c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

24 Januari 2023

18:43 WIB

RUU EBET Penting Untuk Kembangkan Energi Terbarukan Berkelanjutan

Langkah pencapaian NDC pada 2030 dan NZE di 2060 akan semakin lancar dengan terbitnya RUU EBET.

Penulis: Yoseph Krishna

RUU EBET Penting Untuk Kembangkan Energi Terbarukan Berkelanjutan
RUU EBET Penting Untuk Kembangkan Energi Terbarukan Berkelanjutan
Ilustrasi. Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistr ikan Kementerian EDSM, Jakarta, Senin (24/5/2021). Antara Foto/Aprillio Akbar

JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) punya peran penting sebagai regulasi yang komprehensif dalam menciptakan iklim pengembangan EBET secara berkelanjutan dan berkeadilan.

Dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR, Arifin menerangkan peran RUU EBET itu juga akan mendukung pencapaian target national determined contribution (NDC) pada tahun 2030 dan net zero emission (NZE) tahun 2060, serta mendukung pembangunan green industry.

Karena itu, terbitnya RUU EBET diharapkan memberi kepastian dan landasan hukum bagi pengembangan energi baru dan energi terbarukan serta pelaksanaan program pendukung, hingga mengoptimalkan sumber daya EBET.

"Termasuk diharapkan juga memperkuat kelembagaan dan tata kelola pengembangan EBET, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif," tutur Arifin di Jakarta, Selasa (24/1).

Baca Juga: Arifin Tasrif Serahkan Draft DIM RUU EBET Ke Komisi VII

Sebagai informasi, Indonesia punya komitmen NDC dalam rangka pengurangan emisi sesuai UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement. 

Dalam komitmen itu, target penurunan emisi telah ditingkatkan dari 29% menjadi 32% pada 2030. 

Selain itu, Menteri Arifin menerangkan pemerintah juga mematok NZE akan tercapai pada tahun 2060 atau lebih cepat.

"Salah satu upaya mencapai NDC dan NZE itu adalah meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan EBET yang potensinya sangat besar, yakni lebih dari 3.000 GW," jelasnya.

Hingga saat ini, sistematika RUU EBET terdiri atas 14 bab, 62 pasal, dan 574 daftar inventarisasi masalah (DIM). 

Berdasarkan pembahasan internal pemerintah, terdapat 10 pasal tetap, 49 pasal diubah, 13 penambahan pasal baru, dan tiga pasal yang terhapus.

"Dari 49 pasal terubah, sebanyak 23 pasal bersifat substantif dan 26 pasal lainnya tidak substantif," papar dia.

Ke depan, Arifin optimis RUU EBET akan memberi kesempatan akses dan atau partisipasi pada masyarakat/stakeholders dalam rangka penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan.

Di samping itu, RUU EBET juga akan mempercepat pengembangan energi panas bumi, angin, surya, bayu, laut, dan bioenergi. Sementara terkait pengaturan harga jual, RUU EBET akan berperan dalam fitting tarif hingga penerapan harga patokan tertinggi.

Kemudian, terdorongnya TKDN dengan pertimbangan ketersediaan, dimana kemampuan dalam negeri belum cukup tersedia, serta menjaga harga EBET agar tetap kompetitif. Fungsi ini akan berjalan beriringan dengan penguatan insentif fiskal dan non-fiskal.

"Penyediaan dukungan pemerintah dalam bentuk tanah, infrastruktur, hingga pembiayaan dan penjaminan kepada BUMN juga diatur dalam RUU EBET," kata Arifin.

Baca Juga: IESR: Skema Power Wheeling dalam RUU EBET Wajib Dipertahankan

Lebih lanjut, dia menegaskan dalam pengembangan energi baru dan energi terbarukan, industri mineral di dalam negeri harus siap sepenuhnya. Kesiapan itu antara lain untuk pemanfaatan bahan baku pembangkit solar, angin, dan nuklir.

"Lalu untuk transmisi dan distribusi, serta juga menyimpan energi yang dapat digunakan pada industri baterai dan kendaraan listrik," ucap Arifin.

Industri mineral, sambung Menteri Arifin, harus mampu diproses dari hulu ke hilir membentuk suatu supply chain dan diprioritaskan untuk mendukung pengembangan EBET dalam rangka pencapaian NZE tahun 2060.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar