c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

06 April 2023

12:19 WIB

Pemerintah Tolak Impor KRL Bekas

Terdapat beberapa alasan penolakan impor KRL bekas. Salah satunya, estimasi penumpang lebih rendah apabila dibandingkan kondisi tahun 2019

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

Pemerintah Tolak Impor KRL Bekas
Pemerintah Tolak Impor KRL Bekas
Sejumlah calon penumpang memasuki gerbong kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek di Stasiun KA Tanah Abang, Jakarta, Rabu (5/1/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

JAKARTA – Pemerintah telah menolak rencana impor KRL bekas yang diajukan oleh PT KCI setelah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menerima hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) soal impor kereta rel listrik (KRL) bukan baru dari Jepang.

Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Septian Hario Seto dalam konferensi persnya membeberkan bahwa selain tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional, impor KRL bukan baru juga tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 175 Tahun 2015 tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Kecepatan Normal dengan Penggerak Sendiri.

"Jadi pengadaan sarana kereta kecepatan normal dengan penggerak sendiri, termasuk KRL harus memenuhi spesifikasi teknis yang salah satunya adalah mengutamakan produk dalam negeri," ucap Seto di Jakarta, Kamis (6/4).

Baca Juga: BPKP Matangkan Perencanaan Audit Impor Kereta

Selain regulasi dari Kemenhub, Kementerian Perdagangan juga menyatakan permohonan dispensasi tidak dapat dipertimbangkan mengingat fokus pemerintah ialah kendaraan produksi dalam negeri dan substitusi impor dengan prioritas P3DN.

Kemudian, impor KRL bekas dari Jepang pun tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai PP Nomor 9 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan terkait yang mengatur kebijakan impor.

Pada kedua regulasi itu, tertulis bahwa barang model bukan baru yang dapat diimpor merupakan barang modal bukan baru yang belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri dalam rangka proses produksi industri untuk pengembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, atau barang dan peralatan dalam kondisi tidak baru dalam rangka pemulihan dan pembangunan kembali seabgai akibat bencana alam, serta barang bukan baru untuk ketentuan lainnya.

"Jadi sudah disebutkan, itu (impor) bisa dilakukan kalau memang belum bisa diproduksi di dalam negeri," tegasnya.

Tingkat Okupansi
Selain itu, terdapat pula alasan-alasan teknis yang ditemukan BPKP dan menunjukkan impor KRL baru yang diajukan PT KCI masih kurang tepat, salah satunya karena ada beberapa unit sarana yang penggunaannya masih dapat dioptimalkan.

Hasil audit BPKP, lanjut Seto, juga menunjukkan jumlah KRL yang saat ini beroperasi ada 1.114 unit dan belum termasuk 48 unit aktiva yang tetap diberhentikan dari operasional dan 36 unit yang dikonversi sementara.

Di sisi lain, BPKP pun turut membandingkan pada tahun 2019 ada 1.078 unit armada KRL yang mampu melayani sekitar 336 juta penumpang. 

Kemudian pada 2023 dengan jumlah penumpang yang diproyeksikan mencapai 273,6 juta, ada 1.114 unit armada yang tersedia.

"Jadi armadanya lebih banyak tapi estimasi penumpang tetap jauh lebih sedikit dibandingkan 2019 yang jumlah armadanya lebih sedikit," ucap Seto.

Dia tak menampik bahwa overload kerap terjadi pada peak hour. Namun demikian, okupansi secara keseluruhan tahun 2023 diproyeksikan sebesar 62,75%, 79% pada tahun 2024, dan 83% pada 2025 mendatang. 

Saat ini, jumlah penumpang di kisaran 800 ribu orang per hari dengan jumlah ketika peak hour di atas 900 ribu per hari.

"Nah, ini masih lebih kecil dibandingkan 2019 di mana rata-rata jumlah penumpang 1,1 juta," kata dia.

Baca Juga: Soal Impor KRL, Stafsus Erick Thohir: Kami Nurut Regulator

Soal estimasi biaya, pengajuan kewajaran biaya handling dan transportasi dari Jepang ke Indonesia oleh PT KCI tidak dapat diyakini karena perhitungannya tak berdasarkan survei harga, melainkan berdasarkan KRL bekas tahun 2018 ditambah 15%.

Kesimpulan itu didapatkan setelah PT Pelindo menyatakan kontainer yang tersedia hanya berkapasitas 20 feet dan 40 feet, sehingga pengangkutan dan pengiriman kereta harus menggunakan kapal kargo sendiri dan akan menambah biaya yang harus diestimasikan secara akurat.

"Jadi bisa diestimasikan reliable dari BPKP adalah biaya pengadaan dari Japan Railway. Namun terkait kewajaran biaya handling dan transportasi ke Indonesia itu tidak dapat diyakini," tuturnya.

Untuk itu, Seto mengatakan pihaknya sudah menggelar rapat dan meminta PT KCI melakukan review operasi yang ada serta mengoptimalkan sarana yang ada. 

Beriringan dengan itu, pemerintah juga sudah meminta agar bisa dilakukan retrofit atas sarana yang saat ini ada atau pensiun.

"Satu hal tadi terkait pola operasi perlu dioptimalkan lagi, lalu review sistem perawatan, jaminan keselamatan, dan keandalan sarana, khususnya untuk teknologi chopper yang sudah tua, kita minta ke PT KCI, dan terakhir permasalahan retrofit bisa dipesan dan dilakukan lebih awal," tandas Septian Hario Seto.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar