c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

16 Agustus 2023

20:50 WIB

Potensi Bursa Karbon dan Peran Penting Lembaga TIC

Potensi bursa karbon di Indonesia disebut-sebut cukup besar. Diperlukan juga peran dari Lembaga Pengujian, Inspeksi, dan Sertifikasi (TIC) untuk mendukung bursa karbon.

Editor: Fin Harini

Potensi Bursa Karbon dan Peran Penting Lembaga TIC
Potensi Bursa Karbon dan Peran Penting Lembaga TIC
Ilustrasi. Anak-anak bermain di pantai Bohay dengan latar belakang PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur, Selasa (7/7/2020). Antara Foto/Budi Candra Setya

JAKARTA - Indonesia akan memiliki bursa karbon. Lahirnya bursa karbon menandai keseriusan pemerintah untuk mendorong penurunan emisi untuk industri yang lebih hijau.

Itu semua tidak lepas dari target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia pada 2030. Awalnya, Indonesia menargetkan penurunan emisi 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan internasional. Seiring berjalannya waktu, target itu pun dinaikkan menjadi 31,89% dengan upaya mandiri dan 43,20% dengan bantuan internasional.

Pemerintah juga telah meratifikasi Kesepakatan Paris melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change.

Adapun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, ada tiga program prioritas nasional yang mendukung NDC tersebut, yakni peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim serta pembangunan rendah karbon.

Selain itu, bursa karbon juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau PPSK. Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun tengah mempersiapkan bursa perdagangan karbon yang ditargetkan meluncur pada September 2023.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memandang ambisi pencapaian target penurunan emisi dalam mengatasi perubahan iklim membutuhkan dana yang sangat besar. Mengingat aksi perubahan iklim di sektor industri sebagian besar dilakukan secara mandiri oleh dunia usaha, dan tetap harus dapat menjaga daya saing produk industri manufaktur. 

Oleh karena itu, Kemenperin mendukung penerapan bursa karbon dengan harapan adanya bursa karbon akan membuka peluang baru bagi pelaku industri untuk berpartisipasi dalam kredit karbon maupun carbon offsetting. Diharapkan, industri dapat menikmati hasil surplus capaian reduksi emisi menjadi benefit yang akan membantu industri bersangkutan dalam meningkatkan capaian dekarbonisasi dan transisi energi. 

“Secara umum pelaku usaha akan punya fleksibilitas dalam melakukan upaya dekarbonisasi sembari menjaga daya saing produk mereka baik secara nasional maupun pasar global,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Doddy Rahadi kepada Validnews di Jakarta, Rabu (16/8).

Baca Juga: Punya Ekosistem, MUTU International Dorong Penerapan Bursa Karbon

Ia memaparkan, emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan oleh industri untuk tiga tahun ke belakang relatif turun sehingga capaian penurunan emisi GRK di sektor industri untuk industrial process and production use (IPPU) pun tercapai. 

Sektor industri, sambungnya, sudah berupaya untuk menurunkan emisi GRK dan sekarang perlu penurunan lebih masif lagi, seiring dengan kenaikan target enhanced NDC Indonesia.

Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan Kemenperin bersama industri, total emisi karbon yang dihasilkan dalam tiga tahun terakhir untuk industri semen sebesar 140,11 juta ton CO2e dan untuk industri pupuk sebesar 33,98 juta ton CO2e. 

Adapun untuk penurunan emisi GRK dalam tiga tahun terakhir untuk industri semen adalah 18,19 juta ton CO2e dan industri pupuk sebesar 26,18 juta ton CO2e.

“Penurunan emisi GRK sektor industri ini dapat tercapai karena komitmen industri dalam menerapkan manajemen energi, pemanfaatan EBT (seperti biomassa dan panel surya atap di fasilitas produksi, pergudangan, perkantoran mereka), serta pengelolaan bahan kimia dan pengendalian limbah dengan teknologi hijau,” tutur Doddy.

Lebih lanjut, aturan mengenai mekanisme penerapan nilai ekonomi karbon di Indonesia telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 dan Kemenperin sebagai sektor pembina industri telah diamanatkan untuk membuat regulasi dari turunan Perpres tersebut. 

Progres saat ini, Kemenperin sedang menyusun turunan regulasi dimaksud untuk sektor industri yang meliputi energi di industri, IPPU, limbah industri, mulai dari skema nilai ekonomi karbon yang dipilih, penentuan nilai Batas Atas Emisi GRK, mekanisme pelaporan, dan lainnya.

“Terkait mekanisme perdagangan karbon luar negeri, kami mengacu pada aturan yang telah ditetapkan, yang dapat memberikan benefit bagi industri tetapi juga dapat memberikan kontribusi terhadap target NDC Indonesia,” jelas Doddy.

Potensi Bursa Karbon
Center of Reform on Economics (Core) Indonesia memandang perdagangan karbon memungkinkan perusahaan-perusahaan yang memiliki emisi karbon berlebih untuk mengeluarkan biaya tambahan dengan membeli atau membayar kredit karbon. Nantinya, kredit tersebut  dapat digunakan untuk pembangunan proyek-proyek yang sifatnya berkelanjutan atau hijau. 

“Perdagangan karbon tentu berperan penting dan dianggap menjadi solusi dalam kebijakan lingkungan terutama untuk mengurangi emisi karbon global,” kata Peneliti Senior Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet kepada Validnews di Jakarta, Senin (14/8).

Ia menjelaskan, salah satu contoh teoritis yang kemudian bisa diambil sebagai acuan adalah ketika China secara masif mendorong pembentukan pasar karbon di Shanghai dan yang menjadi awal mula upaya China untuk mengurangi emisi karbon.

Namun demikian, Yusuf mengatakan keberhasilan bursa karbon menurunkan emisi akan dipengaruhi beberapa hal termasuk di dalamnya bagaimana pengawasan dari sistem perdagangan karbon. 

Menurutnya, ini menjadi penting karena dalam skema bursa karbon perusahaan atau entitas bisnis diberikan batas karbon yang dapat dikeluarkan atau dapat dikoreksi dengan aksi hijau yang dilakukan oleh entitas bisnis tersebut.

Baca Juga: OJK: Bursa Karbon Akan Beroperasi Bulan September

Oleh karena itu, guna mendukung ekosistem bursa karbon yang optimal, Yusuf memandang adanya Lembaga Pengujian, Inspeksi, dan Sertifikasi (TIC) tidak bisa dilepaskan begitu saja. 

“Sehingga dengan adanya lembaga pengujian inspeksi dan sertifikasi menjadi salah satu proses yang tidak terlepas dari upaya untuk menjalankan bursa karbon itu sendiri,” katanya.

Lebih lanjut, Yusuf mengungkapkan potensi ekonomi perdagangan karbon di Indonesia yang relatif besar, yakni dengan nilai mencapai sekitar Rp350 triliun dalam lima tahun ke depan.

Ia melanjutkan, data dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi juga menunjukkan Indonesia memiliki hutan hujan tropis ketiga terbesar di dunia dengan luas area sekitar 125,9 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon hingga 25,2 miliar ton. 

Sementara di saat yang bersamaan lahan bakau di Indonesia mencapai 3,31 juta hektare dan diperkirakan mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton karbon per hektare atau 33 miliar karbon untuk seluruh hutan bakau di Indonesia. 

“Artinya beragam data ini menunjukkan potensi yang kemudian Indonesia miliki dalam bursa karbon dan menurut saya lembaga TIC adalah bagian atau proses yang harus ada dalam pengelolaan bursa karbon di dalam negeri,” ujar Yusuf.

Suasana gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di kawasan Semanggi, Jakarta, Rabu (21/6/2023) . ValidNewsID/Fikhri Fathoni 

ISCC
Kepala BSKJI Kemenperin Doddy Rahadi menambahkan, International Sustainable Carbon Certification (ISCC) merupakan salah satu jenis sertifikat karbon sukarela yang dapat dimiliki oleh pelaku usaha. 

Ia mempersilahkan para pelaku usaha yang ingin mensertifikasi proyeknya dengan ISCC atau sertifikat karbon lainnya sepanjang sesuai dengan Perpres Nomor 98 Tahun 2021.

“Selain itu, kami juga sedang mengulas peran Lembaga Pengujian, Inspeksi, dan Sertifikasi (TIC). Kami ingin mengetahui bagaimana peran lembaga swasta dalam mewujudkan industri nasional yang semakin berdaya saing,” ucapnya.

Peneliti Senior Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat, sertifikasi menjadi penting karena sertifikasi ini yang digunakan sebagai salah satu rujukan konsumen untuk mengetahui apakah suatu produk berkualitas dan atau memenuhi standar-standar tertentu yang menjadi penting untuk konsumen itu sendiri. 

Apalagi saat ini sertifikasi menjadi lebih luas mengingat konsep keberlanjutan juga ikut dipertimbangkan artinya tidak hanya sekedar kualitas dari proses produksi namun juga bagaimana suatu produk industri itu bisa ramah lingkungan dan sifatnya berkelanjutan dalam periode-periode mendatang. 

“Jadi singkatnya, sertifikasi menjadi penting untuk peningkatan daya industri namun yang juga perlu menjadi catatan adalah sertifikasi bukanlah satu-satunya yang harus dilakukan dalam peningkatan daya saing industri,” ujar Yusuf.

Lembaga TIC dan Daya Saing Industri
Kepala BSKJI Kemenperin Doddy Rahadi menuturkan, lembaga TIC sangat penting untuk menjamin konsistensi mutu produk industri yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.

Ia bilang, jika produk industri telah memiliki kualitas yang baik, maka akan dapat bersaing di pasar domestik dan internasional.

“TIC ini merupakan bagian dari infrastruktur mutu dalam dunia manufacturing sehingga TIC yang kredibel merupakan pendukung utama dari industri untuk akses pasar terutama pasar ekspor,” ucap Doddy.

Ia menjelaskan, penting bagi perusahaan untuk melakukan TIC karena agar dapat sesuai dengan persyaratan standar dan dapat melindungi konsumen dari segi kesehatan, keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan hidup.

Lebih lanjut, dengan adanya pengujian, inspeksi, dan sertifikasi maka aktivitas transformasi industri berorientasi industri hijau dapat terus tumbuh dan berkembang serta agar aktivitas nya terukur dan terarah.

Doddy menuturkan, industri yang telah melalui pengujian, inspeksi dan sertifikasi jelas berbeda dengan yang belum. Hal ini karena pengujian, inspeksi dan sertifikasi merupakan jaminan bagi konsistensi terhadap kesesuaian dan ketelusuran terhadap standar serta jaminan mutu terhadap produk/barang jasa yang telah dihasilkan.

Oleh karena itu, lembaga-lembaga TIC diminta agar meningkatkan kompetensi dan ruang lingkup infrastruktur pengujian/inspeksi dan sumber daya manusianya, sehingga tidak hanya diakui di level nasional tetapi juga di tingkat internasional.

“Lembaga TIC akan mendukung program standardisasi dan jasa industri hijau sebagai tools pemerintah untuk membina dan memberdayakan serta meningkatkan daya saing industri di pasar global sekaligus memenuhi komitmen dalam target perubahan iklim dan transisi energi,” tegas Doddy.

Punya Ekosistem
PT Mutuagung Lestari (MUTU International), perusahaan di bidang jasa pengujian, inspeksi dan sertifikasi atau TIC, menyatakan siap mendukung perdagangan karbon melalui adanya bursa karbon yang rencananya berjalan mulai September 2023. 

Presiden Direktur MUTU International Arifin Lambaga mengatakan, dukungan ini seiring dengan Perusahaan yang sudah menjadi Lembaga Validasi dan Verifikasi (LVV) Gas Rumah Kaca yang terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).

"Sebagai perusahaan dengan bisnis Testing, Inspection, and Certification (TIC), MUTU International sudah sangat siap untuk mendukung berhasilnya implementasi bursa karbon. Hal ini mengingat MUTU International merupakan salah satu LVV GRK yang sudah terakreditasi KAN sejak tahun 2015," katanya dalam pernyataan tertulis, Selasa (23/5) lalu.

Menurut Arifin, MUTU International sudah memiliki ekosistem bisnis yang sesuai untuk bursa karbon yakni sudah diakreditasi sebagai LVV GRK oleh KAN.  

Kegiatan validasi dan verifikasi ini adalah salah satu dari bisnis utama MUTU International.  

Hingga saat ini, dia menyebutkan MUTU international telah menerbitkan 11 laporan validasi dan verifikasi gas rumah kaca dengan berbagai skema dan program serta terdapat 8 kegiatan yang akan dan sedang berlangsung pada tahun ini.  

"MUTU International juga telah menerbitkan 105 sertifikat dengan skema International Sustainable Carbon Certification (ISCC) pada tahun 2022” kata Arifin.

Baca Juga: Saham MUTU Tembus ARA di Awal Perdagangan

Ia menjelaskan, MUTU International melakukan validasi dan verifikasi proyek berdasarkan ISO 14064-2 yakni serangkaian sistem pengelolaan gas rumah kaca yang menyediakan program keberlanjutan bagi organisasi untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan energi dalam kegiatan usaha pelanggan.

MUTU juga menjadi Third Party Entry (TPE) yang melakukan validasi dan verifikasi terhadap proyek dengan mekanisme kredit bersama atau joint credit mechanism (JCM), yakni Komite Bersama antara Pemerintah Jepang dan Indonesia yang memiliki visi untuk mengurangi emisi karbon melalui penghematan energi dengan cara menerapkan teknologi efisiensi energi yang tinggi untuk kegiatan usaha di bidang industri jasa, pengolahan dan atau manufaktur.

Selain itu, MUTU International juga melakukan verifikasi terhadap Laporan Emisi Tahunan yang dibuat oleh Maskapai Penerbangan melalui program Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA), sebuah skema yang dibuat oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam upaya dunia internasional dalam mengurangi gas buang CO2 pada penerbangan internasional.

Direktur Mutu International, Irham Budiman mengatakan MUTU International bahkan telah berkontribusi sebagai lembaga validasi dan verifikasi independen untuk penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Kontribusi ini memberikan penilaian terhadap Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi (DRAM) dan sebagai Verifikator yang memberikan Penilaian terhadap laporan implementasi dan monitoring Aksi Mitigasi yang disusun oleh Penyelenggara Aksi Mitigasi pada proses Registrasi SRN PPI dan pengajuan penerbitan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK).


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar