15 Oktober 2025
12:50 WIB
88 Ribu Produk TKDN Banjiri E-Katalog, Menperin Targetkan Naik Dua Kali Lipat
Menperin mencatat sebanyak 88 ribu produk tersertifikasi TKDN bisa masuk e-katalog. Hal tersebut buntut dari terbitnya Permenperin 35/2025 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi TKDN dan BMP.
Penulis: Ahmad Farhan Faris
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mencatat sudah ada 88 ribu produk tersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bisa masuk e-katalog. Hal tersebut buntut dari terbitnya Permenperin 35/2025 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP).
“Bicara kuantitas produk industri dalam negeri yang akan kita banjiri dalam e-katalog, sebagai ilustrasi sekarang ada sekitar 88 ribu produk yang tersertifikasi TKDN dan sudah bisa kita masukkan ke e-katalog dan berasal dari sekitar 15 ribu perusahaan,” katanya di Jakarta, Selasa (14/10).
Baca Juga: Reformasi TKDN Segera Final, Kemenperin: Perhitungan Akan Mudah Dan Cepat
Melihat capaian tersebut, Agus berharap, produk nasional ber-TKDN di e-katalog saat ini bisa naik dua kali lipat di 2028 sehingga bisa menjadi menu kementerian, lembaga, serta BUMN untuk belanja barang maupun jasa. Walaupun, akunya, upaya tersebut tidak akan mudah.
“Tantangan yang dihadapi untuk betul-betul mencapai apa yang kita inginkan terhadap produk-produk dalam negeri, itu berat sekali,” ujarnya.
Agus menjelaskan filosofi merevisi regulasi tata cara perhitungan sertifikat TKDN. Di antaranya, pemerintah ingin agar setiap hasil dana pajak yang dibelanjakan APBN baik pengadaan barang maupun jasa dapat dipenuhi melalui produk-produk dalam negeri.
Secara logis, upaya belanja tersebut secara langsung akan ikut mendukung dan melindungi ekosistem tenaga kerja industri dalam negeri.
Di sisi lain, 'mandatori' belanja barang-jasa yang berasal dari APBN sudah diatur oleh Perpres. Kementerian/Lembaga pusat-daerah wajib membeli barang-jasa produksi lokal yang sudah memiliki bobot TKDN di atas 40%, tidak boleh impor.
“Sehingga strategi yang paling penting karena Pengadaan Barang-Jasa (PBJ) itu melalui LKPP melalui e-katalog, maka strateginya kita harus membanjiri produk-produk buatan dalam negeri manufaktur kita masuk ke dalam e-katalog, kita harus banjiri,” imbuhnya.
Baca Juga: Menperin Klaim Industri Sambut Baik Aturan TKDN Terbaru
Dia juga mengungkapkan, revisi tata cara perhitungan sertifikat TKDN diarahkan untuk menjadi lebih murah, mudah dan cepat.
“Selain murah, mudah, cepat, juga dia harus memiliki nilai insentif di dalam perhitungannya. Ini yang baru, belum ada di pengaturan dalam regulasi sebelumnya. Sebelum terbit Permenperin 35 Tahun 2025, regulasi yang mengatur tata cara perhitungan sertifikat TKDN ada dalam Permenperin Nomor 16 Tahun 2011. Jadi sudah berumur 14 tahun,” ungkapnya.
Agus juga menjamin, revisi dalam bentuk Permenperin 35/2025 bukan tekanan pihak manapun termasuk perang tarif AS Trump.
“Kita mulai pembahasan Maret 2025. Itu berapa saat sebelum adanya Trump Tariff, dokumennya semua ada. Kemenperin dengan kesadaran sendiri merasa adanya peluang untuk merevisi Permenperin tersebut, dalam rangka menjawab dinamika dan tuntutan pelaku industri, bukan karena tekanan negara tertentu,” tegasnya.
Apresiasi Komdigi dan Kemenkes
Sebetulnya, Agus mengatakan tidak semua industri di dalam negeri memiliki kepentingan untuk mendapatkan sertifikat TKDN. Menurutnya, industri nasional butuh sertifikat TKDN apabila ingin berpartisipasi sebagai supplier PBJ pemerintah.
“Karena memang di situ nanti akan kita lihat nilai dari TKDN tersebut. Jadi kalau industri ingin berpartisipasi dalam lelang yang dilakukan oleh pemerintah, wajib hukumnya untuk mendapatkan sertifikat TKDN,” jelas dia.
Kemudian, dia mengapresiasi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan Kementerian Kesehatan terkait regulasi yang mengatur tentang izin edar produk.
Komdigi memberlakukan regulasi produk HKT yang beredar di Indonesia harus memiliki nilai TKDN paling sedikit 35% untuk mendapatkan izin edar. Setelah regulasi tersebut, tercatat nilai investasi produk HKT meningkat.
“Setelah terbitnya regulasi yang mewajibkan 30-35% nilai TKDN agar supaya produk HKT bisa mendapatkan izin edar di Indonesia, data kami bahwa investasi HKT di Indonesia naik dan impor HKT turun. Jadi kebijakan-kebijakan TKDN ini kalau kita bisa lihat secara objektif, secara utuh, itu salah satunya juga memang untuk melindungi investasi,” ungkapnya.
Baca Juga: Bakal Revisi Aturan TKDN, Kemenperin: Sesuaikan Perubahan Zaman
Selain itu, Kemenkes juga sudah menerapkan regulasi alat-alat kesehatan yang beredar di Indonesia harus mendapatkan sertifikat TKDN sekitar 20-30%.
“Di bawah itu tidak boleh dia jual ke rumah sakit dan lain sebagainya. Kalau kementerian-kementerian lain bisa mengikuti dua kementerian tersebut, saya bisa bayangkan manufaktur kita akan berkembang,” harapnya.
Agus mendorong perusahaan industri segera menyertifikasi produknya walau tidak ikut dalam lelang PBJ pemerintah atau terkena aturan izin edar.
“Jadi ini bagian dari kita melakukan kampanye untuk seluruh anak bangsa lebih mencintai produk-produk nasional. Tidak diwajibkan, tapi kita terus dorong agar mereka mengurus sertifikat TKDN, agar nanti ketika produk-produk yang beredar, produk-produk konsumen yang beredar masuk ke rumah tangga, itu ada nilai TKDN. Jadi harapan kami ada nilai TKDN, sekaligus merupakan kampanye kita untuk beli produk nasional,” tuturnya.