c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

22 November 2024

11:42 WIB

Bakal Revisi Aturan TKDN, Kemenperin: Sesuaikan Perubahan Zaman

Kemenperin berencana merevisi ketentuan penghitungan nilai TKDN untuk produk handphone, komputer dan tablet (HKT) dalam Permenperin 29/2017.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

<p id="isPasted">Bakal Revisi Aturan TKDN, Kemenperin: Sesuaikan Perubahan Zaman</p>
<p id="isPasted">Bakal Revisi Aturan TKDN, Kemenperin: Sesuaikan Perubahan Zaman</p>

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif kepada awak media, Kamis (21/11). Validnews/Aurora KM Simanjuntak

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang mempertimbangkan untuk merevisi ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 29/2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai TKDN Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet (HKT).

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, Permenperin 29/2017 perlu direvisi agar menyesuaikan perkembangan zaman. Utamanya, karena terjadi perubahan di industri dalam negeri.

"Kami mempertimbangkan bahwa sudah terjadi perubahan atau pergeseran struktur dalam negeri, sehingga Permenperin tersebut harus menyesuaikan dengan kebutuhan saat ini," ujarnya kepada awak media di Jakarta, Kamis (21/11).

Febri menyampaikan, perubahan di industri domestik bisa dilihat dari tiga aspek. Komposisi penjualan di pasar RI, teknologi industri yang dipakai, serta jumlah industri yang bisa menyokong industri HKT.

Dengan mempertimbangkan tiga hal tersebut yang membuat industri HKT berubah saat ini, Kemenperin pun berencana untuk merevisi Permenperin 29/2017.

"Ya kan bisa saja dilihat dari sisi komposisi sales, teknologi, dan juga jumlah industri yang bisa menyokong industri smartphone itu," terang Jubir Kemenperin.

Febri menjelaskan, sekarang ada 3 skema untuk menghitung TKDN untuk produk HKT. Pertama, pembangunan manufaktur atau pabrik produksi, yang memiliki bobot 70% dari penilaian TKDN produk.

Kedua, pengembangan atau inovasi yang memiliki bobot 20% dari penilaian TKDN produk. Ketiga, aspek aplikasi dengan bobot 10% dari penilaian TKDN produk.

"Skema inovasi itu kalau dia investasi untuk inovasi sekian rupiah, itu dia memenuhi skor TKDN sekian. Jadi memang bergantung pada nilai investasinya, beda kalau dengan skema manufaktur, dia bangun pabrik di sini, kemudian produknya tuh dihitung skor TKDN-nya," kata Febri.

Di samping itu, Kemenperin juga mendorong para investor asing yang ingin memasarkan produknya di Indonesia untuk menggandeng industri dalam negeri. Utamanya, sebagai mitra untuk memproduksi komponen barang.

Febri menilai, sekarang ini sudah banyak industri RI yang mampu memproduksi berbagai jenis barang atau komponen HKT yang dibutuhkan. Apabila ada kerja sama, itu akan menimbulkan efek berganda (multiplier effect), terutama adanya perluasan penyerapan tenaga kerja.

Selain itu, industri Tanah Air juga bisa menjadi bagian dalam global value chain. Misalnya dalam kasus Apple Inc, pemerintah RI mendorong perusahaan raksasa itu menggandeng pabrik di Indonesia agar bisa menjadi rantai pasok global yang memproduksi komponen elektronik dari Apple.

"Kami sedang mempertimbangkan mereview Permenperin 29/2017 sebagai yang mengatur mengenai 3 skema investasi dalam pemenuhan syarat TKDN untuk industri HKT," tutup Febri. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar