c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

01 Oktober 2024

19:03 WIB

September Deflasi 0,12%, Ekonom Nilai Tak Sehat

Ekonom INDEF, sebut deflasi September 2024 tak sehat karena konsumsi rumah tangga terus turun. Penyusutan jumlah kelas menengah dan PHK jadi biangnya.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">September Deflasi 0,12%, Ekonom Nilai Tak Sehat</p>
<p id="isPasted">September Deflasi 0,12%, Ekonom Nilai Tak Sehat</p>

Pedagang melayani pembeli sayuran di Pasar Kahayan, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (9/8/2024). Antara Foto/Auliya Rahman

JAKARTA - Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Abra El Talattov meragukan deflasi yang terjadi pada September 2024 sebagai deflasi sehat imbas kenaikan produksi, sehingga harga-harga menurun. Ia menilai, deflasi terjadi karena makin melemahnya daya beli masyarakat.

Pada laporan BPS tercatat deflasi September 2024 sebesar 0,12% (mtm) atau lebih dalam dibandingkan Agustus 2024 sebesar 0,03%, dan menjadi deflasi kelima sepanjang 2024.

Abra meyakini deflasi kali ini sebagai pelemahan daya beli, mengingat banyak faktor yang mendorong semakin meningkatnya jumlah masyarakat yang melakukan aksi saving atau menabung. Hal ini ia nilai memprihatinkan.

Faktor pertama kata dia adalah menyusutnya jumlah kelas menengah Indonesia.

Baca Juga: BPS Catat Deflasi September 2024 0,12%, Sudah 5 Bulan Beruntun

"Kurang lebih (menyusut) 9,8 juta orang kelas menengah dalam lima tahun terakhir. Padahal mereka memiliki peranan yang sangat besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Abra dalam webinar, Selasa (1/10).

Faktor kedua adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja sektor industri yang mengalami PHK. Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), sepanjang Januari-September 2024 telah terjadi PHK massal dengan peningkatan 25% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Peningkatan PHK tersebut secara rinci yaitu, di Januari-September 2023 sebanyak 42,3 ribu tenaga kerja, lalu di periode tahun ini naik menjadi sekitar 53 ribu pekerja.

"Terjadinya PHK di sektor formal ini akhirnya mendorong meningkatnya jumlah pekerja di sektor informal. Dan jumlah pekerja di sektor informal sekarang posisinya sudah 60,12% atau setara 83 juta pekerja," jelas dia.

Adanya fenomena PHK massal tersebut menurut Abra telah mendorong masyarakat lebih memilih mengurangi belanja (saving), terutama untuk kebutuhan makanan dan minuman (mamin). Selain itu masyarakat juga menghemat pada kebutuhan tersier, seperti pembelian mobil. Data penjualan mobil semester I-2024 turun 19,5% dibanding tahun lalu.

"Jadi saya pikir ini adalah fenomena deflasi yang tidak sehat, karena menggambarkan konsumsi rumah tangga yang menurun," ungkap Abra.

Baca Juga: RI Deflasi Lima Bulan Berturut-Turut, BPS: Volatile Food Penyebabnya

Kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB mencapai 55%. Namun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun ini terus menunjukkan tren menurun, yakni pada triwulan II-2024 hanya tumbuh 4,93%. Begitu pun pada tiga triwulan sebelumnya yang tercatat pertumbuhan konsumsi rumah tangga selalu di bawah 5%.

Abra pun meminta agar pemerintah segera menangani penurunan konsumsi rumah tangga ini. Sehingga target pertumbuhan ekonomi 5,1% hingga 5,2% pada tahun ini bisa tercapai.

"Kalau pemerintah ingin mengejar target pertumbuhan 5,1% - 5,2% sesuai dengan target di tahun ini. Mesin pertumbuhan yang paling bisa diandalkan selama ini kan konsumsi masyarakat untuk berbelanja," ucap Abra.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar