c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

13 September 2023

11:11 WIB

Pengamat: Penghentian Operasi PLTU Perlu Perhitungkan Manfaat

Indonesia tidak bisa langsung memensiunkan PLTU Batu Bara menyusul sejumlah risiko yang dihadapi, termasuk biayanya yang sangat besar.

Editor: Fin Harini

Pengamat: Penghentian Operasi PLTU Perlu Perhitungkan Manfaat
Pengamat: Penghentian Operasi PLTU Perlu Perhitungkan Manfaat
Anak-anak bermain dipantai Bohay dengan latar belakang PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur beberapa waktu lalu. ANTARA/Budi Candra Setya

JAKARTA - Manajer Program Transformasi Energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo menyatakan wacana "pemensiunan dini" atau penghentian operasi PLTU juga perlu perhitungan dari sisi manfaat.

Menurut dia, Indonesia tidak bisa langsung memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara menyusul sejumlah risiko yang dihadapi, termasuk biayanya yang sangat besar.

"Seluruh kalangan harus melihat solusi secara holistik dalam memensiunkan PLTU. Pengutamaan benefit dalam solusi tersebut harus diperhitungkan agar pemenuhan energi sistem kelistrikan terjaga,” katanya melalui keterangannya di Jakarta, Rabu (13/9), dikutip dari Antara.

Baca Juga: PLN: PTBA Harus Dapat Pendanaan Murah Pensiunkan PLTU Pelabuhan Ratu

Pemerintah Indonesia, lanjutnya, sepakat untuk memensiunkan PLTU batu bara dan beralih ke energi bersih, namun harus secara bertahap dan sesuai dengan kemampuan.

Dia mengungkapkan analisis dari lembaga kajian TransitionZero menyebutkan bahwa kebutuhan dana untuk memensiunkan 118 PLTU batu bara di Indonesia cukup besar yakni US$37 miliar atau setara Rp569 triliun.

"Kita tidak bisa secara tiba-tiba memensiunkan PLTU hanya atas dasar transisi energi. Terus yang menanggung (biaya) siapa?" ujar Deon.

Pembangkitan listrik dengan batu bara, lanjutnya, sudah memanfaatkan Fly Ash and Bottom Ash (FABA) dari PLTU guna menggerakkan roda ekonomi masyarakat serta membangun infrastruktur desa di sekitar PLTU, seperti jalan, jembatan, paving untuk pencegah banjir, dan tetrapod untuk penahan abrasi.

Sebelumnya Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana menyebut pemerintah berencana menurunkan pengoperasian PLTU secara bertahap. Dalam hal ini, ditetapkan kontrak maksimalnya adalah 30 tahun.

"Kapasitasnya (PLTU) akan meningkat hingga 2030. Setelah itu, tidak ada lagi pembangunan PLTU baru dan PLTU terakhir akan pensiun di 2058," kata Rida, Selasa (11/10/2022).

Baca Juga: Menteri ESDM Tegaskan Pensiun Dini PLTU Tak Rugikan Pemilik

Lebih lanjut, Rida menuturkan dalam rangka mencapai NZE di 2060 atau lebih cepat sesuai target, Kementerian ESDM punya rencana pembangunan supergrid. Nantinya, supergrid itu akan menggenjot pengembangan energi terbarukan dan menjaga stabilitas kelistrikan.

Hal tersebut menurutnya akan membuka peluang ekspor listrik ke negara ASEAN lainnya, serta terhubung ke ASEAN supergrid. 

Di sisi lain, Indonesia membutuhkan tak kurang dari US$1 triliun untuk mendukung dan mengakselerasi energi terbarukan

"Kebutuhan pembiayaan akan semakin besar, seiring dengan rencana Indonesia untuk melakukan pensiun dini PLTU di tahun mendatang," tandas Rida Mulyana.

Terpisah, saat mengikuti rangkaian Paris Summit 2023 Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan sejumlah tantangan untuk memensiunkan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di antaranya menyangkut cost of borrowing yang terhitung masih tinggi.

"Selain itu, investasi dalam infrastruktur untuk mendistribusikan energi juga perlu menjadi perhatian," ujar Menkeu.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar