01 Juli 2025
10:37 WIB
Efek RUU Pajak AS, Rupiah Menguat Di Tengah Kekhawatiran Global
Nilai tukar rupiah menguat seiring kekhawatiran investor terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak AS yang baru. RUU 'One Big Beautiful Bill Act' disetujui dalam pemungutan suara dengan skor 51-49.
Editor: Khairul Kahfi
Seorang teller menunjukkan uang kertas Rp100.000 dan Rp50.000 di Jakarta. Antara Foto/M Risyal Hidayat
JAKARTA - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan, nilai tukar (kurs) rupiah menguat seiring kekhawatiran investor terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak Amerika Serikat (AS) yang baru.
“Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS, dimana indeks dolar melemah ke level terendah sejak Februari 2022 oleh kekhawatiran RUU pajak Trump yang berpotensi membawa defisit US$3,3 triliun,” katanya melansir Antara, Jakarta, Selasa (1/7).
Baca Juga: Ketegangan Konflik Timteng Mereda, Rupiah Diprediksi Menguat
Mengutip Xinhua, Senat AS telah meloloskan RUU pemotongan pajak besar Presiden AS Donald Trump yang menandai langkah prosedural utama menuju pengesahan aturan tersebut sebelum reses pada 4 Juli mendatang.
RUU yang setebal 940 halaman itu dengan judul 'One Big Beautiful Bill Act', disetujui dalam pemungutan suara dengan skor 51-49.
Aturan baru ini untuk memperpanjang pemotongan pajak 2017, memotong pajak lainnya, serta meningkatkan pengeluaran militer dan keamanan perbatasan. Sekaligus mengimbangi kerugian pendapatan melalui pemotongan besar-besaran pada Medicaid, kupon makanan, energi terbarukan, hingga program kesejahteraan sosial lainnya.
Setelah pemungutan suara, para senator kemungkinan akan menghadapi debat dan proses amandemen yang panjang di hari-hari mendatang. Setelah RUU tersebut lolos di Senat, maka RUU tersebut akan kembali ke DPR AS untuk pemungutan suara terakhir sebelum menuju Gedung Putih.
“Pajak korporasi yang lebih rendah menurunkan penerimaan negara. RUU ini dianggap investor menguntungkan rekan-rekan pendukung dia,” ujar Lukman.
Selain itu, persoalan penundaan kesepakatan tarif yang akan berakhir pada 9 Juli 2025 bakal semakin menekan dolar AS.
“Tarif (dagang 9 Juli) apabila tidak ditunda akan lebih membuat dolar AS anjlok, tidak ada informasi untuk itu. Selama penundaan 90 hari, AS hanya berhasil mencapai kesepakatan dengan Inggris, itu pun dianggap merugikan Inggris, belum ada satu negara pun yang mendekati kesepakatan karena permintaan AS yang cenderung tidak rasional,” ungkap dia.
Berdasarkan faktor faktor tersebut, kurs rupiah diprediksi berkisar Rp16.100-16.200 per dolar AS. Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Selasa pagi (1/7) di Jakarta menguat sebesar 56 poin atau 0,34%, dari sebelumnya Rp16.238 menjadi Rp16.182 per dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Diprediksi Stabil Di Level Rp16.200 Per Dolar AS
Melansir Bloomberg, pada penutupan perdagangan Senin (30/6), Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK terpantau melemah lebih dalam ke level 96,69 poin, atau turun cukup dalam 0,18 persen poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berkisar 96,87 poin.
Adapun pergerakan DXY harian kemarin berkisar antara 96,61-96,81 poin, atau cenderung melemah dibanding sehari sebelumnya terhadap rentang level DXY dan mulai menempel rentang bawah DXY dalam 52 pekan terakhir di kisaran 96,61-110,17 poin.
Di sisi lain, dolar AS yang dipantau pada pukul 10.30 WIB hari ini (1/7) terpantau bergerak memerah terhadap mata uang rupiah sekitar 0,34% atau melemah sekitar Rp54.
Sementara ini, rupiah ditransaksikan Rp16.184 per dolar AS, dengan proyeksi pergerakan harian sekitar Rp16.164-16.194 per dolar AS.