram, di Jakarta, Senin (23/9).

Baca Juga: PP Kesehatan Bakal Berimbas ke Industri, Ini Penjelasan Kemenperin

Secara rinci, Tauhid menjelaskan, sedikitnya ada 3 butir skenario yang membuat penerimaan negara bisa raib. Skenario 1, wacana perumusan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Permenkes justru bakal mendorong maraknya downtrading.

Downtrading adalah fenomena di mana konsumen mulai beralih ke produk rokok yang lebih murah. Indef memprediksi, penerimaan negara bisa hilang senilai Rp95,6 triliun akibat skenario 1 ini.

"Kemasan polos mendorong downtrading hingga switching ke rokok ilegal lebih cepat, berdampak pada permintaan produk legal sebesar 42,09%," tutur Tauhid.

Skenario 2, PP Kesehatan dan Rancangan Permenkes akan mengatur soal larangan jualan rokok 200 meter dari sekolah. Indef memproyeksikan, larangan tersebut berpotensi membuat pundi-pundi negara raib Rp43,5 triliun.

Skenario 3, pembatasan iklan rokok dalam beleid tersebut. Contohnya, pemangkasan waktu penyiaran iklan di media massa dan larangan melakukan promosi dan/atau memberikan sponsor. Indef menilai, restriksi iklan tersebut bisa memicu kehilangan penerimaan negara senilai Rp21,5 triliun.

Tauhid kembali menekankan, dampak ekonomi yang harus ditanggung negara dari penerapan skenario skenario satu sampai tiga tersebut adalah kehilangan penerimaan perpajakan sebesar Rp160,6 triliun.

"Misalnya, katakanlah penerimaan negara harus mencari alternatif Rp160 triliun. Nah sumbernya dari mana? Ini kan yang kemudian harus dibicarakan," tutur Ekonom Senior Indef.

Potensi PHK 2,29 Juta Orang
Selain Indonesia berpotensi kehilangan penerimaan perpajakan, Indef memprediksi restriksi terhadap bisnis rokok dan industri hasil tembakau dalam PP Kesehatan dan aturan turunannya akan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Mengingat industri tembakau adalah sektor padat karya, Tauhid menyebut, sedikitnya ada 2,29 juta orang pekerja yang bakal terdampak ketika pemerintah mengimplementasikan tiga skenario di atas. Jumlah itu mencakup 1,6% dari total penduduk bekerja.

"Kalau kita lihat kembali, angka (PHK) 2,29 juta (orang) itu lebih tinggi dibandingkan angka penyerapan tenaga kerja dan prestasi yang kita tanam dalam setahun kemarin," tuturnya.

Baca Juga: PP Kesehatan Bebani Sektor Ultramikro, Akrindo Sebut Pelaku Usaha Sulit Bertahan

Oleh karena itu, Indef memberikan tiga butir saran kepada pemerintah. Pertama, merevisi PP 28/2024 dan membatalkan Rancangan Permenkes, khususnya pada pasal-pasal yang dinilai berdampak terhadap penerimaan dan perekonomian RI.

Kedua, mendorong dialog antar Kementerian/Lembaga yang berkepentingan dengan industri. Misalnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Perindustrian, Perdagangan, Keuangan, Ketenagakerjaan, Kesehatan, dan Pertanian.

Ketiga, jika diberlakukan, maka pemerintah perlu mencari sumber alternatif penerimaan negara yang hilang. Selain itu, menyiapkan lapangan pekerjaan baru bagi tenaga kerja yang kena PHK.

"Saya kira yang berat dari penerimaan sehingga perlu ada alternatif. Kalaupun aturan ini (PP Kesehatan dan turunannya) diberlakukan, namun yang paling berat masa depan masyarakat, terutama yang terdampak karena ada lebih dari 2,29 juta yang akan terdampak," tutup Tauhid.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar