c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

19 Mei 2025

17:17 WIB

Pemkab Bojonegoro Wajibkan Pegawai Konsumsi Beras Organik


Sebagai langkah awal., seluruh pegawai di lingkungan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pemkab Bojonegoro, akan diwajibkan menjadikan beras organik sebagai menu dalam keluarga.

Editor: Rikando Somba

<p>Pemkab Bojonegoro Wajibkan Pegawai Konsumsi Beras Organik</p><p><br></p>
<p>Pemkab Bojonegoro Wajibkan Pegawai Konsumsi Beras Organik</p><p><br></p>

Ilustrasi. Seseorang sedang memegang beras ungu organik. Shutterstock/neenawat khenyothaa

BOJONEGORO- Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menyatakan berkomitmen untuk mengembangkan pertanian padi organik di wilayah setempat.  Seluruh pegawai di lingkungan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) akan diwajibkan menjadikan beras organik sebagai menu dalam keluarga.

"Pemkab mendukung pengembangan beras organik dengan menginstruksikan seluruh karyawan DKPP untuk menjadikan beras organik sebagai salah satu menu keluarga," kata Bupati Bojonegoro Setyo Wahono saat panen padi organik di Desa Sukowati, Bojonegoro, Jawa Timur, Senin (19/5).

Wahono menyampaikan langkah ini diharapkan dapat mendorong pengembangan budidaya padi organik dan meningkatkan kesejahteraan petani di wilayah setempat.

Menurut Wahono, jenis tanah di Bojonegoro 60%-nya adalah gromosol atau jenis tanah vertisol yang sebenarnya subur, namun memerlukan perlakuan khusus dengan pupuk organik dan pengolahan lahan yang tepat. Denga napa yang dilakukan bersama Program Pengembangan Masyarakat (PPM) Integrated Farming System binaan PT Pertamina EP Sukowati Field, produksi pertanian pagi organik bisa mencapoai hasil  6,5 ton per hektare.

Produktivitas tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata padi konvensional di Bojonegoro yang hanya 5,8 ton per hektare.

"Pertanian organik dapat memperbaiki ekosistem tanah, mengembalikan kesuburan dan meningkatkan keanekaragaman hayati di sawah," jelasnya.


Budidaya padi organik, lanjut Wahono, terbukti mampu menekan biaya produksi hingga Rp2,5 juta per hektare. Keuntungan ini akan semakin berlipat jika petani menanam jenis padi khusus organik seperti mentik susu, mentik wangi, pandan wangi, dan rojo lele yang memiliki harga jual lebih tinggi.

"Keuntungan ekonomi dari pertanian organik. Harga beras organik yang mencapai Rp19 ribu-Rp20 ribu per kilogram, bahkan berpotensi lebih tinggi di pasar modern dan jauh melampaui harga beras non-organik," terangnya.

Dikutip dari Antara,  Kepala Desa Sambiroto, Gunawan mengucap syukur atas panen padi organik yang kedua ini dan harga padi organik yang baik dan ketersediaan pupuk. "Semoga masyarakat Desa Sambiroto semakin sejahtera dengan menanam padi organik," katanya.

Baca juga: RI Ekspor Beras? Begini Rencana Pemerintah 

                   Harga Beras Dunia Turun, Pemerintah Tetap Beli Gabah Petani Rp6.500/kg


Identifikasi Sawah
Terkait pertanian dan upaya swasembada pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) kini mengidentifikasi ribuan hektare lahan potensial untuk percetakan sawah baru di wilayah tersebut. 

Saat ini, Kaltim memiliki potensi lahan untuk intensifikasi seluas 13.973 hektare, dan Menteri Pertanian menargetkan penambahan hingga 20.000 hektare. Ini menjadi tantangan bagi Kaltim untuk mencari tambahan sekitar 6.000 hektare lagi. 

 Defisit beras Kaltim yang mencapai 200.000 ton per tahun,selama ini ditutup dengan beras yang dipasok dari daerah lain seperti Sulawesi dan Kalimantan Selatan.

"Memang kita melihat ada defisit beras sekitar 200.000 ton dari jumlah produksi yang tidak mencukupi konsumsi di Kaltim, namun tantangan bagi daerah ini untuk segera mewujudkan kemandirian pangan," ujar Penanggungjawab Swasembada Pangan Kaltim dari Direktorat Hortikultura Kementan, Inti Pertiwi Nashwari di Samarinda, Senin.

Inti menegaskan, yang penting dioptimalkan, adalah program cetak sawah baru atau ekstensifikasi. Program ini menyasar lahan-lahan yang belum termasuk dalam luas baku sawah di Kaltim. "Dalam mengidentifikasi lahan ini, kami sangat berhati-hati. Ada kriteria-kriteria yang harus dipenuhi. Kita tidak bisa serta-merta memilih lahan, apalagi jika lahan tersebut merupakan kawasan hutan atau cagar alam," tegasnya.

Setelah melalui proses identifikasi yang cermat, Kementan sementara ini telah mengantongi potensi lahan seluas 1.890 hektare yang siap untuk dicetak menjadi sawah baru pada tahun 2025. "Anggaran untuk survei, investigasi, dan desain pun sudah disiapkan," kata Inti.

Sedang untuk yang kini ada,  akan diupayakan panen menjadi dua kali, bahkan tiga kali setahun. "Kami juga berupaya meningkatkan produktivitas per hektare dari 3-4 ton menjadi lima ton," katanya optimistis.  

Untuk mencapai target tersebut, Kementan memperkirakan dibutuhkan sekitar 400.000 ton gabah kering panen.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar