02 Desember 2022
18:13 WIB
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) sudah mewajibkan repatriasi Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) ke dalam negeri. Kebijakan ini diambil untuk memperkuat cadangan devisa demi menjaga stabilitas rupiah.
Amanat ini sesuai dengan aturan yang ada di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019. Sayangnya, aturan tinggal aturan, para pemegang DHE SDA masih banyak yang tak bisa menahan dolar AS agar 'betah' di perbankan Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, masih ada catatan terkait neraca perdagangan Indonesia yang surplus 30 bulan berturut-turut. Salah satunya adalah, catatan devisa disebut masih belum mengalir ke dalam negeri.
“Kita juga alhamdulillah trade yang surplus 30 bulan berturut-turut. Tapi masih ada catatan, sebetulnya kalau kita lihat trade kita rata-rata tiap bulan surplus US$5 miliar, namun catatan devisa kita sedikit mandek,” katanya dalam Kompas100 CEO Forum Tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan neraca perdagangan Indonesia surplus US$5,67 miliar pada Oktober 2022. Ini menjadi surplus ke-30 beruntun sejak Mei 2020.
Surplus yang diperoleh dari transaksi perdagangan sektor non-migas sebenarnya lebih tinggi, yakni US$7,66 miliar, namun tereduksi oleh defisit perdagangan sektor migas US$1,99 miliar.
Terkait cadangan devisa, Menurut catatan Bank Indonesia (BI), cadangan devisa Indonesia terus menurun pada Oktober 2022. Cadangan devisa tercatat turun US$600 juta menjadi US$130,2 miliar, lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar US$130,8 miliar.
Nilai tukar rupiah juga masih terus tertekan melawan dolar Amerika Serikat (AS) menjelang berakhirnya 2022. Sepanjang tahun ini, Mata Uang Garuda tercatat merosot 9,3%.
Oleh karena itu, Airlangga mengatakan, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah untuk memperdalam dan memperkuat sektor ekonomi yang terkait dengan mata uang dolar. Tujuannya, agar eksportir dapat langsung memulangkan DHE ke dalam negeri.
Sebab, saat ini ia melihat banyak eksportir memarkir dananya di luar negeri karena mendapatkan imbal hasil dari penitipan dana tersebut. Kata Airlangga dengan memarkirkan dananya di bank luar negeri, eksportir bisa mendapatkan bunga 3%.
“Kalau kita lihat banyak para eksportir dananya tidak parkir (di dalam negeri). Ini kan persoalannya klasik, selalu mereka mengatakan bahwa parkir dulu karena banknya di luar ada escrow account, bahasa jelasnya di sana dapat bunga 3%,” ucapnya.
Melansir Investopedia, escrow merupakan dokumen sah yang memuat perjanjian terkait aset yang umumnya berupa uang yang dititipkan sementara, kepada pihak ketiga sampai klausul perjanjian itu terpenuhi.
Pengaplikasian escrow berwujud escrow account, yang disediakan oleh pihak ketiga sebagai tempat titipan sementara, untuk menampung dan menyalurkan dana kepada pihak-pihak yang terlibat.
Gampangnya, escrow account adalah rekening bersama yang dikelola pihak ketiga atau agen escrow. Agen ini tak hanya bertugas untuk mengelola dana, tetapi harus memastikan seluruh pihak yang terlibat memenuhi kewajiban serta memperoleh haknya.
Bunga Spesial
Melihat kondisi tersebut, Airlangga mengatakan, tingkat bunga dolar di Indonesia masih lebih rendah dari negara lain. Untuk itu, ia meminta agar himpunan bank-bank negara (himbara), lebih transparan memberikan bunga spesial.
“Jadi para himbara ini mungkin sudah perlu lebih transparan untuk memberikan special rate. Kemarin Gubernur BI akan memberikan GWM (giro wajib minimum) khusus untuk menarik devisa di dalam negeri,” tuturnya.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI November 2022, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengungkapkan, BI tengah menggodok program khusus agar DHE sumber daya alam (SDA) dari para eksportir betah parkir di perbankan dalam negeri.
Dia menjelaskan, program khusus ini di luar dari insentif pajak progresif yang selama ini diberlakukan dalam rekening khusus untuk DHE, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 123 Tahun 2015.
“Ini yang terus kami godok dan dalam waktu dekat instrumen ini akan kami keluarkan dan tentunya kita berharap DHE SDA yang selama ini berada di luar untuk bisa masuk kembali ke sini karena beberapa insentif selain pajak,” ujarnya, Kamis (17/11).
Program khusus tersebut akan dilakukan melalui mekanisme pasar dan likuiditas terjamin. Kemudian, dana devisa hasil ekspor bisa di-repricing atau diputar ulang (rollover), dan harganya akan sangat kompetitif dibandingkan dengan penempatan dana di luar negeri.
Mekanisme pasar yang dimaksud ialah, dana ditempatkan kepada perbankan untuk kemudian perbankan akan memasukkan dana tersebut ke BI sebagai bagian dari operasi moneter valuta asing (valas).
Dari operasi moneter valas tersebut, BI akan memberikan tingkat bunga yang atraktif dan kompetitif dibandingkan negara lain. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019, BI membentuk rekening khusus untuk para eksportir dapat memarkirkan devisa hasil ekspor di dalam negeri.
Dalam rekening khusus tersebut, selama ini para eksportir sudah diberikan insentif pajak progresif oleh pemerintah. Semakin besar dan semakin lama devisa hasil ekspor diparkirkan di dalam negeri maka pajaknya akan semakin kecil, bahkan bisa mencapai 0% jika DHE ditempatkan di atas 6 bulan.
Selama ini, insentif tersebut dinilai cukup membuat para eksportir patuh untuk menempatkan dananya di dalam negeri.
Sayangnya, devisa hasil ekspor yang parkir di rekening khusus tersebut tidak dapat ditahan untuk jangka waktu yang lama, karena interest rate yang diberikan perbankan dalam negeri tidak kompetitif.
Oleh karenanya, program khusus ini diharap akan menambah ketertarikan para eksportir untuk meletakkan dananya di dalam negeri, melengkapi insentif yang selama ini sudah diberikan pemerintah.
Terlebih lagi, dalam program khusus tersebut, BI akan memberikan kemudahan untuk settlement. Jika biasanya settlement menghabiskan waktu tiga hari, kini menjadi hanya satu hari.