01 April 2024
14:50 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA - Praktisi Minyak dan Gas Bumi (Migas) Hadi Ismoyo menilai keputusan PT Pertamina (Persero) untuk tidak menaikkan harga BBM Non-Subsidi merupakan langkah yang dilematis.
Menurutnya, cash flow Pertamina bakal terganggu jika tidak melakukan penyesuaian tarif Pertamax Cs dengan mengikuti harga minyak mentah dunia. Sedangkan di sisi lain, daya beli masyarakat juga akan terganggu jika perusahaan pelat merah itu menaikkan harga.
"Kalau dinaikkan (harga BBM Non-Subsidi), daya beli masyarakat saat Lebaran 2024 ini juga berat," ujar Hadi kepada Validnews, Senin (1/4).
Berdasarkan pengamatannya, harga minyak mentah jenis Brent mencapai rata-rata US$88 per barel saat ini. Sedangkan Indonesian Crude Price (ICP) biasanya berada US$1-US$5 di atas harga Brent.
"Artinya dengan harga relatif tinggi dibeli dengan US$, lalu penjualannya dalam bentuk Rupiah. Apalagi, kebijakan satu harga dari pemerintah membuat cash flow Pertamina di sisi hilir sangat berat," jelas dia.
Baca Juga: Pertamina: Harga Pertamax Series Dan Dex Series Tidak Naik Pada April
Sementara bagi pemerintah, Hadi menilai subsidi energi sebesar Rp510 triliun juga menjadi beban cash flow negara sehingga Pertamina secara korporasi semestinya menaikkan harga BBM non-subsidi.
Pasalnya, harga Pertamax Cs saat ini masih belum mencapai harga keekonomian dengan harga crude internasional yang relatif masih tinggi. Tapi secara politik, dia mengakui langkah menaikkan harga BBM tidak tepat dilakukan jelang Hari Raya Idul Fitri.
"Secara politik menaikkan harga saat Lebaran bukan waktu yang tepat. Jadi, tidak bagus dari sisi cash flow, namun bagus dari sisi politik," kata Hadi.
Sebagaimana diberitakan, PT Pertamina (Persero) melalui Subholding Commercial and Trading Pertamina Patra Niaga memastikan tidak ada perubahan harga jual pada BBM non-subsidi atau jenis bahan bakar umum (JBU) periode April 2024.
Adapun JBU itu terdiri dari Pertamax dan Pertamax Turbo, serta Dex Series (Dexlite dan Pertamina Dex). Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menerangkan keputusan itu sudah melalui banyak pertimbangan, utamanya dari Kepmen ESDM No.245.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang formulasi harga JBU atau BBM.
Baca Juga: Pemerintah Beri Sinyal Kenaikan Harga BBM
Penyesuaian harga BBM non-subsidi dalam beleid itu, sambungnya, merupakan hasil evaluasi oleh seluruh badan usaha sesuai regulasi formula harga yang berlaku.
"Berdasarkan perhitungan evaluasi harga serta dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat pada Ramadhan dan Idul Fitri ini, maka manajemen memutuskan untuk tidak menaikkan harga di bulan April ini," tegas Irto dalam siaran pers.
Sekadar informasi, Saat ini harga Pertamax berada di level Rp12.950 per liter, Pertamax Green 95 Rp13.900 per liter, Pertamax Turbo Rp14.400 per liter, Dexlite Rp14.550 per liter, dan Pertamina Dex Rp15.100 per liter.
"Harga ini berlaku untuk wilayah Jawa dan wilayah dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 5%," tambahnya.
Keputusan DPR
Lebih lanjut, Hadi Ismoyo mengingatkan penyesuaian tarif BBM juga melibatkan keputusan dari DPR. Seandainya DPR menyetujui, Hadi meragukan keberanian pemerintah untuk menaikkan harga Pertamax Cs pada fase transisi Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto.
"Saya tidak yakin hal itu terjadi. Akibat batal naiknya BBM bulan April sangat membebani cash flow Pertamina dan pemerintah," sebutnya.
Tapi, Hadi tak menampik ada sisi positif dari keputusan menahan harga BBM non-subsidi. Pasalnya, masyarakat sudah cukup banyak terbebani oleh masalah di sektor lain.
Misalnya, ialah mahalnya biaya logistik, khususnya pada musim hujan yang berakibat pada bencana banjir di sejumlah daerah seperti Jalur Utama Pantai Utara Jawa (Semarang-Demak-Kudus-Pati).
"Biaya logistik yg besar sangat sensitif terhadap kenaikan BBM. Sehingga, diharapkan menahan kenaikan BBM termasuk Pertamax Cs mampu meredam gejolak harga kebutuhan bahan pokok di masyarakat," jabar dia.
Kemampuan negara untuk menahan harga BBM, lanjut Hadi, bergantung kepada tingkat cash flow pemerintah. Paling jauh, negara bisa menahan harga BBM non-subsidi hingga Oktober 2024 atau saat pelantikan RI 1 yang baru.
"Tapi jika cash flow cukup dan pemerintah punya social safety net yang cukup, semester I ini bisa dinaikkan. Di tengah gugatan pemilu dalam masa transisi, perlu diperhitungkan, jangan sampai situasi semakin ramai dan kedudukan presiden baru belum kokoh," pungkas Hadi Ismoyo.
Powered by Froala Editor