c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

25 Juni 2024

20:37 WIB

PTPN III Ungkap Alasan Indonesia Harus Tekan Impor Gula

Dirut PTPN III menyatakan Komisi VI perlu mendukung penekanan angka impor gula. Hal ini untuk mendukung peningkatan produktivitas dalam negeri.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">PTPN III Ungkap Alasan Indonesia Harus Tekan Impor Gula</p>
<p id="isPasted">PTPN III Ungkap Alasan Indonesia Harus Tekan Impor Gula</p>

Petugas menggunakan alat berat untuk memindahkan gula pasir dalam karung untuk diimpor. Shutterstock /Mr. Kosal

JAKARTA - Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Mohammad Abdul Ghani meminta dukungan Komisi VI DPR RI dalam hal perlindungan bagi petani tebu dalam negeri, salah satunya dengan menekan jumlah impor gula. Hal ini menurutnya bisa mendongkrak perbaikan agronomi produksi gula nasional.

Sambil menahan importasi gula, lanjutnya, petani tebu agar berusaha meningkatkan produktivitasnya yang selama ini hanya mampu mencapai sekitar 5 ton per tahun.

Jumlah tersebut dinilai minim. Pasalnya, jika dipangkas dengan bagi hasil dan biaya olah, menurut perhitungan Ghani maka harga pokok produksi (HPP) gula petani mencapai Rp9.700 per kg. Angka ini dinilai masih sangat tinggi.

Oleh karena itu, Ghani mendorong agar petani meningkatkan produktivitasnya menjadi sekitar 8 ton gula. Sehingga angka HPP akan semakin rendah, dan harga jual di konsumen masih murah.

"Kalau 8 ton, HPP petani itu nantinya cuma Rp6.300 per kg. Artinya petani ini mungkin nggak perlu dibeli kaya sekarang Rp14.500 per kg karena itu kemahalan. Kalau kemahalan, ya kasihan konsumen," kata Ghani dalam Rapt Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (25/6).

Baca Juga: Harga Gula Terus Naik, Tembus Rp18.610 Per Kg

Dengan turunnya HPP gula di petani menjadi sekitar Rp6.300, maka Ghani pun memperkirakan harga gula di konsumen bisa turun menjadi sekitar Rp12.000 per kg.

"Jadi petani sejahtera, konsumen lebih sejahtera karena harga gula tidak begitu mahal," ungkapnya.

Namun, produktivitas tersebut baru akan berhasil jika dibarengi dengan upaya menekan jumlah importasi gula. Oleh karena itu, Ghani meminta agar Komisi VI DPR bisa turut melindungi upaya petani tebu.

"Saya betul-betul memohon dukungan komisi VI DPR sebelum produktivitas petani mencapai 8 ton (per tahun), tolong kami dilindungi, jangan masuk gula impor. Kalau gula impor masuk gila-gilaan, kami petani mati tidak bisa memperbaiki agronominya. Tapi ketika produktivitas petani sudah mencapai 8 ton, kita bisa bersaing dengan gula impor," ucap dia.

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah mengeluarkan kebijakan perpanjangan masa relaksasi atau penyesuaian Harga Acuan Pemerintah (HAP) gula di tingkat konsumen dan produsen, melalui surat bernomor 386/TS.02.02/B/05/2024. Aturan ini menambah masa relaksasi yang semula berlaku 5 April 2024 hingga 31 Mei 2024, diperpanjang hingga 30 Juni 2024 untuk level konsumen dan 31 Oktober 2024 untuk level produsen.

Lengkapnya, untuk relaksasi HAP gula di tingkat produsen ditetapkan Rp14.500 per kg, sedangkan   tingkat ritel atau konsumen sebesar Rp17.500 per kg.

Sementara untuk HAP gula konsumsi di tingkat ritel dan konsumen wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan wilayah tertinggal, terluar, terpencil, dan perbatasan (3TP) ditetapkan sebesar Rp18.500 per kg.

Baca Juga: Harga Gula Terus Naik, Peneliti Sarankan Dua Hal Atasi Kenaikan

Badan Pengelola Gula
Adapun PTPN III menargetkan produksi gula selama lima tahun ke depan mampu memproduksi 2 juta ton. Hal ini menurut Ghani sesuai dengan Peraturan Menteri Perekonomian (Permenko) Nomor 21 Tahun 2022.

Tak hanya itu, Ghani juga mengusulkan agar pemerintah membentuk badan yang mengelola keuangan seperti komoditas sawit, yaitu Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Badan pengelola ini nantinya kata Ghani, akan menampung pungutan ekspor atau export levy, sehingga industri gula nasional bisa berkelanjutan.

"Industri gula perlu seperti sawit. Setiap ekspor dikenakan levy, levy-nya ditaruh di (lembaga) seperti BPDPKS sawit. Di gula mestinya ada, karena gula, petani kalau dilawankan dengan gula impor, pasti kalah, sampai kapan pun," tegasnya.

Uang tersebut menurutnya nanti akan kembali bagi petani, bukan PTPN. Penggunaannya misalnya untuk membantu penelitian plasma nutfah, varietas dan lainnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar