c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

28 Februari 2025

12:58 WIB

Kinerja Industri Manufaktur Naik, IKI Februari 2025 Tercatat 53,15 Poin

Kinerja industri pengolahan pada Februari 2025 meningkat dan ekspansi. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) berada di angka 53,15 poin.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Khairul Kahfi

<p>Kinerja Industri Manufaktur Naik, IKI Februari 2025 Tercatat 53,15 Poin</p>
<p>Kinerja Industri Manufaktur Naik, IKI Februari 2025 Tercatat 53,15 Poin</p>
Aktivitas produksi di industri makanan. Antara/Biro Humas Kementerian Perindustrian

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan, kinerja industri pengolahan pada Februari 2025 meningkat. Tecermin dari nilai Indeks Kepercayaan Industri (IKI) sebesar 53,15 poin.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyebutkan, IKI Februari 2025 naik 0,05 poin dibandingkan awal tahun sebesar 53,10 poin. Dengan demikian, kinerja industri pengolahan mengalami ekspansi.

"Indeks Kepercayaan Industri masih terus menunjukkan ekspansi dengan mencapai 53,15. Posisi ini meningkat 0,05 poin dibandingkan Januari 2025," ujarnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Kamis (27/2).

Baca Juga: Kinerja Industri Manufaktur Naik, IKI Januari 2025 di Level 53,10

Adapun IKI merepresentasikan kinerja dari 23 subsektor industri pengolahan di Indonesia. Dari jumlah tersebut, per Februari 2025, ada 21 subsektor yang mengalami ekspansi.

Jubir Kemenperin menjelaskan, kontribusi 21 subsektor industri itu terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Industri Manufaktur Nonmigas pada kuartal IV/2024 mencapai 97,7%.

"Meningkatnya IKI bulan Februari ini ditopang oleh terjadinya ekspansi 21 subsektor industri dengan kontribusi terhadap PDB Triwulan IV 2024 sebesar 97,7%," katanya.

Dia menyampaikan, subsektor industri dengan nilai IKI tertinggi pada Februari 2025, yakni Industri Peralatan Listrik dan Industri Pencetakan dan Reproduksi Media Rekaman.

Sementara itu, ada dua subsektor yang mengalami kontraksi. Meliputi Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan sebagainya, serta Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan.

"Kontraksi kedua subsektor tersebut salah satunya dikarenakan penurunan permintaan," kata Jubir Kemenperin.

Lebih lanjut, tingkat kepercayaan industri atau IKI diukur berdasarkan tiga jenis variabel, yaitu pesanan baru, produksi, dan persediaan produk.

Febri memaparkan, peningkatan IKI pada Februari 2025 didorong adanya ekspansi dari seluruh variabel pembentuk IKI. Meski demikian, masih ada variabel yang mengalami penurunan.

Secara rinci, Kemenperin mencatat, variabel pesanan baru berada di angka 54,57 poin. Capaian tersebut mengalami ekspansi dengan peningkatan sebesar 1,83 poin dibanding bulan sebelumnya.

Kemudian, variabel produksi ekspansi sebesar 50,55 poin, walaupun turun 2,84 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara variable persediaan masih ekspansi sebesar 53,52 poin, tapi turun 0,06 poin dibandingkan capaian Januari 2025.

"Perlambatan produksi dan persediaan tersebut dikarenakan belum optimalnya penyerapan persediaan produksi pada bulan Februari ini, sehingga perusahaan industri berhati-hati dalam menambah produksinya," terang Febri.

Subsektor Industri Kontraksi 
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Ditjen Industri Agro, Yulia Astuti memberikan penjelasan mengenai dua subsektor industri yang mengalami kontraksi IKI.

Baca Juga: Kesulitan Bahan Baku dan Kebijakan Masih Jadi Hambatan Bagi Industri

Dia menyebutkan, salah satu penyebab kontraksi subsektor Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (Tidak Termasuk Furnitur), yakni terjadi penurunan pesanan. Utamanya, pesanan kayu lapis dari tiga pasar ekspor, yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan China.

"Jepang misalnya, lebih memprioritaskan kayu dari lokal yang mengurangi hampir 50% pesanan dari Indonesia. Selain itu, kebijakan yang diambil Amerika Serikat mempengaruhi demand, di samping saat ini di negara tersebut belum memasuki waktu produksi," kata Yulia.

Di samping itu, Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian, Solehan menjelaskan, subsektor Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan mengalami kontraksi karena pada periode awal tahun ini belum ada aktivitas belanja pemerintah.

Ditambah, terjadi penurunan aktivitas pertambangan, dan laju investasi yang berkurang. Menurutnya, tiga faktor tersebut menjadi penyebab berkurangnya pemasangan mesin.

"Selain itu, kondisi keuangan perusahaan juga sangat berpengaruh pada penundaan perawatan mesin, termasuk proyek-proyek yang panjang dan belum terhitung realisasinya," imbuh Solehan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar