07 Agustus 2023
12:51 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa (cadev) RI naik tipis US$200 juta menjadi US$137,7 miliar pada akhir Juli 2023. Jumlah cadangan devisa tersebut naik dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2023 sebesar US$137,5 miliar.
“Peningkatan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa,” sebut Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi yang diterima, Jakarta, Senin (7/8).
Dengan demikian, Indonesia berhasil memutus capaian negatif cadev sepanjang April-Juni 2023. Berurutan, BI melaporkan dalam periode tersebut cadev terus menyusut. Pada April sebesar US$144,2 miliar; menurun sebesar US$4,9 miliar pada Mei menjadi US$139,3 miliar; dan turun lagi US$1,8 miliar pada Juni menjadi US$137,5 miliar.
Baca Juga: BI Optimistis DHE SDA Bakal Parkir Devisa US$8-9 Miliar/Bulan
Erwin menerangkan, posisi cadangan devisa per Juni tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Bank Indonesia menilai, cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga.
“Seiring dengan respons bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ucap Erwin.
Penerimaan Perpajakan
Menurut data APBN KiTa, sampai akhir Juni 2023, capaian Penerimaan Pajak Indonesia tercatat sebesar Rp970,20 triliun, sementara Kepabeanan dan Cukai sebesar Rp135,43 triliun. Kinerja Penerimaan Perpajakan terhitung melambat, meski masih mengalami pertumbuhan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kinerja Penerimaan Perpajakan tersebut didukung oleh kinerja Pajak yang tumbuh 9,88% (yoy), adapun Kepabeanan dan Cukai hingga akhir Juni 2023 pertumbuhannya negatif atau terkontraksi 18,83% (yoy).
Sementara itu, realisasi Penerimaan Pajak dan Kepabeanan dan Cukai tersebut masing-masing telah mencapai 56,47% dan 44,67% terhadap target, yang dipengaruhi oleh faktor harga komoditas, pemulihan ekonomi, dan dampak dari implementasi kebijakan perpajakan.
Spesifik, Penerimaan Pajak utamanya berasal dari Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Nonmigas Rp565,01 triliun dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN/ PPnBM) Rp356,77 triliun. Kontribusi kedua komponen tersebut terhadap total Penerimaan Pajak, masing-masing sebesar 58,65% dan 36,21%.
Lebih detail, penerimaan PPh nonmigas secara nominal masih ditopang oleh tiga terbesar komponen penerimaan PPh nonmigas yang bersumber dari PPh Pasal 25/29 Badan, PPh Pasal 21, dan PPh Final. Kontribusi ketiganya mencapai 75,64% dari total penerimaan PPh nonmigas.
Baca Juga: Bayar Utang, Cadangan Devisa Akhir Mei Merosot ke US$139,3 M
Namun berdasarkan pertumbuhannya, PPh nonmigas naik 7,85% (yoy) terutama didukung oleh pertumbuhan dari PPh Pasal 25/29 Badan dan PPh Pasal 21, yang berturut-turut tumbuh 25,64% (yoy) dan 18,31% (yoy). Sedangkan pertumbuhan PPh Final, hingga akhir Juni 2023 tercatat mengalami terkontraksi 47,01% (yoy).
Perkembangan komponen penerimaan PPh nonmigas tersebut menunjukkan masih berlanjutnya pertumbuhan ekonomi, meskipun faktor tren harga komoditas mulai mengalami moderasi menuju normal.
Lebih lanjut, realisasi penerimaan pajak dari komponen penerimaan PPN/PPnBM secara nominal ditopang utamanya oleh penerimaan PPN, khususnya PPN Dalam Negeri (PPN DN) dan PPN Impor dengan kontribusi sebesar 60,82% dan 34,68% dari total penerimaan PPN/PPnBM.
Secara kumulatif PPN/PPnBM masih tumbuh double digits sebesar 14,63% (yoy). Lebih detil, hingga akhir Juni 2023 PPN DN masih tumbuh 23,53% (yoy), namun PPN Impor tumbuh terkontraksi 0,37% (yoy).
Pertumbuhan penerimaan PPN DN didorong oleh aktivitas ekonomi dan dampak dari pembayaran kompensasi BBM di bulan Juni 2023. Sedangkan, kinerja PPN Impor dipengaruhi oleh aktivitas impor yang mulai melambat pertumbuhannya.