01 Oktober 2024
17:13 WIB
RI Deflasi Lima Bulan Berturut-Turut, BPS: Volatile Food Penyebabnya
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, faktor yang mempengaruhi deflasi ialah penyesuaian pada sisi suplai pangan yang akhirnya membuat harga volatile food turun.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
Pedagang menata cabai dagangannya di kawasan Pasar Bina Usaha (PBU) Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Senin (8/7/2024). Antara Foto/Syifa Yulinnas
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,12% secara bulanan (mtm) pada September 2024. Capaian ini melanjutkan tren deflasi yang telah terjadi berturut-turut sejak Mei 2024.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, faktor yang mempengaruhi deflasi ialah penyesuaian pada sisi suplai pangan yang akhirnya membuat penurunan harga komoditas bergejolak atau volatile food.
"Kalau kita lihat, turunnya harga ini karena dipengaruhi oleh sisi penawaran atau supply side. Andil deflasi utamanya disumbang penurunan harga pangan," kata Amalia dalam konferensi pers, Selasa (1/10).
Dalam pemaparannya, dia mengatakan, beberapa pangan yang mengalami penurunan adalah produk hortikultura. Terutama yang memberikan andil adalah cabai merah, cabai rawit, tomat, daun bawang, kentang dan wortel.
Baca Juga: BPS Catat Deflasi September 2024 0,12%, Sudah 5 Bulan Beruntun
"Juga produk peternakan seperti telur ayam ras dan daging ayam ras yang beberapa bulan sebelumnya mengalami peningkatan, sekarang kembali menurun karena kembali stabil," ucap dia.
Dalam pemaparannya sebelumnya, komponen harga bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,34%, dengan andil terhadap inflasi umum sebesar 0,21%.
Komoditas utama yang berperan dalam deflasi bulanan yaitu cabai merah sebesar 0,09%, cabai rawit sebesar 0,08%, telur ayam ras dan daging ayam ras masing-masing sebesar 0,02%, tomat, daun bawang, kentang, dan wortel masing-masing sebesar 0,01%.
"Nah ini tentunya mengapa harga bisa turun karena biaya produksi turun. Tentunya ini akan dicerminkan pada harga di tingkat konsumen turun. Deflasi ini dicerminkan yang kita tangkap melalui IHK dan ini tentunya sering juga dengan masa panen cabai rawit dan merah sehingga pasokan relatif berlimpah untuk komoditas tersebut," terang Amalia.
Baca Juga: Daya Beli Turun dan Kelas Menengah Anjlok, Ritel Mulai Ditinggalkan?
Saat ditanya apakah deflasi ini merupakan indikasi penurunan daya beli masyarakat, dia mengatakan untuk menghubungkan keduanya harus dilakukan studi lebih dalam. Karena IHK yang tercatat di BPS berdasarkan harga yang diterima konsumen.
"Ini karena terjadi penurunan harga dan juga dipengaruhi mekanisme pembentukan harga di pasar terutama di sisi suplai atau sisi penawaran. Sehingga harga yang diterima konsumen relatif turun karena suplai meningkat atau limpahan pasokan karena panen, atau karena turunnya ongkos produksi," jelas dia.
Untuk menunjukan kesimpulan ini menunjukan indikasi daya beli masyarakat menurun, dia menegaskan harus ada studi lebih lanjut karena penurunan daya beli tidak bisa di monitor lewat kesimpulan angka inflasi.
"Jadi kita perlu didalami lagi. Apakah ada fenomena daya beli masyarakat atau hanya gerakan dari sisi penawaran atau karena adanya upaya stabilisasi harga di tingkat pusat dan daerah. Karena intervensi menjaga stok mempengaruhi gerakan harga di pasar yang diterima konsumen," imbuhnya.