25 Juni 2025
18:45 WIB
Danantara Yakini Investasi Sektor Listrik EBT Akan Tumbuh Cepat
CIO Danantara Pandu Sjahrir meyakini, meski kini sebagian besar pembangkit listrik masih didominasi berbahan bakar fosil, kapasitas pembangkit listrik EBT di Indonesia meningkat setiap tahun.
Editor: Rikando Somba
Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Selong di Kelurahan Geres, Kecamatan Labuhan Haji, NTB.
JAKARTA- Indonesia merupakan tempat yang baik untuk menginvestasikan modal di bidang transisi energi, mengingat negara ini menjadi konsumen energi terbesar dan penduduk terpadat keempat di Asia Tenggara. Namun, menurut Chief Investment Officer (CIO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Pandu Patria Sjahrir, saat ini, Indonesia baru mampu menarik 10% dari total investasi global di bidang transisi energi ke ASEAN dan 29% dari intra-ASEAN.
Dia meyakini, meski kini sebagian besar pembangkit listrik masih didominasi berbahan bakar fosil, kapasitas pembangkit listrik terbarukan di Indonesia meningkat setiap tahun.
“Kapasitas pembangkitan listrik terbarukan meningkat setiap tahun, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto). Dan jika anda melihat pangsa listrik terbarukan yang dihasilkan, saya pikir itu akan menjadi sektor yang tumbuh paling cepat,” ujarnya dalam agenda FT Live Energy Transition Summit Asia Conference di Jakarta, Rabu (25/6).
Capaian ini menandakan adanya potensi pertumbuhan lebih lanjut investasi di bidang transisi energi, baik bermitra dengan Indonesia dengan pebisnis lokal sebagai pemodal, juga dapat membantu dalam memecahkan sejumlah masalah operasional hingga penerbitan lisensi.
Baca juga: Menperin Resmikan Pabrik Panel Surya Terbesar Di Indonesia
Indonesia Peringkat Kedua Global Potensi Energi Surya Di Lahan Bekas Tambang
Pandu menguraikan, untuk mendongkrak peraihan investasi itu, pemerintah menargetkan pencapaian emisi nol bersih dalam beberapa dekade mendatang. “Jadi, tugas kita adalah bagaimana Anda (investor) menempatkan risiko pada modal dalam hal-hal yang terkait dengan bahan bakar non fosil,” ucap Pandu.
Ia menyampaikan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani akan membantu dalam hal perizinan, sehingga mempercepat pertumbuhan investasi di Indonesia.
Lebih lanjut, dia membandingkan apa yang dilakukan Filipina terhadap energi terbarukan. Dia menceritakan bahwa Pertamina New and Renewable Energy (NRE) baru saja berinvestasi di Filipina untuk mengembangkan industri pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Kerja sama strategis tersebut menandai kepemilikan Pertamina NRE (PNRE) atas 20% saham Citicore Renewable Energy Corporation (CREC), perusahaan energi terbarukan asal Filipina.
“Kita harus jujur bahwa Filipina telah melakukan pekerjaan yang sangat baik di sektor energi terbarukan. Kami ingin belajar bagaimana mereka mengembangkannya, bagaimana mereka tumbuh, dan tugas kami adalah untuk dapat memindahkan sebagian pengetahuan itu ke sini,” katanya.

Kolaborasi antara Indonesia-Filipina dinilai baik demi mengembangkan perdagangan intra-ASEAN. Indonesia menganggap perdagangan intra-ASEAN semakin penting seiring ketegangan geopolitik yang terjadi saat ini. “Kami juga akan meminta PNRE dan CREC untuk tumbuh dan fokus pada pasar ekspor ke pasar ASEAN lainnya, saya pikir pertumbuhannya akan kuat. Salah satu pendorong pertumbuhan yang besar adalah pertumbuhan pusat data. Pusat data telah menjadi industri yang tumbuh sangat cepat, dan kebutuhan akan energi terbarukan sangat besar,” kata Pandu lagi.
Transisi Energi Di Batam
Sementara, di kesempatan berbeda, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) resmi meluncurkan program transisi energi berkelanjutan ‘Sustainable Energy Transition in Indonesia’ (SETI) di Kota Batam.
Program SETI mendukung target Kementerian ESDM yang menargetkan pengurangan emisi karbon hingga 58 juta ton CO2, dan target nasional pengurangan emisi sebesar 31,9% secara mandiri dan 43,2% dengan dukungan internasional sebagai rencana jangka panjang.
Baca juga: Danantara Buka Peluang Investasi ke Industri Media Dan Hiburan Korea Selatan
Sekretaris Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Sahid Junaidi mengatakan bahwa Batam menjadi salah satu percontohan nasional bersama Surabaya.
“Melalui proyek SETI ini, kami telah melakukan survei dan membuat beberapa kriteria untuk menentukan kota mana yang akan menjadi pilot project, dengan mempertimbangkan kapasitas sumber daya manusia, konsumsi listrik, potensi energi terbarukan, inisiatif keberlanjutan yang sudah ada, dan potensi pertumbuhan ke depan. Kota yang terpilih satunya adalah Batam,” kata Sahid melalui sambutannya secara daring di Batam, Rabu.
Direktur Energy Programme GIZ Indonesia/ASEAN, Lisa Tinschert menyebut Batam sebagai kota potensial dalam transisi energi karena karakteristik sebagai kawasan industri dan kedekatan dengan Singapura.
Lisa menguraikan, proyek ini akan mendukung pelatihan, riset energi, penguatan kode bangunan, dan efisiensi energi bangunan pemerintah. “Kami ingin mendukung inisiatif pembangunan bangunan hijau di Kota Batam, sekaligus mendorong penghematan listrik di bangunan-bangunan pemerintah yang sudah ada,” kata dia.
SETI adalah program yang didanai oleh Kementerian Urusan Ekonomi dan Aksi Iklim (BMWK) Jerman melalui skema International Climate Initiative (IKI), dan dijalankan oleh konsorsium Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), Institute for Essential Services Reform (IESR), World Resources Institute (WRI) dan Yayasan Indonesia CERAH, bekerja sama dengan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM.