c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

07 September 2023

13:03 WIB

Per Agustus, Cadangan Devisa Melorot Rp9 Triliun

Penurunan cadev Agustus 2023 dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.

Penulis: Khairul Kahfi

Per Agustus, Cadangan Devisa Melorot Rp9 Triliun
Per Agustus, Cadangan Devisa Melorot Rp9 Triliun
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Antara Foto/Muhammad Adimaja

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) melaporkan, cadangan devisa atau cadev Indonesia kembali menurun sebesar US$600 juta atau setara Rp9,19 triliun menjadi sekitar US$137,1 miliar per Agustus 2023. Jumlah ini lebih rendah daripada capaian cadev bulan sebelumnya yang sempat naik US$200 juta dan menyentuh US$137,7 miliar.

Capaian cadev Agustus ini pun kembali menorehkan perolehan negatif setelah sempat membaik di Juli 2023. Sebelumnya, cadev sempat menurun selama April-Juni, dari US$144,2 miliar menjadi US$137,5 miliar.

“Meski sedikit menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Juli 2023… posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2023 sebesar US$137,1 miliar tetap tinggi,” terang Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi, Jakarta, Kamis (7/9).

Erwin menjelaskan, penurunan posisi cadev Agustus 2023 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah, sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. 

Adapun, posisi cadev tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. 

Capaian ini juga masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

Baca Juga: Luhut: PP DHE Bisa Tambah Cadangan Devisa Hingga US$300 Miliar

“Bank Indonesia menilai, cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” jelasnya.

Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa akan tetap memadai. Didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan respons bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia.

“(Untuk) menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tegasnya.

Menurut APBN KiTa, sampai akhir Juli 2023, posisi utang pemerintah berada di kisaran Rp7.855,53 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,78%. Rasio utang tersebut menurun dibandingkan bulan lalu maupun dibandingkan per akhir tahun 2022.

Lebih lanjut, posisi utang pemerintah ini juga masih berada di batas aman atau jauh di bawah 60% PDB sebagaimana UU 17/2003 tentang Keuangan Negara. Rasio utang tersebut juga mash sesuai dengan Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah tahun 2023-2026 di kisaran 40%.

Di samping itu, pada 25 Juli 2023 Rating and Investment Information, Inc. (R&l) telah menaikkan outlook Republik Indonesia menjadi positif dari stabil dan mengafirmasi Sovereign Credit Rating di BBB+. 

Menurut R&I, beberapa faktor utama yang mendukung keputusannya meliputi kinerja ekonomi Indonesia yang kuat dan ketahanannya di tengah ketidakpastian ekonomi global, terjaganya inflasi dalam kisaran yang ditargetkan dan pencapaian konsolidasi fiskal yang lebih awal dari perkiraan, stabilitas keuangan yang terjaga, serta tren penurunan rasio utang Pemerintah.

Baca Juga: Masih Banyak Eksportir Yang Parkir Uang di Luar Negeri

Pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo.

Sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap, komposisi utang Pemerintah didominasi oleh utang domestik yaitu 72,42%. 

Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah mayoritas berupa SBN yang mencapai 88,92%. 

Komposisi utang via SBN mencapai Rp6.985,2 triliun; terdiri dari SBN Domestik Rp5.663,46 triliun dan SBN Valas Rp1.321,74 triliun. Sedangkan, utang berupa pinjaman mencapai Rp870,33 triliun; terdiri dari Pinjaman Dalam Negeri Rp25,27 triliun dan Pinjaman Luar Negeri Rp845,05 triliun.

Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif. Per akhir Juli 2023, profil jatuh tempo utang Indonesia terbilang cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran 8 tahun. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar