c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

30 Juni 2025

17:31 WIB

Riau Sasar Rp4 Triliun Dari Perdagangan Karbon

Pendapatan dari perdagangan karbon itu dapat digunakan Riau untuk mendanai program-program lingkungan, di antaranya pembangunan hutan dan lingkungan,

Editor: Rikando Somba

<p>Riau Sasar Rp4 Triliun Dari Perdagangan Karbon</p>
<p>Riau Sasar Rp4 Triliun Dari Perdagangan Karbon</p>

Pengunjung mengamati layar yang menampilkan informasi pergerakan perdagangan karbon internasional pada awal pembukaan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/1/2025). Antara Foto/Muhammad Ramdan

PEKANBARU - Pemerintah Provinsi Riau menargetkan pendapatan Rp4 triliun dari perdagangan karbon pada kurun waktu 2025-2029 mendatang. Gubernur Riau Abdul Wahid dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2025-2029 di Pekanbaru, Senin (30/6) mengatakan, dana tersebut berasal dari negara maju yang berkontribusi, salah satunya Inggris. 

"Kita wajib turunkan tingkat emisi dan negara maju mau memberikan kontribusi. Saya bertekad menjaga hutan dan lahan menjadi keuntungan ke depan," kata Abdul Wahid yang baru saja mengikuti agenda London Climate Week pekan lalu. 

Abdul Wahid menguraikan, Bank Dunia menghargai 1 ton karbon seharga 5 dolar Amerika Serikat (AS), United Nations Environment Programme (UNEP) dan donatur lainnya bisa memberikan harga 15 dolar AS hingga 30 dolar AS per ton.

Karenanya jika Riau dapat menurunkan 200 ribu ton emisi per tahun, diperkirakan provinsi yang dipimpinnya akan mendapatkan Rp4 triliun, menurut Abdul Wahid. 

Dikutip dari Antara, Abdul Wahid mengatakan pendapatan dari penjualan kredit karbon itu selanjutnya dapat digunakan untuk mendanai program-program lingkungan, di antaranya pembangunan di sektor lahan, kehutanan, lingkungan hidup, pertanian, dan transportasi.
 
"Mudah-mudahan Bupati dan walikota bisa tersenyum. Ini langkah yang harus dilakukan di tengah keterbatasan kemampuan fiskal untuk membangun," ujar dia.

Ia mengatakan, dalam pertemuan di Inggris pihaknya telah bertemu dua donatur, salah satunya yakni Architecture for REDD+ Transactions (ART), sebuah organisasi yang menyediakan standar dan kerangka kerja untuk Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) di tingkat yurisdiksi.

Organisasi itu juga mengembangkan standar The Environmental Excellence Standard for REDD+ (TREES) untuk mengukur, memantau, melaporkan, dan memverifikasi hasil pengurangan dan penyerapan emisi dari kegiatan REDD+.


Pionir Dalam Program Kemitraan
Terkait karbon, Provinsi Kalimantan Timur (Dishut Kaltim) kini menjadi pionir dalam implementasi program Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan atau Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)-Carbon Fund (CF) di Indonesia, yang merupakan skema insentif finansial untuk pelestarian hutan.

"Program ini selaras dengan Pasal 5 Ayat 2 Perjanjian Paris, yang mendorong mekanisme Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) berbasis hasil," kata Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dinas Kehutanan Kaltim Susilo Pranoto di Samarinda, Minggu.

Diungkapkan, Kaltim telah berjuang sejak 2009 untuk mendapatkan dana FCPF, dan pada 2023 berhasil memperoleh kucuran dana sebesar US$20,9 juta.

"Target insentif finansial dari program FCPF-Carbon Fund yang bekerja sama dengan Bank Dunia ini sekitar US$110 juta," ungkap Susilo.

Baca juga: Bondowoso Siapkan 9.500 Hektare Wilayah Perhutanan Sosial

Program ini menargetkan penurunan emisi sebesar 22 juta ton CO2 dari sektor kehutanan dan lahan, mencakup sekitar 6,5 juta hektare area perhutanan yang terlindungi dari deforestasi dan degradasi.

Luas ini sekitar setengah dari total wilayah Kaltim yang mencapai 12,5 juta hektare.

Pemerintah Provinsi Kaltim dan perangkat daerah terkait menerima Rp69 miliar, tujuh pemerintah kabupaten dan satu kota memperoleh Rp41 miliar, dan masyarakat di 441 desa serta 150 kelompok/komunitas mendapatkan Rp130 miliar, serta lembaga perantara Rp22 miliar.

Periode pengukuran kinerja program berlangsung dari 1 Juli 2019 hingga 30 Desember 2024, sementara pelaksanaan kegiatan program dimulai November 2020 dan akan berakhir 31 Desember 2025.

Dana awal US$20,9 juta telah didistribusikan kepada berbagai penerima manfaat. Kementerian Kehutanan serta UPT pusat di Kaltim, termasuk Taman Nasional Kutai (TNK) Bontang dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), menerima 9,27 persen (sekitar Rp28 miliar). Sementara itu, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) mendapatkan Rp161,7 miliar.

Baca juga: Danantara Yakini Investasi Sektor Listrik EBT Akan Tumbuh Cepat  

Penyaluran dilakukan langsung oleh BPDLH ke setiap instansi penerima. Meskipun progres positif, Kaltim masih menghadapi tantangan terkait sisa komitmen pendanaan sebesar 89 juta dolar AS dari Bank Dunia.

"Penyaluran ini terbagi menjadi 25%  tanggung jawab, 65% kinerja, dan 10% penghargaan," jelas Susilo.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar