c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

25 Maret 2024

19:35 WIB

Realisasi DMO Turun, Harga Minyak Goreng Merangkak Naik

Kemendag menyebutkan terjadi penurunan ekspor CPO sejak Januari, dan diikuti penurunan DMO di dalam negeri. Imbasnya, harga minyak goreng curah dan MinyaKita mengalami kenaikan 5% di atas HET.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

Realisasi DMO Turun, Harga Minyak Goreng Merangkak Naik
Realisasi DMO Turun, Harga Minyak Goreng Merangkak Naik
Pedagang menunjukan minyak goreng rakyat MinyaKita yang mulai langka di pasaran di Pasar Mampang, Jakarta, Rabu (6/12/2023). Antara Foto/Indrianto Eko Suwarso

JAKARTA - Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Bapokting) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bambang Wisnu Subroto menyampaikan, kenaikan harga minyak goreng curah dan Minyakita yang terjadi sejak pekan lalu hingga kini masih berlangsung.

Kenaikan harga tersebut berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pada Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat. Yaitu, HET untuk minyak goreng (migor) kemasan atau MinyaKita Rp14.000 per liter dan minyak curah Rp15.500 per kg.

Sementara itu, untuk harga migor premium, ia pastikan stabil, bahkan turun. Menurut Bambang, ada faktor yang mendorong kenaikan harga migor curah dan MinyaKita. Pertama, migor curah cenderung mengikuti fluktuatif harga Crude Palm Oil (CPO).

"Untuk minyak curah memang elastis terhadap kenaikan harga CPO. Jadi kalau harga CPO ada kenaikan maka akan terpengaruh naik," jelas Bambang dalam pemaparannya di Rapat Koordinasi Inflasi Daerah, Senin (25/3).

Oleh karena itu kata dia, per 22 Maret 2024 lalu, terdapat kenaikan harga migor curah di 29 kabupaten/kota di 12 provinsi, dengan rata-rata kenaikan di atas 5% dari HET.

Baca Juga: Kemendag Pastikan Tak Revisi HET MinyaKita Jelang Ramadan

Kedua, kenaikan harga MinyaKita dipengaruhi oleh kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) ekspor CPO. Adanya penurunan DMO ini membuat ketersediaan migor curah dan MinyaKita menipis di dalam negeri.

Penurunan DMO sendiri, kata Bambang, sudah mulai terjadi sejak Januari 2024 yang tercatat hanya 212 ribu ton atau 70,7% dari target DMO yang ditetapkan 300 ribu ton per bulan. Lalu pada Februari 2024 kembali turun menjadi 131 ribu ton atau hanya 43% dari target, dan selama Maret ini baru ada realisasi DMO sebanyak 85 ribu ton atau 28,6%.

"Kami sudah melakukan komunikasi dengan produsen, namun hingga saat ini realisasi masih hanya 85 ribu ton," ungkap Bambang.

Bambang juga menyebutkan lesunya pasar ekspor CPO membuat realisasi DMO menyusut. Sebagai pengingat, kebijakan DMO diterapkan pemerintah untuk menjaga ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Dalam kebijakan ini, produsen berhak mengekspor empat kali lipat dari volume yang dijual di dalam negeri melalui mekanisme DMO.

"Kenapa turun DMO? Karena hak ekspor yang dimiliki oleh produsen kurang lebih 5,58 juta ton. Kalau mereka tidak lakukan DMO, mereka masih punya hak ekspor 2,5 bulan. Ini yang menjadi problem saat ini, ekspor lesu," imbuhnya.

Penyebab Ekspor Turun
Bambang pun melaporkan untuk rata-rata volume DMO per bulannya saat ini sekitar 271 ribu ton, sedangkan persetujuan ekspor (PE) CPO per bulan sekitar 6 juta ton. Namun realisasinya untuk ekspor CPO diketahui per bulannya hanya 1,9 juta ton.

Misalnya, untuk ekspor bukan Februari, diketahui hanya mencapai 1,01 juta ton atau di bawah rata-rata ekspor bulanan. Hal ini lah yang menyebabkan penurunan DMO di dalam negeri yang telah ditargetkan pemerintah sebesar 300 ribu ton.

Penurunan harga minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai dan kanola membuat harga CPO menjadi lebih mahal. Alhasil, negara pengimpor lebih memilih importasi minyak kedelai atau kanola. Disebutkan Bambang, untuk harga CPO saat ini adalah US$1.115 per ton, sedangkan harga minyak kedelai US$1.060 per ton.

Baca Juga: Minyakita Terus Naik, Kemendag Akan Bahas HET Baru

"Dengan kondisi ini, negara-negara importir lebih memilih impor soybean atau minyak nabati lain. Karena kalau selisih US$100 lebih murah pun, mereka lebih memilih impor minyak nabati lain. Ini yang menyebabkan ekspor turun," tutur Bambang.

Oleh karena itu, Bambang mengaku jika Kemendag pada 4 Maret 2024 lalu telah meminta para pelaku usaha dalam rapat bersama, untuk mendorong peningkatan DMO terutama jelang lebaran yakni minimal 70% dari alokasi kewajiban.

Sedangkan terkait ketersediaan migor jelar lebaran, Bambang meyakinkan jika pasokan masih mencukupi. Namun ia juga mengingatkan agar masing-masing pemerintah daerah memeriksa langsung ketersediaan dan harga migor di distributor-distributor wilayah mereka masing-masing.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar