03 Oktober 2025
11:00 WIB
Rupiah Melemah Terpicu Profit Taking dan 'Penutupan' Pemerintah AS
Analis memperkirakan kurs rupiah melemah dikarenakan aksi profit taking pelaku pasar setelah rupiah sempat menguat tipis, seusai tren penguatan indeks dolar AS dengan tutupnya pemerintah federal AS.
Editor: Khairul Kahfi
Seorang calon pekerja migran Indonesia (PMI) asal Kota Kupang menerawang uang pecahan Rp100 ribu saat sosialisasi mengenal rupiah dalam Literasi Keuangan Digtital Bagi PMI di Kota Kupang, NTT, Rabu (1/10/2025). Antara Foto/Kornelis Kaha/sgd/tom.
JAKARTA - Berdasarkan pantauan, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Jumat (3/10) di Jakarta, melemah sebesar 0,16% atau Rp27, dari sebelumnya Rp16.608 menjadi Rp16.625 per dolar AS.
Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan, pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah tersebut dikarenakan aksi profit taking dari pelaku pasar setelah rupiah sempat menguat tipis. Dia memperkirakan, rupiah hari ini akan bergerak ke level kisaran Rp16.590-16.640 per dolar AS.
Dolar AS yang dipantau pada pukul 10.30 WIB hari ini (3/10) terpantau menguat 0,11% atau naik sekitar Rp19 terhadap mata uang rupiah. Sementara ini, rupiah ditransaksikan Rp16.617 per dolar AS.
“Rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan melemah karena aksi profit taking dari pelaku pasar, juga dipengaruhi oleh faktor global tren penguatan index dollar sehubungan dengan shutdown pemerintah federal AS yang masih berjalan,” ujarnya melansir Antara, Jakarta, Jumat (3/10).
Pada Kamis (2/10), Bloomberg mencatat, Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK terpantau ditutup menguat tipis ke level 97,91 poin atau naik 0,07 persen poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berkisar 97,84 poin.
Baca Juga: Pemerintah AS 'Tutup', Rupiah Menguat Ke Rp16.609
Mengutip Sputnik, pemerintah federal AS kembali menjalani penutupan sebagian setelah Partai Republik dan Demokrat gagal mencapai kesepakatan mengenai pendanaan sementara sebelum batas waktu Rabu (1/10) tengah malam.
Sebagai pengingat, tahun fiskal 2024 pemerintah AS telah berakhir pada 30 September 2025, namun Kongres belum menyepakati anggaran untuk tahun mendatang.
Anadolu juga melaporkan, penutupan pemerintah AS dibarengi dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pegawai federal. Langkah itu diambil karena Partai Demokrat dianggap memaksa pemerintahan untuk bertindak.
Baca Juga: Shutdown AS Dekat! Rupiah Diramal Menguat Tipis di Kisaran Rp16.620
Wakil Presiden AS JD Vance menyampaikan dalam jumpa pers di Gedung Putih bahwa PHK akan segera dilakukan bila penutupan berlangsung lebih lama. Dia menegaskan, langkah tersebut tidak diinginkan, tetapi diperlukan agar layanan penting bagi masyarakat tetap berjalan.
Vance juga membantah tuduhan bahwa pemerintahan Trump menargetkan pegawai federal untuk alasan politik. Menurutnya, pemerintah berfokus menjaga agar sebanyak mungkin layanan esensial dapat tetap berfungsi.
“Sementara dari domestik, sentimennya masih positive seiring dengan mulai kembali masuknya asing ke pasar keuangan Indonesia setelah mereda kekhawatiran terkait burden sharing pembiayaan BI dan pemerintah," ungkap Rully.
Sentimen Penurunan Bunga The Fed AS
Menurut Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede, pasar juga mengantisipasi kemungkinan penurunan suku bunga The Fed lebih agresif, mengingat potensi dampak negatif dari penutupan pemerintah AS, termasuk permintaan konsumen yang melemah.
Government shutdown telah menunda pula rilis klaim pengangguran mingguan, sementara laporan non-farm payrolls dan tingkat pengangguran berpotensi ditunda.
Baca Juga: Rupiah Menguat, Inflasi AS Buka Peluang The Fed Pangkas Bunga
Sementara itu, pasar mengalihkan fokus mereka ke indikator ketenagakerjaan swasta, laporan Challenger Job Cuts.
Challenger, Gray & Christmas melaporkan, PHK perusahaan pada September 2025 terkontraksi sebesar 25,8% (yoy), meskipun total tahun berjalan tetap yang tertinggi sejak 2020. Rencana perekrutan turut menurun tajam, yakni 71% (yoy).
Data tersebut dianggap menunjukkan pasar tenaga kerja AS yang stagnan, dengan perusahaan-perusahaan tetap berhati-hati tentang ekspansi tenaga kerja.
"Untuk hari ini, rupiah diperkirakan akan diperdagangkan dalam kisaran Rp16.550-16.675 per dolar AS," ucap Josua.