09 Februari 2024
13:04 WIB
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Managing Director Energy Shift Institute Putra Adhiguna menilai Indonesia perlu meningkatkan kapasitas produksi baterai. Dia memperkirakan, Indonesia baru memiliki 10 gigawatt hour (GWh) atau kurang dari 0,4% kapasitas produksi baterai global pada 2024.
“Energy Shift Institute memperkirakan tahun ini Indonesia hanya akan memiliki 10 gigawatt-hour (GWh) atau kurang dari 0,4% kapasitas produksi baterai global, 2.800 GWh,” ujar Putra di Jakarta, Jumat *9/2), dikutip dari Antara.
Putra melanjutkan, konstruksi kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing nikel Indonesia bersandar pada janji pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik.
Nilai tambah berbagai produk nikel Indonesia berkisar antara dua hingga 11 kali lipat dibanding produk mentahnya. Namun, nilai tersebut masih jauh di bawah nilai tambah yang lebih dari 60 kali lipat jika mencapai produksi baterai.
Apabila kapasitas produksi baterai Indonesia tidak ditingkatkan, Putra menilai Indonesia hanya akan bergeser dari eksportir produk nikel untuk baja tahan karat menjadi eksportir produk setengah jadi untuk industri baterai.
Baca Juga: Umur Baterai Mobil Listrik Bisa 10 Tahun, Berapa Biaya Gantinya?
“Penting untuk berbagai pihak yang terlibat tidak memandang enteng skala pertumbuhan ke depan karena revolusi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dunia baru saja memasuki babak awal,” ujar dia.
Terkait dengan pesatnya pertumbuhan baterai tanpa nikel dan perdebatan masa depan nikel, Putra justru mengatakan bahwa permintaan nikel dunia untuk baterai sangat mungkin akan terus melambung.
Peningkatan tersebut, kata dia, dapat terjadi seiring dengan laju adopsi KBLBB meskipun hadir teknologi alternatif.
“Penting dicatat bahwa dalam sektor yang berkembang pesat, angka pertumbuhan absolut lebih penting dibandingkan pangsa pasar,” kata Putra.
Putra berpandangan bahwa selain nikel, yang kerap luput dari perhatian adalah peningkatan produksi kobalt oleh Indonesia sebagai produsen kobalt terbesar kedua di dunia.
“Hal ini semakin menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang optimal,” kata dia pula.
Baca Juga: Masyarakat Hemat Lebih Dari Rp2 Juta Per Tahun Dengan Motor Listrik
Catatan Kemenperin, per Oktober 2023, Indonesia sudah memiliki dua pabrik baterai yaitu PT HLI Green Power dan PT International Chemical Industry (ABC).
PT HLI Green Power merupakan perusahaan hasil kolaborasi antara Hyundai Grup dan LG untuk memproduksi sel baterai, dengan kapasitas tahap pertama sebesar 10 GWh dan nilai investasi mencapai US$1,1 miliar.
Pabrik baterai mobil listrik tersebut direncanakan akan selesai dibangun pada tahun 2023, dan bisa berproduksi komersial untuk menyuplai kebutuhan pabrik mobil listrik di tahun 2024.
Industri sel baterai ini nantinya menyuplai kebutuhan bagi sekitar 150.000-170.000 kendaraan listrik.
Sementara, PT International Chemical industry memiliki kapasitas produksi 100 MWh per tahun (setara 9 juta butir cell), dengan target total kapasitas produksi 256 MWh per tahun (setara 25 juta butir cell).