02 Juli 2025
12:20 WIB
Rupiah Diprediksi Menguat Jelang Pencabutan Penundaan Kebijakan Tarif AS
Nilai tukar rupiah diperkirakan menguat menjelang penundaan tarif resiprokal AS berakhir.
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan nilai tukar (kurs) rupiah menguat menjelang penundaan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) berakhir.
“Investor cenderung wait and see (jelang) seminggu menjelang berakhirnya penundaan tarif resiprokal Trump,” kata Lukman Leong di Jakarta, Rabu (2/7) melansir Antara.
Baca Juga: Efek RUU Pajak AS, Rupiah Menguat Di Tengah Kekhawatiran Global
Sebelumnya pada Selasa (1/7), Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa dirinya tidak berencana untuk memperpanjang penundaan tarif perdagangan timbal balik yang akan berakhir pada 9 Juli 2025.
Trump juga menyebutkan, pemerintahannya akan segera mengirim selembar surat kepada para mitra dagang AS, yang berisi ucapan selamat kepada mereka atas haknya untuk menjalin bisnis dengan AS.
Presiden AS itu menyatakan, penerapan kebijakan tarif telah menghasilkan pendapatan sekitar US$129 miliar atau sekitar Rp2 kuadriliun bagi negaranya dan masih jumlah itu masih akan terus bertambah.
Trump telah mengumumkan bahwa AS telah menandatangani kesepakatan perdagangan dengan China pada Rabu (25/6). Dia juga mengindikasikan kesepakatan perdagangan dengan India bakal segera tercapai.
Pada 2 April 2025, Trump menandatangani perintah eksekutif yang menjatuhkan tarif pada produk-produk impor dari negara lain. Tarif dasar ditetapkan sebesar 10%, dengan tarif yang lebih tinggi dikenakan ke 57 negara berdasarkan defisit perdagangan AS dengan setiap negara tertentu.
Kemudian, pada 9 April 2025, Trump mengatakan tarif ekspor dari 75 lebih negara yang tidak melakukan aksi balasan akan dikurangi menjadi 10% selama 90 hari.
Baca Juga: Ketegangan Konflik Timteng Mereda, Rupiah Diprediksi Menguat
Penangguhan tarif selama 90 hari untuk sebagian besar negara akan berakhir pada 8 Juli 2025. Sementara itu, penangguhan tarif selama 90 hari terhadap China, yang juga merupakan bagian dari skema ini akan berakhir pada 12 Agustus 2025.
Lukman menyampaikan, sentimen lain terhadap kurs rupiah beradak dari sikap investor jelang pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pajak AS.
“Indeks dolar AS masih terus turun oleh kekhawatiran RUU Pajak Trump dan ketidakpastian tarif,” ujar Lukman.
Mengutip Xinhua, Senat AS telah meloloskan RUU setebal 940 halaman yang berisi pemotongan pajak besar (One Big Beautiful Bill Act) Presiden AS Donald Trump yang menandai langkah prosedural utama menuju pengesahan aturan tersebut sebelum reses pada 4 Juli mendatang.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Rabu pagi (2/7) di Jakarta melemah sebesar 21 poin atau 0,13%, dari sebelumnya Rp16.200 menjadi Rp16.221 per dolar AS.
Baca Juga: BI Siap Jaga Stabilitas Rupiah 2025 Kisaran Rp16.100-16.500 Per Dolar AS
Melansir Bloomberg, pada penutupan perdagangan Selasa (1/7), Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK terpantau melemah ke level 96,69 poin, atau turun cukup dalam 0,12 persen poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berkisar 96,81 poin.
Adapun pergerakan DXY harian kemarin (1/7) berkisar antara 96,62-96,77 poin, atau cenderung melemah dibanding sehari sebelumnya terhadap rentang level DXY dan mulai menempel rentang bawah DXY dalam 52 pekan terakhir di kisaran 96,37-110,17 poin.
Di sisi lain, dolar AS yang dipantau pada pukul 11.02 WIB hari ini (2/7) terpantau bergerak menghijau terhadap mata uang rupiah sekitar 0,22% atau melemah sekitar Rp36.
Sementara ini, rupiah ditransaksikan Rp16.235 per dolar AS, dengan proyeksi pergerakan harian sekitar Rp16.204-16.240 per dolar AS.