01 November 2025
11:12 WIB
PLTA Tonsealama, Penopang Terang Celebes Dari Pelosok Minahasa
Cerita PLTA Tonsealama yang tetap kokoh menerangi Sulutenggo walaupun sempat dihantam peluru milik pasukan Westerling.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
PLTA Tonsealama di Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. ValidNewsID/Yoseph Krishna
MINAHASA - Jauh sebelum Indonesia merdeka, terdapat satu proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang dimulai oleh Pemerintahan Kolonial Belanda di Sulawesi Utara, tepatnya di Kabupaten Minahasa, yakni PLTA Tonsealama.
Proyek pembangkit listrik berbasis energi terbarukan itu sudah dirancang oleh Belanda sejak tahun 1912, namun baru bisa terealisasi tahun 1929 dan resmi beroperasi pada tahun 1950.
Dengan memanfaatkan DAS Tondano, PLTA Tonsealama yang terdiri dari 3 unit saat ini punya total kapasitas produksi sekitar 12 Megawatt (MW). Listrik yang diproduksi PLTA Tonsealama kemudian disalurkan ke sistem interkoneksi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo (Sulutenggo) sebelum dinikmati oleh masyarakat.
Validnews pun berkesempatan melihat langsung salah satu pembangkit listrik tertua di Indonesia, selain PLTA Dago dan PLTA Bengkok yang keduanya terletak di Bandung, Jawa Barat.
Jalanan curam dan dipenuhi aspal yang sudah rusak tak memupuskan semangat untuk melihat fasilitas kelistrikan tersebut. Udara sejuk dan deru suara air terjun turut menemani perjalanan kala itu.
Baca Juga: 4 PLTA Tertua Di Indonesia
Sekalipun sudah berumur, aspek safety tak sedikitpun diabaikan di PLTA Tonsealama. Pasalnya, tim dari PLN Nusantara Power UP Minahasa selaku pengelola PLTA Tonsealama langsung memberikan alat-alat safety kepada pengunjung, mulai dari rompi hingga pelindung kepala.
PLTA Tonsealama sampai saat ini masih mampu menunjukkan kapabilitasnya untuk menerangi Tanah Celebes, terutama di sekitaran Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo yang terkoneksi oleh sistem kelistrikan Sulutenggo.
"Interkoneksi dengan Sulutenggo itu sekitar tahun 1980-an, kapasitasnya di sini 12 MW total dari 3 unit," jelas Asisten Manajer Operasi PT PLN Nusantara Power UP Minahasa Oudy F. Rumbajan, Kamis (30/10).
Setelah 'menyetor' ke sistem interkoneksi Sulutenggo, barulah listrik dari PLTA Tonsealama disalurkan ke sistem tegangan tinggi, tegangan menengah, serta tegangan rendah untuk melayani masyarakat.
"Tegangan rendah itu kalau kita lihat di jalan ada gardu, itu tegangan rendah. Lalu yang tegangan 20 kilovolt (kV) itu tegangan menengah, kemudian masuk ke rumah itu tegangan 220 Volt," tutur Oudy.
Jika dikonversikan, setiap 1 MW listrik dari PLTA Tonsealama bisa melistriki sekitar 15-17 kecamatan. Setiap kecamatan, terdiri dari sekitar 20-30 rumah yang rata-rata punya tegangan listrik 450 VA-990 VA.
"Bergantung besaran luasnya kecamatan. Tapi rata-rata di sini teman-teman kami dapat listrik seperti itu, 15-17 kecamatan (setiap 1 MW)," tambahnya.
PT PLN Nusantara Power UP Minahasa memberi tanda sejarah bekas peluru dari serangan Raymond Pierre W esterling di generator PLTA Tonsealama, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. ValidNewsID/Yoseph Krishna
Di Balik Peluru Westerling
Arsitektur PLTA Tonsealama sendiri memang terlihat amat lawas, kuno, old school, atau apapun itu istilahnya, tapi tetap tak bisa menutup kegagahan fasilitas tersebut.
PLTA Tonsealama sudah menegaskan kegagahannya sejak tahun 1947. Kala itu hujan peluru dari pesawat pasukan Raymond Pierre Paul Westerling berhasil menghancurkan sebagian bangunan, tapi tidak dengan mesin PLTA untuk menghasilkan listrik.
Saking bersejarahnya, ada bekas peluru dari Sang Kapten Westerling di salah satu bagian generator PLTA yang ditandai dengan lingkaran putih. Sampai saat ini, generator tersebut masih bisa beroperasi dengan gagah.
"Ini bekas peluru tahun 1947, peluru dari pesawat. Ini (gedung) sudah kita renovasi, dulu itu hancur tapi engine masih bisa operasi sampai sekarang," kata dia.
Selain dari peluru Westerling, PLTA Tonsealama juga menjadi salah satu infrastruktur yang ditargetkan pada serangan pemberontakan yang bertajuk Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) sekitar tahun 1957.
Tapi tetap saja, peluru apapun tak bisa benar-benar menghancurkan mesin PLTA Tonsealama. Buktinya, fasilitas tersebut sampai saat ini masih tetap beroperasi untuk menerangi Tanah Celebes.
Baca Juga: Begini Cerita Pemanfaatan Air Jadi Tenaga Listrik
Tantangan Pengelolaan 'Si Tua'
Ada satu pertanyaan besar, bagaimana 'Si Tua' bisa tetap andal menyuplai listrik ke sistem Sulutenggo? Karena tentu, perawatan menjadi hal yang krusial supaya PLTA Tonsealama bisa tetap gagah.
Oudy menyebutkan di samping perawatan mesin, tantangan juga datang dari sisi kesiapan sumber daya manusia (SDM). Tak banyak orang yang bisa mengoperasikan alat-alat tua dari era penjajahan Belanda sampai Jepang.
Ya, setiap peralatan ataupun fasilitas yang ada di PLTA Tonsealama merupakan kombinasi. Teknologi dari Jepang juga ikut andil dalam operasional PLTA Tonsealama karena Negeri Samurai itu kala memasuki Indonesia juga menilai fasilitas itu penting di kemudian hari.
Ruang mesin PLTA Tonsealama di Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. ValidNew sID/Yoseph Krishna
"Pertama itu SDM-nya kita siapkan. Pada saat rekrutmen, harus lewat pelatihan sesuai jenjang bidang apa yang di pembangkitan, transmisi, atau penyaluran," imbuh Oudy.
PT PLN, sambung Oudy, punya beberapa tahapan pendidikan dan pelatihan (diklat) kepada setiap calon operator pembangkit listrik, mulai dari level 1, level 2, dan seterusnya. Langkah tersebut dinilai pas untuk melahirkan seorang operator ataupun teknisi PLTA yang kompeten.
"Setiap minggu juga kita review SOP kita masing-masing. Kalau tidak kompeten, ya kita kompetenkan lagi atau kita ganti orang," jabarnya.