08 Mei 2025
10:03 WIB
Pengamat Sebut Indonesia Harus Tingkatkan Keterlibatan Di Rantai Pasok Global
Pengamat ekonomi CSIS, Yose Rizal menyebutkan Indonesia harus segera meningkatkan keterlibatannya di rantai pasok global lantaran sederet manfaat akan didapat Indonesia.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Fin Harini
Ilustrasi rantai pasok. Pekerja merakit panel listrik yang diproduksi di pabrik pintar Schneider Electric Indonesia, Cikarang, Jawa Barat, Selasa (25/6/2019). Antara Foto/Sigid Kurniawan
JAKARTA - Pengamat ekonomi sekaligus Executive Director Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menegaskan perlunya peningkatan keterlibatan Indonesia dalam rantai pasok global.
Keterlibatan kuat dalam rantai pasok global akan membuat ekonomi lebih tangguh dan tidak mudah terganggu signifikan meski ekonomi skala global tengah bergejolak.
Ketahanan rantai pasok global dari gejolak perekonomian dunia menurutnya telah terbukti di era pandemi covid-19.
"Waktu covid-19 kemarin, banyak pihak yang menganalisis bahwa rantai pasok global terdisrupsi dan tidak menjadi penting lagi di masa mendatang. Ternyata dalam 2-3 bulan setelah covid-19 awal itu, rantai pasok global sudah pulih, bahkan dalam 6 bulan sudah kembali seperti semula," ujar Yose saat ditemui usai acara Bisnis Indonesia Forum bertajuk “Diteror Trump dan Diancam Xi Jinping, Bagaimana Nasib Ekonomi Indonesia” di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, Rabu (7/5).
Baca Juga: Pemerintah Ajak Apindo Fasilitasi UMKM Terhubung Rantai Pasok Industri
Kekhawatiran serupa juga diperkirakan terjadi saat Rusia dengan Ukraina pecah. Namun Yose melihat, rantai pasok global masih aman setelah 2 hingga 3 bulan konflik kedua negara tersebut terjadi.
Oleh karena itu, Yose mendorong agar Indonesia meningkatkan keterlibatannya dalam rantai pasok global, mengingat banyak manfaat yang akan diperoleh. Ia mencontohkan China yang berhasil menjadi negara maju karena perannya sangat besar dalam rantai pasok global.
"Mereka tergabung dan sangat terintegrasi dengan rantai pasok global sejak awal tahun 90-an. Bahkan hingga tahun 2010-an mereka sangat tergantung sekali dengan rantai pasok global, sebelum akhirnya mereka mampu memproduksi berbagai komponen untuk rantai pasok mereka di dalam negeri," imbuhnya.
Keterlibatan Indonesia dalam rantai pasok global saat ini diakui Yose masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Asean lainnya seperti Vietnam, Filipina, Thailand, bahkan Kamboja. Sedangkan di Asia, Indonesia pun kalah dari India. Masalah ini juga yang menurutnya, membuat Indonesia kurang diminati negara asing untuk berinvestasi.
Baca Juga: Indef: Hilirisasi Tembaga RI Masih Lesu, Belum Kuasai Rantai Pasok Global
Lebih lanjut, Yose mengingatkan untuk bisa membangun rantai pasok domestik memang memerlukan skala global. Ia mencontohkan kondisi industri otomotif terutama motor di dalam negeri yang di tahun 1995 sempat gagal, sehingga memaksa industri ini bergantung dengan global. Namun seiring berjalannya waktu, rantai pasok domestik untuk industri otomotif pun berkembang.
"Baru kemudian 10 tahun belakangan ini, rantai pasok domestiknya sudah mulai berkembang, karena pasar dalam negerinya berkembang juga. Enggak bisa kita langsung lompat ke rantai pasok domestik," imbuhnya.
Yose juga menilai, dengan adanya aturan industri harus menggunakan komponen dalam negeri atau dikenal TKDN, secara umum akan merugikan industri di hilir karena industri hulu yang belum terbangun.