04 April 2025
13:21 WIB
Ini Syarat Trump untuk Negosiasi Tarif Resiprokal
Secara tegas Trump menyebut negara yang ingin mengajukan negosiasi tarif resiprokal harus memberikan tawaran yang menguntungkan bagi AS.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Fin Harini
Donald Trump pada hari pelantikannya sebagai Presiden AS di CapitalnOne, Washington, AS, Senin (21/1/2025). ANTARA/REUTERS/Mike Segar/Tom
JAKARTA - Pasca pengumuman kebijakan tarif balasan atau resiprokal yang dikeluarkan pada Rabu (3/4), Presiden AS Donald Trump mengaku masih membuka peluang negosiasi bagi negara mitra dagang.
Presiden dari Partai Republik tersebut menyebut, meski kebijakan tarif balasan akan mulai berlaku pada tanggal 9 April mendatang, namun besaran tarif pada masing-masing negara mitra belum bersifat final dan masih bisa berubah.
Sebagai catatan, Trump menegaskan negara yang ingin melakukan negosiasi harus mampu memberikan penawaran yang menguntungkan bagi AS.
"Tarif (balasan) ini memberikan kekuatan besar bagi kita untuk negosiasi," ujar Trump dikutip dari Bloomberg, Jumat (4/4).
Baca Juga: Kadin RI Optimistis Masih Ada Ruang Negosiasi Dengan AS Soal Tarif Baru
Di samping itu, Trump secara gamblang mengungkap seluruh negara langsung menelepon Washington setelah dirinya mengumumkan tarif impor tambahan dan resiprokal.
Sebab itu, dirinya memastikan AS terbuka dengan dialog yang diajukan seluruh negara mitra, bahkan siap menghapus tarif jika sepakat dengan penawaran yang diberikan.
"Jika ada seseorang yang ingin memberikan penawaran yang sangat fenomenal, sepanjang mereka memberikan kami (AS) sesuatu yang bagus, kami akan menghapusnya (tarif resiprokal)" tambah Trump.
Respon Berbagai Negara
Di saat bersamaan, Trump mengaku sudah ada sejumlah negara yang telah bernegosiasi dengan AS soal rencana tarif, salah satunya Israel, yang pada awal minggu ini telah menghapus sejumlah tarif atas barang-barang AS agar terhindar dari tarif tambahan.
Namun nyatanya, Gedung Putih tetap memasang tarif atas barang impor Israel sebesar 17%. Merespons kondisi ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikabarkan akan berkunjung ke Washington pada pekan depan.
Berbeda dengan Israel yang langsung menginisiasi langkah negosiasi, sejumlah negara diketahui memberikan respon cukup keras.
Uni Eropa misalnya, mereka memastikan akan melakukan "serangan" tarif balasan atas AS, disusul pernyataan pejabat Prancis yang memberi sinyal bahwa pihaknya perlu mengatur pajak lebih tinggi atas perusahaan teknologi AS.
Baca Juga: Pemerintah Pastikan Hubungan diplomatik RI-AS Terjaga Di Tengah Isu Tarif Trump
Sementara itu musuh utama AS yakni China, menuding AS melakukan "bullying" kepada negara-negara lain.
Meski mendapat reaksi keras secara internasional, Trump tetap meyakini bahwa tarif impor tambahan yang berada dalam rentang 10%-49% merupakan respons AS atas perdagangan global yang tidak adil.
Trump yakin, langkahnya akan membuat perusahaan membuka pabrik di Amerika dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakatnya
"Pembayar pajak ditipu selama lebih dari 50 tahun. Tapi, hal itu tidak akan terjadi lagi," tegas Trump.