02 Mei 2024
08:00 WIB
Penyelewengan Dana Desa Masih Marak, Kemenkeu: Jadi PR Bersama!
Kemenkeu akan menyetop penyaluran dana desa kepada desa atau perangkat desa yang terkena kasus korupsi. Juga, melarang desa berkompetisi untuk mendapatkan dana insentif desa.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Warga menggunakan kendaraan roda dua melintas di jembatan yang dibangun melalui Dana Desa di Desa Bungur Mekar, Lebak, Banten. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
YOGYAKARTA - Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan menilai penyalahgunaan dana desa masih sering terjadi dan hal tersebut menjadi pekerjaan rumah alias PR yang perlu diberantas bersama.
Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan DJPK Jaka Sucipta menilai alokasi dana desa memang rentan dikorupsi, terlebih lagi dengan adanya sistem desentralisasi sampai ke desa.
"Penyalahgunaan dana desa itu cenderung meningkat, ini ekses negatif dana desa yang jadi PR bersama bagaimana ekses negatif itu bisa berkurang," ujar Jaka dalam Press Tour Kementerian Keuangan Dongkrak Ekonomi Desa, Gunung Kidul, Yogyakarta, Rabu (1/5).
Untuk diketahui, desentralisasi adalah sistem pemerintahan yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah. Dana desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD. Dana desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan, kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.
Baca Juga: Quo Vadis Usia Jabatan Kepala Desa
Menurut Jaka, korupsi di tingkat daerah seperti penyelewengan dana desa merupakan contoh nyata terjadinya ekses negatif di daerah. Dia pun mencontohkan, ada perangkat desa yang menilap sebagian dana desa untuk kepentingan pribadi, seperti karaoke.
"Ada yang dana desanya dipakai untuk karaoke, dipakai macam-macam lah. Mereka sebenarnya mungkin menggunakan sisanya dengan benar, tapi ada juga yang dapat fee dari rekanan, misal begitu," kata Jaka.
Dia menuturkan, sebagian dana desa memang benar dipakai untuk membiayai pembangunan daerah dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hanya saja, tidak sedikit pula yang melakukan penyelewengan dana desa.
"Perilaku korupsi ini, kalau baca laporan ICW (Indonesia Watch Corruption), bagaimana kemudian angka korupsi di desa itu cenderung meningkat, ini sebetulnya ekses negatif yang menjadi perhatian kita semua," tutur Jaka.
Jaka menyampaikan sedikitnya ada dua upaya DJPK Kemenkeu untuk mencegah penyalahgunaan dana desa. Pertama, menghentikan aliran dana desa ketika daerah ataupun perangkat daerah yang bersangkutan mengalami kasus korupsi.
"Tiap ada penyalahgunaan dana desa, itu kami hentikan (penyalurannya). Jadi kalau kemudian desanya atau perangkatnya kena kasus, kami hentikan dana desanya sampai ditunjuk Plt atau pejabat penggantinya, baru kita salurkan," imbuhnya.
Kedua, melarang desa atau daerah yang terkena kasus korupsi mengikuti kompetisi untuk mendapatkan dana insentif desa. Pasalnya, pemerintah akan memberikan insentif fiskal tersebut sebagai penghargaan kepada atas kinerja desa.
“Jadi salah satu kriteria (mendapatkan) insentif desa itu tidak ada kasus korupsi di desanya. Jadi di-blacklist lah gitu, karena itu (kasus korupsi) ekses negatif," ucap Jaka.
Baca Juga: Banyak PAUD Berhenti Karena Tak Terima Dana Desa
Pemicu Penyelewengan
Terakhir, DJPK Kemenkeu melihat ada faktor lain yang memicu penyalahgunaan dana desa, yakni lunturnya nilai-nilai sosial masyarakat desa karena kehadiran suntikan dana desa. Namun menurut Jaka, premis ini masih perlu dikaji lebih mendalam.
Dia mencontohkan, dulu warga desa secara sukarela melakukan gotong royong membangun desanya. Namun ketika ada suntikan dana desa, hanya sebagian warga yang minat gotong royong, sedangkan yang lainnya merasa tidak perlu ikut gotong royong karena tidak mendapatkan apa-apa.
"Dengan adanya dana desa kemudian jadi transaksional. Ini memang sedang melakukan kajian, karena ini disinyalir dana desa itu mereduksi nilai sosial atau tatanan sosial. Tapi sekali lagi, ini masih dalam proses perkiraan, jadi memang harus dibuktikan dengan kajian," tegas Jaka.
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan telah mengalokasikan pagu senilai Rp71 triliun untuk pos dana desa pada tahun anggaran 2024. Adapun jumlah pagu tersebut dialokasikan kepada 75.259 desa yang tersebar di 434 Kabupaten/Kota.