29 November 2022
18:14 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif secara simbolis menyerahkan draf Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan ke Komisi VII DPR.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR, Arifin menerangkan, pembahasan di internal pemerintah telah berhasil menyusun DIM RUU EBET yang terdiri atas 574 nomor DIM.
Dari daftar tersebut, sebanyak 52 pasal diubah, 10 pasal tetap, serta 11 pasal baru telah dimasukkan.
Selain itu, dia juga membeberkan pokok-pokok substansi DIM RUU EBET, salah satunya ialah transisi energi dan peta jalan yang pengaturannya akan menyesuaikan urutan substansi.
Urutan tersebut dimulai dari target bauran energi yang mengacu pada kebijakan energi nasional, hingga peta jalan transisi energi dalam jangka menengah maupun jangka panjang.
"Diusulkan juga penambahan substansi terkait transisi energi dan peta jalan untuk bahan bakar non-pembangkit. Sedangkan untuk substansi, DMO batu bara pada bab transisi energi diusulkan untuk dihapus dengan pertimbangan yang diatur detail pada regulasi subsektor minerba," jelas Arifin di Jakarta, Selasa (29/11).
Pokok substansi selanjutnya ialah terkait sumber energi baru dan energi terbarukan.
Arifin menyebutkan pemerintah telah mengusulkan perubahan definisi energi baru dan sumber energi baru dengan pertimbangan kriteria yang merujuk pada standar internasional emisi rendah karbon.
Kemudian soal sumber energi nuklir, pemerintah menyetujui pembentukan Majelis Tenaga Nuklir (MTN) yang selanjutnya mendapat mandat untuk mengkaji kebijakan, melaksanakan monitoring dan evaluasi, serta penyusunan rekomendasi kebijakan.
"Kami usulkan pelaksana PLTN adalah badan usaha yang punya kompetensi di bidang ketenaganukliran untuk kelistrikan. Untuk pertambangan galian nuklir, pemerintah menyarankan agar tak diatur dalam RUU EBET karena sudah diatur dalam UU Minerba," ucap dia.
Pokok substansi keempat ialah mengenai perizinan usaha. Kementerian ESDM mengusulkan adanya perizinan berusaha energi baru dan energi terbarukan, termasuk untuk nuklir, dengan basis risiko sebagai legalitas untuk menjalankan usaha EBET.
"Dengan begitu, diharapkan bisa memberi kepastian hukum, peningkatan investasi, peningkatan TKDN, percepatan EBET, serta sebagai payung hukum pembinaan dan pengawasan kegiatan pengusahaan EBET," paparnya.
Selanjutnya, pokok substansi DIM RUU EBET juga mencantumkan soal penelitian dan pengembangan, dimana legislator mendapat masukan agar ada penambahan substansi sesuai UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Adapun salah satu substansi tambahan yang merujuk pada regulasi tersebut ialah penambahan rincian kegiatan riset dan inovasi, khususnya terkait pengembangan teknologi smart grid dan smart charging technology EBET.
"Termasuk juga pengembangan potensi sumber daya EBET, peningkatan efisiensi teknologi penyediaan, dan pemanfaatan energi," kata dia.
Baca Juga: RUU EBT Dinilai Tidak Efektif Dukung Transisi Energi
Harga Jual Energi Baru
Sementara untuk harga EBET, Arifin Tasrif menyebut penetapan harga jual energi baru berdasarkan penugasan pemerintah pusat harus mengacu pada harga keekonomian yang spesifik pada lokasi dan kapasitas yang akan dikembangkan sesuai dengan prosedur pengadaan.
Selain itu, pemerintah juga mengusulkan penyesuaian pengaturan kompensasi sesuai narasi yang disepakati kementerian terkait dalam Perpres Nomor 112 Tahun 2022, yakni peningkatan BPP PLN mengingat adanya penugasan pembelian listrik EBET oleh PT PLN (Persero).
"PLN akan mendapat kompensasi atas biaya yang telah dikeluarkan dan pembayaran disesuaikan kemampuan keuangan negara," tegas Menteri Arifin.
Tak hanya soal harga, Arifin meyakini bahwa harus ada insentif atau dukungan fasilitas terhadap pengembangan dan pengusahaan energi baru dan energi terbarukan.
Pemberian dukungan pemerintah itu bisa disalurkan dalam bentuk penyediaan tanah dan infrastruktur, pendanaan murah berupa pembiayaan bagi BUMN atau badan usaha, serta penjaminan kepada BUMN.
"Selain itu, pemerintah juga mengusulkan sumber dan peruntukkan dana EBET diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah dengan pertimbangan fleksibilitas sumber dan peruntukkan dana EBET," tandasnya.
Arifin menambahkan bahwa RUU EBET juga harus mendukung pengutamaan produk serta potensi dalam negeri pada tahap pengembangan energi baru dan energi terbarukan.
Setidaknya ada tiga pertimbangan yang ia paparkan, mulai dari ketersediaan produk dan potensi dalam negeri, harga EBET yang tetap kompetitif, serta pemberian fleksibilitas sesuai sumber pendanaan EBET.
Lebih lanjut, pokok-pokok substansi yang termaktub dalam draf DIM RUU EBET juga mencantumkan terkait pembinaan dan pengawasan, partisipasi masyarakat, pembagian kewenangan, kewajiban penyediaan EBET, hingga konservasi energi.
Soal pembinaan dan pengawasan, Arifin menerangkan harus ada kewajiban pelaporan kepada menteri atas pembinaan yang dilakukan oleh gubernur atau bupati/walikota supaya terjalin koordinasi yang baik antarpemerintah pusat dan daerah.
Kemudian terkait partisipasi masyarakat, pemerintah mengusulkan pengembangan EBET harus didasarkan pada peran dan juga hak dari masyarakat, utamanya mengenai akses informasi, manfaat yang diperoleh, ganti rugi yang layak, serta hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan apabila mendapat kerugian.
"Terakhir ialah konservasi energi, dimana aspek ini punya peran signifikan dalam menekan penggunaan fosil di sektor penggunaan energi, mulai dari industri, transportasi, rumah tangga, dan bangunan gedung komersial," pungkas Arifin Tasrif.