19 Februari 2025
10:10 WIB
PLTP Belum Jadi Proyek Transisi Energi Yang Tepat Di RI, Ini Alasannya
Sebagian besar proyek PLTP/geothermal di Indonesia bermasalah dan membawa dampak buruk bagi warga setempat.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Fin Harini
Petani menyemprot tanaman kentang di sekitar instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) PT Geo Dipa Energi kawasan dataran tinggi Dieng, desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jateng, Sabtu (14/8/2021). ANTARAFOTO/Anis Efizudin
JAKARTA - Riset lapangan Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menunjukkan, dari 18 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang ada di Indonesia, 15 di antaranya ternyata bermasalah lantaran membawa dampak buruk bagi masyarakat sekitar.
Padahal, dalam beberapa tahun terakhir PLTP digadang-gadang menjadi pengganti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang paling stabil sebagai penopang beban dasar (base load).
Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, PLTP merupakan proyek yang cukup kontroversial. Lantaran meski diterima di Eropa, namun praktik transisi energi satu ini menimbulkan banyak polemik di beberapa negara, terutama di Indonesia.
"Ada masalah konflik teritorial, ada konflik soal akses terhadap tanah dan air," ujar Bhima, dalam 'Masa Depan Panas Bumi di Bawah JETP-Studi Kasus PLTP IJen', Jakarta, Selasa (18/2).
Baca Juga: CELIOS Ungkap Temuan Ketidakadilan Dalam Proyek PLTP Ijen
Selain itu, masalah utama dari PLTP adalah seluruh proyek di Indonesia yang berlokasi di pegunungan, sehingga lekat dengan kehidupan dan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada tanah yang subur.
Eksploitasi PLTP di dekat kawasan pemukiman jika memberikan dampak pencemaran air yang disebabkan rembesan pada air tanah. Pencemaran ini ditandai dengan perubahan warna, bau, rasa, dan temperatur terutama pada air konsumsi.
Hal lain yang juga krusial, adalah seringnya terjadi kecelakaan operasional selama proses eksplorasi, terutama disebabkan oleh meledaknya pipa karena tekanan yang sangat besar.
Masih berdasarkan catatan CELIOS, setidaknya ada 14 kecelakaan yang terjadi dari tahun 2007 hingga 2024 di berbagai proyek PLTP tanah air. Angka tersebut belum termasuk kecelakaan yang mungkin saja terjadi sebelum tahun 2007.
Alkimia Ganda
Alasan lain yang membuat PLTP dianggap belum tepat diterapkan di Indonesia adalah praktiknya yang justru digarap dengan konsep alkimia ganda (double-alchemy).
Mengacu pada literatur karangan Gavin Bridge berjudul The Hole World: Scales and Spaces of Extraction (2013), istilah alkimia ganda dimaknai sebagai ekstraktivisme sumber daya alam dalam hal ini panas bumi yang diubah menjadi energi dan dikonversi untuk mendapat keuntungan ke wilayah yang sudah terjangkau manfaat dengan baik, namun justru menambah lapisan krisis dan penderitaan di wilayah di sekitar sumber panas bumi itu sendiri.
Kondisi di atas yang secara nyata terjadi pada proyek PLTP Ijen, di mana ekstraksi listrik yang dihasilkan nyatanya dialirkan ke PLTU Paiton untuk menambah pasokan listrik yang dialirkan ke wilayah Jawa-Bali, sedangkan masyarakat setempat justru mengalami krisis pasokan listrik.
Baca Juga: Investasi Panas Bumi RI Bertambah US$1,82 Miliar
"Di beberapa tempat panas bumi yang diklaim sebagai sumber energi bersih, ternyata warga sekitar tidak mendapat manfaat langsung dari panas bumi, atau bahkan akses listriknya masih energy poverty atau masih miskin listrik," beber Bhima lagi.
Karena itu, Bhima melihat ada korelasi yang aneh antara panas bumi dengan upaya untuk mendorong akses energi bagi masyarakat.
Alih-alih menjadikan PLTP sebagai penopang beban dasar sumber listrik bagi masyarakat, Bhima menilai langkah paling konkret untuk mewujudkan energi alternatif untuk masyarakat secara langsung dapat dilakukan dengan menerapkan metode transisi energi lain, salah satunya panel surya.
Menurut Bhima, konsep transisi energi ini bisa dilakukan dengan basis komunitas untuk ketahanan pangan, sejalan dengan proyek pemerintah yang baru-baru ini didorong yakni proyek tiga juta rumah.
"Energi terbarukan untuk men-support 3 juta rumah. Itu sebenarnya menjadi salah satu bentuk kerja sama energi yang diharapkan. Bayangkan 3 juta rumah kalau semuanya di-supply dari solar panel berapa banyak penghematan dari subsidi listrik yang dihasilkan," pungkasnya.