13 Juni 2025
12:50 WIB
Regulasi Terus Berubah Jadi Penyebab Industri Tekstil Nasional Mandek
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai regulasi yang terus berubah diikuti ketidaktegasan arah industri membuat industri tekstil nasional terbatas untuk bergerak.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Fin Harini
Pekerja menyelesaikan pembuatan bordir pada kemeja di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Cakung, Jakarta, Jumat (11/4/2025). AntaraFoto/Jasmine Nadhya Thanaya
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastratmaja mengatakan, industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia saat ini berada dalam kondisi tertahan, lantaran regulasi yang berubah-ubah dan diperparah oleh sistem perdagangan global yang timpang.
"Industri tekstil saat ini tertutup kabut berupa regulasi yang berubah-ubah, sistem perdagangan global yang timpang dan ketidaktegasan arah industri nasional. Mesin industri ini masih menyala, tapi tidak tahu harus bergerak ke mana," ujarnya Jemmy dalam dalam agenda Kadin Global & Domestic Outlook Q1/2025, Jakarta, Kamis (12/6).
Baca Juga: Industri Tekstil Masih Dihantam Tekanan Hingga Timbulkan Gelombang PHK
Lebih lanjut, Jemmy menilai industri TPT sejatinya juga layak menjadi fokus dalam hilirisasi yang digaungkan pemerintah. Menurutnya, industri tekstil masih memiliki pasar ekspor dengan cakupan jutaan pekerja serta rantai pasol dari hulu hingga ke hilir yang panjang.
Lebih dari itu, Jemmy juga menyorot industri TPT memiliki potensi besar dalam hal penyerapan lapangan kerja. Kondisi ini, dapat menjadi jawaban terhadap Indonesia yang diproyeksi memiliki bonus demografi di tahun 2040, serta klasifikasi angkatan kerja dengan kualifikasi terbatas.
"Kita tahu angkatan kerja yang di Indonesia masih didominasi oleh lulusan SMP dan SMA. Dan ini sebetulnya kalau di regulasinya toward industri ya, industri TPT mampu menyerap angkatan kerja tersebut," imbuhnya.
Industri TPT Indonesia Tidak Tertinggal
Lebih lanjut, Jemmy mengatakan kondisi industri tekstil di Indonesia sejatinya tidak tertinggal seperti yang selama ini banyak dibicarakan.
Dalam hal modernisasi termasuk fasilitas mesin, hulu sampai hilir mulai dari sumber daya hutan atau produsen terpadu layaknya serat dan bahan baku, Jemmy memastikan Indonesia memiliki industri yang mumpuni.
Potensi tersebut, juga tercermin dari tren investasi di industri TPT yang meningkat khususnya pasca covid-19.
Baca Juga: Industri Tekstil RI Minta Pemerintah Impor Kapas AS Agar Bebas Tarif 32%
Tercatat, pada 2021 investasi sektor TPT mencapai US$428,22 juta, kemudian meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$988,57 juta pada 2022.
Meski investasi sempat sedikit turun menjadi US$925,17 juta pada 2023, nilainya kembali meningkat menjadi US$1.372,46 pada 2024.
"Tren investasi tersebut menunjukkan adanya kepercayaan investor terhadap prospek industri, sekaligus membantah anggapan bahwa revitalisasi dan modernisasi mesin TPT di Indonesia tertinggal," pungkasnya.