c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

13 Mei 2025

20:46 WIB

Pengamat Ungkap Urgensi Pengalihan Impor BBM Dari Singapura

Pemerintah harus menjalin komunikasi dengan Singapura supaya hubungan diplomasi tak rusak akibat kebijakan pengalihan impor BBM.

Penulis: Yoseph Krishna

<p id="isPasted">Pengamat Ungkap Urgensi Pengalihan Impor BBM Dari Singapura</p>
<p id="isPasted">Pengamat Ungkap Urgensi Pengalihan Impor BBM Dari Singapura</p>

Ilustrasi. Kapal tanker Gamsunoro berada di Kuzey Star Shipyard, Tuzla, Istanbul, Turki, Kamis (24/10/2024). AntaraFoto/Puspa Perwitasari 

JAKARTA - Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menilai rencana mengalihkan impor energi, terutama BBM dari Singapura ke Timur Tengah dan Amerika Serikat sangat wajar untuk dilakukan pemerintah.

Kepada Validnews, Bisman menerangkan harga BBM dari Timur Tengah bisa lebih murah mengingat produksi minyak mentah (crude) mereka yang melimpah, serta kapasitas pengolahan kilang yang juga sangat besar.

"Dari Middle East bisa jadi lebih murah karena produksi crude oil mereka sangat besar, serta kilang juga besar. Rata-rata harga BBM maupun minyak mentah dari Middle East sangat kompetitif," jelasnya saat dihubungi, Selasa (13/5).

Baca Juga: Pengalihan Impor Energi Ke AS Berpotensi Timbulkan Masalah Untuk RI

Meski begitu, harga beli BBM dari Amerika Serikat bisa lebih mahal mengingat tingginya biaya transportasi dan logistik. Tetapi, pengalihan impor ke Amerika Serikat dilakukan pemerintah untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia dan Negeri Paman Sam.

Artinya, pengalihan impor BBM dari Singapura ke AS tak dilakukan karena harga yang lebih murah, melainkan sebagai senjata untuk menegosiasikan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Donald Trump beberapa waktu lalu atas produk-produk dari Indonesia.

"Jika impor dari AS bisa menjadi kompensasi menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia dan AS, itu bisa menjadi pintu masuk negosiasi tarif dagang impor AS atas komoditas dari Indonesia," tambah Bisman.

Dengan kondisi perang dagang yang terjadi belakangan ini, Bisman mengatakan wajar apabila pemerintah menjadikan Amerika Serikat sebagai alternatif yang diharapkan bisa memasok BBM Indonesia.

"Bisa jadi dari AS tidak lebih murah, tetapi terkompensasi tarif dagang Indonesia untuk komoditas lain yang masuk ke AS jadinya bisa ekonomis," kata Bisman.

Dengan pengalihan impor itu, produk atau komoditas lain yang masuk dari Indonesia ke Amerika Serikat akan dimudahkan yang kemudian berdampak positif pada hubungan dagang RI dan AS.

"Komoditas lain yang masuk ke AS bisa jadi akan diuntungkan, serta berpengaruh pada hubungan dagang dan diplomasi kedua negara. Namun, harus dipertimbangkan dari berbagai aspek secara keekonomian harus benar-benar lebih ekonomis," jabar Bisman.

Dirinya juga menilai tak ada persoalan pada sisi kualitas minyak mentah ataupun BBM baik dari Middle East maupun Amerika Serikat.

Produk dari Amerika Serikat, sambung Bisman, bisa disesuaikan dengan kebutuhan di Indonesia. Termasuk, jika diperlukan proses blending atau treatment tertentu pada kilang-kilang kelolaan PT Pertamina.

"Soal kualitas tidak ada masalah, secara teknis bisa disesuaikan dengan kebutuhan BBM di Indonesia, termasuk jika diperlukan blending atau treatment tertentu di kilang Pertamina bisa saja," terang dia.

Baca Juga: Pertamina Bakal Tetap Impor Minyak Mentah

Diplomasi Dengan Singapura
Lebih lanjut, Bisman mengingatkan agar pemerintah melakukan komunikasi secara intensif dengan Singapura supaya hubungan diplomasi kedua negara tak memburuk pascakebijakan pengalihan impor BBM.

Menurutnya, harus ada ruang koordinasi supaya Negeri Merlion bisa paham akan posisi Indonesia di tengah perang dagang dunia. Pemerintah Indonesia bisa menyampaikan pada Singapura terkait rencana pengalihan impor energi merupakan upaya untuk menyeimbangkan neraca dagang dengan Amerika Serikat.

Di lain sisi, Singapura harus mendapat kompensasi dari Indonesia atas pengalihan impor BBM itu. Apalagi, Singapura selama ini menjadi pemasok utama dan terbesar untuk produk BBM ke Indonesia karena jaraknya yang dekat, serta kapasitas pengolahan kilang di Singapura yang besar.

"Perlu ada kompensasi untuk Singapura, misalnya dengan peningkatan perdagangan di sektor lain sebagai pengganti BBM dan kompensasi lainnya mengingat banyak aspek hubungan RI dan Singapura sebagai negara tetangga," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar