c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

04 April 2025

17:05 WIB

Rupiah Menguat Hampir 1%, Pengamat: Cuma Sementara

Rupiah menguat saat ini karena didorong oleh indeks dolar AS yang memang tengah melemah drastis dari level 104 ke level 101.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Khairul Kahfi

<p dir="ltr" id="isPasted">Rupiah Menguat Hampir 1%, Pengamat: Cuma Sementara</p>
<p dir="ltr" id="isPasted">Rupiah Menguat Hampir 1%, Pengamat: Cuma Sementara</p>

Ilustrasi - Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing Valuta Inti Prima Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Antara Foto/Muhammad Adimaja/foc/pri.

JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Jumat (4/4) siang di Jakarta, menguat hampir 1%, tepatnya 0,56% atau 94 poin menjadi Rp16.652,50 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.746 per dolar AS.

Menanggapi hal tersebut, pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan, kondisi penguatan tersebut kemungkinan hanya bersifat sementara. Menurutnya, rupiah menguat saat ini karena didorong oleh indeks dolar AS (DXY) yang memang tengah melemah drastis dari level 104 ke level 101.

Hal itu disebabkan oleh kebijakan tarif Trump yang bisa membawa dampak buruk ke perekonomian AS, di mana harga-harga barang bisa naik, sehingga bisa menunda konsumsi masyarakat AS dan menurunkan pertumbuhan ekonomi AS.

"Tapi reaksi ini (penguatan rupiah) bisa sementara, karena kalau pasar juga mengkhawatirkan pelambatan ekonomi global, dolar AS sebagai aset aman bisa menguat dan aset berisiko seperti rupiah bisa melemah," kata Ariston kepada Validnews, Jakarta, Jumat (4/4).

Baca Juga: Ekonom Ungkap Asal-Usul Tarif Impor Tinggi AS Gagasan Trump

Asal tahu saja, perdagangan pasar valas Indonesia sendiri baru akan dibuka pada Selasa (8/4) depan setelah momen libur Hari Raya Idulfitri usai. Artinya, masih ada waktu beberapa hari lagi.

Sebelum perdagangan valas global dibuka, Ariston memproyeksikan rupiah masih akan bergerak konsolidasi atau cenderung stabil di kisaran Rp16.500 hingga Rp16.730 per dolar AS.

"Sebelum (perdagangan) buka, (rupiah) masih bergerak konsolidasi di kisaran Rp16.500 hingga Rp16.730-an per dolar AS, karena market sepi, kemungkinan masih terkendali," jelasnya.

Pasca libur Lebaran 2025 usai, Ariston tidak menutup kemungkinan bahwa rupiah bisa terjun bebas ke level Rp17.000 per dolar AS.

"Peluang ke sana terbuka (rupiah Rp17.000 per dolar AS), karena masalah belum hilang," ungkap dia.

Khawatir Kebijakan Tarif AS
Secara terpisah, Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menilai nilai tukar (kurs) rupiah menguat dipengaruhi kekhawatiran retaliasi negara-negara terhadap kebijakan tarif AS.

“Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang melemah oleh kekhawatiran retaliasi negara-negara terhadap tarif Trump akan berpotensi menyebabkan resesi di AS,” ujar Lukman, Jumat (4/4), mengutip Antara.

Salah satu negara yang berjanji untuk membalas kebijakan dari Presiden AS Donald Trump tersebut adalah Kanada. Perdana Menteri (PM) Kanada Mark Carney menyatakan, pihaknya akan melawan tarif ini dan bakal membangun ekonomi terkuat di G7.

Tarif sebesar 10% untuk barang-barang berdasarkan Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA) berhasil dihindari Kanada, tetapi barang-barang lain yang tidak tercakup dalam perjanjian tersebut akan dikenakan tarif sebesar 25% dan 10% untuk energi dan kalium.

Selain itu, akan ada tarif sebesar 25% untuk impor mobil asing mulai pukul 12.01 dini hari Kamis (3/4) waktu setempat, serta tarif sebesar 25% untuk baja dan aluminium Kanada masih berlaku.

Meskipun Kanada dan Meksiko tampaknya telah lolos dari tarif terburuk yang diumumkan pada 'Hari Pembebasan', sebagaimana Trump menyebutnya, dampaknya akan terasa, dan Mark Carney berjanji untuk membalas.

Uni Eropa (UE) juga tengah menyiapkan langkah balasan atas keputusan Presiden AS Donald Trump untuk memberlakukan tarif 20% terhadap barang-barang asal Eropa.

Baca Juga: Ini Syarat Trump untuk Negosiasi Tarif Resiprokal

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, pihaknya tengah merampungkan paket pertama langkah balasan terhadap tarif baja, dan sedang menyiapkan langkah lebih lanjut untuk melindungi kepentingan serta bisnis UE jika negosiasi gagal.

Begitu pula China yang menolak keras terhadap tarif timbal balik yang diumumkan oleh Trump, dan berjanji akan 'mengambil tindakan balasan secara tegas' untuk melindungi hak dan kepentingannya.

China menghadapi tambahan tarif sebesar 34%, di luar bea masuk 20% yang telah diberlakukan sejak awal masa jabatan kedua Trump pada Januari.

Seperti diketahui, pada Rabu (2/4), Trump mengumumkan penerapan tarif timbal balik atas impor dari berbagai negara. Tarif dasar yang dikenakan adalah 10%, tetapi Trump menyatakan AS akan membebankan tarif sekitar setengah dari yang dikenakan negara-negara lain terhadap barang asal AS.

Baca Juga: Pengamat: Mimpi Trump Bisa Ancam Stabilitas Perdagangan Global

Kemudian, Gedung Putih mengumumkan AS akan mulai menerapkan tarif 10% untuk semua impor asing pada 5 April 2025, sementara tarif yang lebih tinggi bagi negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan AS akan berlaku mulai 9 April 2025.

Lukman menilai bahwa China, UE, dan Kanada akan melakukan retaliasi sebagaimana respon keputusan tarif Trump. Untuk Indonesia, dia menganggap pemerintah takkan melakukan tindakan balasan karena ekonomi dalam negeri tidak besar dan kuat.

“Pemerintah sebaiknya berusaha menegosiasi dan wait and see perkembangan lebih jauh,” kata dia.

Selain itu, dolar AS turut tertekan data Institute for Supply Management (ISM) jasa yang lebih lemah dari perkiraan. Hal Ini mencerminkan kekhawatiran para profesional terhadap ekonomi AS ke depannya oleh kebijakan Trump. Namun, sentimen risk off di pasar ekuitas akan membatasi penguatan.

Berdasarkan berbagai faktor tersebut, kurs rupiah diprediksi berkisar Rp16.600-Rp16.800 per dolar AS.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar