27 Mei 2024
10:54 WIB
RI Boyong Kesepakatan R&D Diversifikasi Teknologi Nikel Terbarukan
Kesepakatan R&D diversifikasi teknologi nikel terbarukan dicapai antara Fakultas Teknik UGM dan CNGR.
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
Ilustrasi - Pekerja mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di sebuah smelter. ANTARA FOTO/Basri Marzuki
QINZHOU - Pemerintah Indonesia berhasil memboyong kesepakatan penelitian dan pengembangan (R&D) diversifikasi teknologi antara perusahaan industri terintegrasi CNGR dan Fakultas Teknik UGM. Hal ini merupakan ‘oleh-oleh’ Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat mengunjungi fasilitas industri CNGR yang berbasis di daerah Qinzhou, China Bagian Selatan.
Kepada Menko Airlangga, Chairman CNGR Deng Wei Ming mengungkapkan komitmennya untuk mengembangkan teknologi industri energi terbarukan di perusahaannya dengan talenta di Indonesia.
“CNGR berkomitmen untuk bekerja sama dengan universitas terkemuka di Indonesia dalam pengembangan diversifikasi teknologi industri material untuk energi baru di Indonesia,” kata Chairman Ming dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin (27/5).
Sebagai informasi, CNGR merupakan salah satu grup perusahaan besar asal China yang bergerak di industri pengolahan nikel dari hulu sampai hilir. CNGR juga merupakan perusahaan yang memimpin pengembangan dan inovasi di bidang energi material, dan diakui sebagai The World Leader in New Energy Materials.
Selama ini, CNGR melakukan empat modernisasi industri yakni diversifikasi teknologi, globalisasi pengembangan, digitalisasi operasional, dan membuat ekologisasi industri. Sebagai industri terintegrasi dalam pengolahan nikel, CNGR memproduksi Sintesa Prekursor Terner dan Nikel Elektrolitik.
Pemerintah Indonesia mencatat, CNGR berencana untuk melakukan investasi sebesar Rp168,2 triliun dalam 20 tahun ke depan, dan sejak 2021 sudah melakukan investasi sebesar Rp32,1 triliun di tanah air. Sejauh ini, CNGR sudah membangun fasilitas industri pengolahan nikel di Morowali, Morowali Utara, Weda Bay, dan Batulicin.
Baca Juga: Kapasitas Produksi Baterai Kendaraan Listrik Perlu Ditingkatkan
Saat ini, CNGR mulai mengembangkan fasilitas kawasan terintegrasi di Konawe Utara yang disebut Kawasan Industri Tekno Hijau Konasara (KITHK) seluas lebih dari 5.000 Ha. Pembangunannya akan dimulai pada kuartal IV/2024 dan akan menyerap 28 ribu tenaga kerja lokal.
CNGR melakukan pengolahan biji nikel dengan inovasi teknologi Oxygen Enriched Side Blown Furnace/OESBF. Hal ini dilakukan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan ketahanan cadangan mineral Indonesia.
CNGR pun menjadi industri pertama di dunia yang mengimplementasikan pemanfaatan bijih nikel dengan cakupan grade lebih luas, efisiensi energi yang meminimalkan emisi karbon, dan produksi limbah yang ramah lingkungan serta dapat dimanfaatkan oleh industri lain.
Selain itu, sebagai hasil dari sinergi dengan kebijakan hilirisasi mineral di Indonesia, CNGR telah berhasil memproduksi Elektrolitik Nikel (Nickel Cathode) dengan kemurnian 99,99%. Per 23 Mei 2024, CNGR telah membawa nikel Indonesia masuk ke dalam rantai pasokan metal di LME (London Metal Exchange).
Pengembangan R&D Material Untuk Energi Baru
Pada kunjungan tersebut, Menko Airlangga mengecek secara langsung berbagai fasilitas industri. Yakni, fasilitas teknologi OESBF untuk ketahanan cadangan mineral karena dapat mengambil cakupan nikel dengan grade yang lebih luas. Kemudian, melihat fasilitas elektrolitik nikel yang menggunakan teknologi ekstraksi sentrifugasi.
Selanjutnya, melihat teknologi produksi prekursor bahan baku battery lithium, yang saat ini CNGR menjadi top global pemasok prekursor bagi rantai industri battery lithium selama empat tahun beruntun. Industri terkemuka global pengguna produk baterai lithium CNGR adalah Tesla, Samsung, LG, SK, hingga Panasonic.
Baca Juga: CELIOS: Industri Nikel Minim Keuntungan Ekonomi Dan Lingkungan
Setelah mengecek secara langsung berbagai inovasi teknologi dalam satu rantai industri terintegrasi dalam rantai pasok EV (Electric Vehicles), Menko Airlangga juga mendorong agar CNGR membantu pengembangan R&D material untuk energi baru yang bekerja sama dengan perguruan tinggi, dalam hal ini dengan Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada (FT UGM).
“Melalui kerja sama ini akan dipersiapkan pendirian Metal Energy R&D Center atau Pusat Riset dan Pengembangan Material Energi,” papar Menko Airlangga.
Menyambut kerja sama ini, pihak UGM akan mendorong pengembangan Pusat Inovasi Penelitian Teknik (Engineering Research Innovation Center) di UGM. Saat ini penelitiannya lebih banyak mengenai recycling, rare earth element, dan deposit material di Indonesia.
“Diharapkan dengan adanya dukungan CNGR, (Indonesia) akan lebih fokus ke material untuk energi baru,” paparnya.
Dalam kunjungan ini, Airlangga didampingi Dekan FT UGM Prof. Selo, Prof. Tumiran dan Prof. Bayu Himawan. Sebagai tindak lanjut, pihak CNGR akan segera mengunjungi UGM dengan dipimpin oleh Shuo Yin, Chief Expert dari General Institute of Research CNGR.