c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

01 November 2025

13:40 WIB

Prasasti Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal III Di Kisaran 5%

Prasasti menilai laju pertumbuhan sekitar 5% dinilai tetap kokoh dan mencerminkan ketahanan fundamental ekonomi Indonesia di tengah dinamika global yang belum menentu.

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Prasasti Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal III Di Kisaran 5%</p>
<p id="isPasted">Prasasti Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal III Di Kisaran 5%</p>

Petugas melayani pengurusan perizinan usaha di ruang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Gedung BKPM, Jakarta, Selasa (7/7/2020). Antara Foto/Galih Pradipta

JAKARTA - Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh stabil di kisaran 5% pada kuartal III/2025 atau relatif tidak berubah dibandingkan periode sebelumnya.

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III/2025 pada Rabu (5/11), berdasarkan kalender resminya.

“Untuk saat ini, laju pertumbuhan sekitar 5% dinilai tetap kokoh dan mencerminkan ketahanan fundamental ekonomi Indonesia di tengah dinamika global yang belum menentu,” kata Research Director Prasasti Gundy Cahyadi di Jakarta, Sabtu (1/11), dikutip dari Antara.

Prasasti menilai, konsumsi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan dan investasi tetap solid. Keseluruhan data mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan saat ini lebih bersifat stabil daripada menguat secara signifikan.

Prasasti melihat terdapat kenaikan data penjualan ritel sebesar 5,8% secara tahunan pada September. Itu, menurut dia, merupakan laju tertinggi sejak awal 2024 dan menunjukkan adanya sedikit peningkatan permintaan rumah tangga.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi 5,12% Diragukan Banyak Pihak, BPS: Datanya Sudah Mantap

Namun inflasi inti yang hanya mencapai 2,2% menunjukkan bahwa dorongan belanja masyarakat masih terbatas. Kepercayaan konsumen juga belum pulih sepenuhnya, tertekan oleh pertumbuhan pendapatan yang tidak merata serta kekhawatiran terhadap biaya hidup.

“Konsumsi memang membaik, tetapi lajunya masih jauh dari kata kuat. Yang kita lihat saat ini adalah stabilisasi, bukan lonjakan. Kabar baiknya, fondasi dasarnya tetap kokoh,” ujar Gundy.

Dari sisi moneter, kondisi likuiditas menunjukkan perbaikan. Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh 8% secara tahunan pada September, didorong oleh pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang telah memangkas suku bunga acuan sebesar 150 bps (basis poin) sejak September 2024.

Menurut Prasasti, dampak dari kebijakan ini mulai terasa, meski penyalurannya ke sektor kredit dan konsumsi masih berlangsung secara bertahap.

Sementara dari sisi fiskal, realisasi belanja pemerintah hingga September baru mencapai 59,7% dari target tahunan, dibandingkan 64,7% pada periode yang sama tahun lalu.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dorongan fiskal pada kuartal ketiga masih terbatas, namun membuka ruang untuk percepatan belanja pada akhir tahun ketika kementerian dan lembaga biasanya mempercepat penyerapan anggaran.

Investasi Jadi Jangkar Pertumbuhan
Investasi tetap menjadi penopang utama pertumbuhan, meskipun mulai menunjukkan tanda perlambatan. Impor barang modal, yang menjadi indikator aktivitas proyek, tumbuh 32,5% (year on year/yoy) pada kuartal II, namun melambat menjadi sekitar 11,2% pada Juli-Agustus.

Pertumbuhan kredit perbankan juga melemah ke 7,6%. Meski demikian, data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi naik 13,9% secara tahunan pada kuartal III, dipimpin oleh sektor pusat data, logistik, dan infrastruktur digital.

“Investasi masih menjadi jangkar pertumbuhan, namun momentumnya mulai menurun. Arus investasi ke sektor jasa dan digital memang positif, tetapi tahap berikutnya perlu difokuskan pada revitalisasi sektor industri agar daya saing jangka panjang tetap terjaga,” kata Gundy.

Baca Juga: Likuiditas Stabil, UOB Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV Kuat!

Sementara dari sisi eksternal, neraca perdagangan terus menjadi bantalan penting bagi stabilitas ekonomi. Surplus perdagangan mencapai US$5,49 miliar pada Agustus, tertinggi sejak awal 2024.

Kinerja ekspor masih didukung oleh permintaan yang stabil dari pasar utama serta harga komoditas yang relatif kuat, terutama minyak sawit mentah (CPO).

Surplus yang berkelanjutan itu turut membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memperkuat cadangan devisa, sehingga menopang ketahanan makroekonomi Indonesia.

“Kombinasi kebijakan moneter dan fiskal tetap terjaga dengan baik. Pelonggaran moneter BI menjaga likuiditas tanpa menimbulkan gejolak arus modal, sementara pengelolaan fiskal yang disiplin memberi ruang bagi stimulus yang lebih terarah. Sinergi ini menopang pertumbuhan yang stabil dan berkelanjutan,” kata Gundy.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar